19/06/2024
Tetap Melawan, Mengenang Yayan Guntur 49: Pejuang Demokrasi dan Hak Rakyat
Oleh: Agusto
Sekitar pukul 7.30 WIB tanggal 17 Juni 2024 pagi, saya membaca pesan berita duka di WAG Indemo dari Mas Isti Nugroho: Yayan Guntur 49 telah berpulang pada 16 Juni 2024 malam, menghadap Allah SWT, pemilik Bumi Pertiwi dan alam semesta. Kabar ini telah menjawab banyak pertanyaan rekan-rekan aktivis, terutama dari Indonesia Demokrasi Monitor (Indemo) Hizbullah, Prodem, dll, karena hampir setahun tak melihat Pak Yayan di setiap aksi perlawanan terhadap rezim penguasa.
Dalam setiap lembar sejarah perjuangan demokrasi dan hak-hak rakyat Indonesia, nama Yayan Guntur 49 tercatat dengan tinta emas. Salah satu aktivis yang konsisten dan penuh semangat, Yayan kerap hadir di garis depan setiap perlawanan terhadap tindakan semena-mena kekuasaan. Dengan kesederhanaan syair dan chord yang menari di atas gitar elektriknya, ia mengobarkan semangat perjuangan lintas isu dan organisasi.
Yayan adalah satu dari banyak sosok yang mampu menyulut api semangat dalam setiap aksi, lewat lagu-lagu perjuangan Nasional seperti lagu Indonesia Raya, Maju Tak Gentar, Bagimu Negeri, dll. Dari catatan Adnan Balfas (di WAG Indemo), aktifis pro Demokrasi yang juga Penyiar Radio "Politik" gaya permainan gitar Yayan yang beraliran jazz progresif mampu menyajikan racikan petikan gitar yang berbeda.
Yayan, Semangat Keberanian dan Kesederhanaan
Tak banyak musisi pada umumnya dapat tampil dalam keadaan serba minim, salah satu momen yang penulis kenang dari Almarhum Pak Yayan adalah ketika ia turut serta dalam aksi keprihatinan terhadap kebijakan ekonomi Presiden Jokowi, sekitar tahun 2016-an. Pada saat itu, nilai rupiah merosot tajam terhadap dollar, menimbulkan keresahan di kalangan rakyat. Di seberang Istana Presiden, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Yayan dengan gitarnya menyemangati para aktivis lain yang tergabung dalam aksi "Menolak Jokowi", dengan lagu-lagu perjuangan nasional dan berbagai orasi.
Dibawah penjagaan ketat aparat Polisi, tiba-tiba suara gitar yang mengalun dari speaker aktif terhenti. Baterai habis, tapi Yayan tidak kehabisan akal. Dengan sigap, ia menarik kabel yang telah dipersiapkan, menghubungkan speaker aktifnya ke aki (power suplai) mobil milik Mas Sri Bintang Pamungkas yang diparkir dekat situ. Tanpa hambatan, Yayan melanjutkan mengiringi lagu2 yang menyuarakan semangat perjuangan. Baginya dan aktifis lainnya, kondisi ini bukanlah penghalang, melainkan tantangan yang harus diatasi dengan kreativitas dan semangat.
Yayan memang bukan artis industri terkenal, namun dalam jiwanya mengalir ketulusan membela hak-hak rakyat, meski dirinya kerap menghadapi keadaan ekonomi, dan tekanan politik yang sulit. Yayan adalah salah satu contoh aktifis seni musik Indonesia lainnya.
Yayan dan Aktifis Musik Dunia
Di kancah internasional kita mengenal aktifis musik Jimmi Hendrix, John Lennon, Bob Dylan, Joan Baez, Nina Simone, Marvin Gaye, Rage Against the Machine, Bono (U2), dan Tracy Chapman. Mereka telah memperjuangkan hak-hak rakyat dan keadilan sosial melalui musik mereka. Bob Dylan menjadi suara generasi 1960-an dengan lagu-lagu yang mendukung gerakan hak-hak sipil dan anti-perang. Joan Baez, seorang penyanyi folk, berperan penting dalam gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat, sering tampil di acara protes dengan lagu "We Shall Overcome".
Seperti halnya Yayan Guntur 49, Nina Simone menggunakan musiknya untuk mengadvokasi hak-hak sipil dan keadilan sosial, dengan lagu "Mississippi Goddam" sebagai respons terhadap pembunuhan aktivis hak-hak sipil. Marvin Gaye, melalui albumnya "What's Going On", mengkritik ketidakadilan dan perang, menginspirasi banyak orang untuk perubahan. Rage Against the Machine dikenal dengan lirik yang mengkritik pemerintah dan kapitalisme, menjadi soundtrack bagi gerakan-gerakan protes global. Bono, vokalis U2, menggunakan ketenarannya untuk mengadvokasi isu-isu global seperti kesadaran tentang AIDS. Tracy Chapman menyuarakan ketidakadilan sosial dan ekonomi melalui lagu-lagu seperti "Talkin' 'bout a Revolution".
*Tantangan Gerakan Sipil Saat Ini*
Dalam menghadapi carut-marutnya politik kekuasaan saat ini, cara Yayan Guntur 49 dalam memperjuangkan hak sipil adalah tradisi yang telah lama dilakukan oleh berbagai gerakan aktivis sebelum Indonesia Merdeka, dan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Secara fakta, gerakan tersebut tak bisa dipisahkan dengan gerakan politik dan diplomasi. Selalu diperlukan kerja sama semua elemen untuk menyatukan dan menyamakan visi gerakan melawan ketidakadilan.
Pola gerakan inilah yang kini kita rasakan bersama mulai luntur, sehingga tak dipungkiri gerakan era sekarang menghadapi kendala yang panjang. Kelompok perjuangan terkotak-kotