26/11/2023
Anak dan menantu
Oleh : Ary Yanti
Anak mantu yang ayu itu duduk dengan gugup di hadapan. Aku tau gelisah hatinya, besok akan lebaran tapi Daniel anak keduaku mungkin belum begitu berlimpah rezeki seperti saudaranya yang lain. Aku mengerti betul gundah hatinya.
Tak ada anak dan menantu yang tak ingin membahagiakan orangtua maupun mertuanya.
Tak ada seorang pun anak dan menantu yang tak ingin dipandang hebat oleh orangtua atau mertuanya.
Aku ingin sekali menangis saat Ina mengulurkan tangannya sungkan dengan amplop lusuh yang tipis.
"Mama maaf, bang Daniel baru punya rezeki segini. Ini untuk mama ya maa." bisiknya nyaris tak terdengar.
Aku menahan air mata yang beranai di pelupuk netra.
"Kalian semua sudah beli baju lebaran na?"
Tanyaku mengalihkan suasana agar perasaan pilu ini tak begitu menguasai diri.
Ina mengangguk pelan, dan aku tau dia tengah berbohong.
"Tenang ma, Alhamdulillah anak-anak sudah beli baju lebaran semua, bahkan Aji beli baju koko kembaran sama bang Daniel. Ratih juga udah."
Jelas Ina dengan mata berbinar.
"Dan kamu?" tanyaku yang merubah wajahnya menjadi kikuk.
"Ina masih punya gamis yang layak dipakai ma." jawabnya datar.
Ah Ina mantuku tersayang, maafkan lah karena rezeki anakku yang pas-pasan kau terpaksa hidup menderita begini.
Jiwamu tulus sekali mampu menutupi kefakiran suamimu, aku tau kau sangat kekurangan tapi punya harga diri untuk tidak meminta-minta pada orangtua dan saudaramu.
Bahkan tak segan kau dan Daniel menolak saat saudara kalian ingin membantu.
Betapa sabar kalian nak.
" Tapi besok di rumah mama ada acara lho Na, kita seragaman ya, ini mama bawakan satu set gamis untukmu, Daniel dan anak-anak."
Aku menyodorkan shopping bag yang aku khususkan untuk mereka.
Ina terbelalak, matanya membulat bahagia,
"Masya Allah mama banyak banget, kita sekeluarga dapet ya ma? Abang dan kakak-kakak yang lain juga kebagian kan ma?"
Aku mengangguk pelan. Bahkan saat rezeki menghampirimu kau masih memikirkan orang lain.
Tentu saja hanya keluarga kalian yang aku beri. Anak-anak yang lain sudah sangat mapan tak perlu ku beripun mereka sudah bisa membeli sendiri.
Ku mas**an ke dalam tas amplop lusuh pemberiannya tadi demi menjaga harga dirinya.
"Nak, ini THR buat Aji dan Ratih yaa. Kamu aja yang pegang, Daniel tidak perlu tau, bila nanti mau dipakai untuk kebutuhan mereka ya pakai aja jangan sungkan, nanti masak yang enak ya, mama mau besok kamu bawa makanan kerumah mama. kita makan bareng-bareng."
Kusodorkan segepok uang lima juta rupiah yang terbungkus amplop coklat milik salah satu bank.
Kulihat Ina ingin menolaknya, tapi saat aku menjelaskan itu bukan pemberian untuknya melainkanTHR bagi anak-anaknya, barulah dia mau menerima.
Kupandangi wajahnya, ada kebahagiaan disana, meski dengan pandai dia tutupi. Alhamdulillah.
"Mama pamit ya na, jangan lupa besok pagi kerumah setelah sholat ied!" seruku sembari melangkah keluar.
Daniel dan dua anaknya sedang tidak ada di rumah. Mereka tengah berada di bengkel kecil pinggiran kota milik mereka.
Karenanya aku datang menemui Ina. Jika tidak mana aku berani. Daniel betul-betul menjaga diri untuk tidak dikasihani olehku, apalagi oleh saudara-saudaranya yang lain.
Tapi aku tetap berpikir mau bagaimanapun, mereka bertiga semua anakku, tak ada satupun yang aku bedakan, mereka lahir dari rahim yang sama, minum susu dari sumber yang sama, masing-masing telah memberikan kebahagiaan pada ku di masanya, meski rezeki mereka saat dewasa tak pernah sama, tapi mereka tetap anak-anakku.
Tak ada yang bisa merubah pandanganku pada mereka. Harta maupun tahta.
------
Setelah sholat ied terlaksana satu persatu anak-anakku berdatangan.
Roni anak tertuaku yang bekerja sebagai pimpinan di Perusahaan tambang terbesar datang dengan robiconnya dan parkir di halaman depan,
Istrinya Sinta turun disusul ketiga buah hatinya yang beranjak remaja dengan membawa beberapa hampers dan parcel yang dibungkus rapi.
Mereka menemuiku. Memberikan hadiah yang begitu banyak, aku menerimanya dengan senyuman terbaik,
"Makasih sayang-sayang nenek. Ini siapa yang pilihan mukena cantik ini. Deby yaaa?"
Mereka tertawa sembari menyusun barang-barang bawaan mereka di kamarku.
Tak lama Andara datang dengan Lexusnya. Terparkir mewah didepan rumah.
Andara pemilik cafe besar di sudut kota Bandung, Raline Istrinya cantik bukan main, tinggi semampai bak model, tapi itu tak membuatnya angkuh, dia begitu menghargai orang disekitarnya.
Mereka masuk kerumah dengan menggandeng sikecil cucuku yang baru bisa berjalan, ah aku sumringah melihatnya, betapa kebahagiaan ini adalah perjuangan kami, aku dan suami.
Satu lagi pikirku.
Aku menunggu keluarga Daniel, kemana mereka?
"Mama nunggu Daniel?"
Tanya Roni penasaran setelah melihatku bolak balik keteras rumah.
"Iya nih, Daniel kok belum datang, atau ada apa-apa ya dijalan? Coba kamu video call!"
Sigap Roni menghubungi Daniel, karena dia tau acara sungkeman ini tidak akan dimulai jika salah satu keluarga belum datang.
"Woi bro, dimana lu? waduh keburu habis nih opor kami embat duluan!"
Teriak Roni menggoda adiknya. Yang disambut suara tawa diujung sana.
"Gimana bang? Dah dimana bang Daniel?"
Andara menghampiri kami di teras.
"Udah dijalan, biasa lah kan anak istrinya pake gamis jadi dia juga gak bisa ngebut.takut selip di jari-jari roda motornya."
Roni menjelaskan.
"Lagian lho betah amat pake motor, kenapa ga dikasih mobil aja sih ma? Tuh mobiL nganggur di garasi."
Andara terlihat sebal.
"Bilang nanti Anda yang bayar pajaknya, sekalian Anda kasih uang bensin tiap bulan yang penting ga susah lah mereka itu!" sungutnya sekali lagi, disambut tawa Roni dan aku.
"Macam tak tau abangmu aja nda!" goda Roni.
"Sudah-sudah, masuk yuk, bentar lagi mereka sampe, Roni, Anda, bantu mama, itu makanan di meja kita siapin dulu, biar nanti enak kita sekalian makan pas Daniel sudah sampe, mereka pasti lelah dan haus di jalan yang terik ini."
Aku menggandeng kedua anakku masuk ke dalam rumah lalu kami bertiga sibuk menyiapkan. hidangan yang sebagian mereka bawa dari rumah. Sementara Sinta dan Raline bercengkrama di ruang tamu, bercanda bersama anak-anak mereka.
Kalo dirumah ini aku tak pernah meminta mantuku berkerja, jadi anak-anak lelakiku lah yang sibuk membantu.pernah Andara protes saat aku memintanya menyapu sementara istrinya tengah dikamar memainkan hape sembari menyusui bayinya.
"Raline udah capek kerja dirumahmu kan? Masa disini dia mau kau bikin lelah juga, biarlah dia istirahat sebentar. Nyapu tak akan menghilangkan wibawamu anak gagah." hiburku sembari menoel wajah tampannya.
Sejak suamiku pergi menghadapNya. Mereka bertiga bahu membahu menjagaku, seminggu sekali bergantian main kerumah.
Tin ... Tin ...
Motor Daniel memasuki garasi rumah yang terhubung dengan dengan pintu dapur. Anda berlari membuka pintu dapur dan menyambut keluarga kecil abangnya itu dengan hangat,
"Ma, busyet rantangnya penuh nih maa!" teriak anda sambil membawa rantang berisi masakan Ina.
Ina tersipu saat isi rantang itu di tuangkan Anda kedalam mangkok keramik terbaik yang kami miliki. Bersanding dengan makanan mahal lain yang dibawa saudaranya.
"Kak, nih dirumah kakak masih ada gak sambel pete, Anda mau, nanti kita kerumah kakak ya!"
Anda berseru pada Ina tanpa segan.
"Masih banyak d**g boleh lah kalo mau mampir."
Jawab Daniel yang sudah duduk di samping Anda.
"Hayuk kalian kumpul di ruang keluarga, kita sungkeman, mama bentar lagi nyusul." titahku.
Mereka bergegas jalan menuju ruang keluarga sementara aku masih sibuk merapikan sendok dan garpu yang baru saja ku seka.
"Maa, terimakasih ya."
Suara Daniel mengagetkanku.
"Makasih apa nih?" Tanyaku heran.
"Terimakasih untuk tetap menyayangi Daniel istri dan anak-anak, meskipun kami tak memiliki harta, tak bisa memberi yang terbaik untuk mama seperti abang dan adik beri. yang bisa kami lakukan hanya terus mendoakan mama agar mama sehat dan usia mama barokah. Maafkan kami ya ma."
Suara Daniel bergetar.
Ya Allah.
Aku tahu rasa hatinya. Sedih dan deritanya.dia anakku meski dia tak kaya raya. Meski dia tak memiliki jabatan, meski dia fakir harta, tapi dia lah yang paling hebat, air matanya membumi namun doanya melangit.
"Doa yang kau panjatkan adalah harta mama kelak nak, saudaramu memberi mama harta itu karena mereka berlebih, jika kau diberi Allah berlimpah rezeki kau pun akan melakukan hal yang sama,jangan bebani hatimu untuk kebahagiaan mama ya sayang, mama sudah bahagia melihatmu sehat, berdikari, gigih, selalu menjaga ibadah istri dan anak-anakmu, tetap bersabar dengan keadaan. Kalian lah yang terhebat sayang."
Aku merangkul tubuh kurus Danielku, anak kesayanganku. Laki-laki panutan keluarga. Imam yang disegani dirumah ini.
Harta dan Tahta bukan hal penting.
Tapi siapa yang lebih dekat dengan Allah lah yang akan membawanya hidup bermartabat jauh dari kemudhoratan.
Daniel mengusap air mataku, tangannya terasa kasar pertanda dia sudah bekerja sangat keras untuk kehidupan mereka, dan Aku menghargai itu.
Perjuangannya.
Semangatnya.
Dan harga dirinya.
Tenanglah nak, mama akan selalu ada untuk kalian. Selama mama hidup, apapun akan mama beri.
Orang tua yang membedakan kasih sayang pada anaknya itu mungkin lupa, jika anak yang disisihkan itu mungkin juga jawaban atas doa-doa yang Allah beri untuk menyelamatkan, Baik di dunia maupun akhirat.
Wahai orang tua,
Jika rezeki anakmu belum bisa membahagiakanmu, sementara dia sudah setengah mati berusaha, maka ulurkan tanganmu, hargai mereka setidaknya dengan tidak bermuka masampun cukup.
Semoga kita termasuk golongan orangtua dan mertua kesayangan anak-anak dan menantu.
Telling story
Salam santun.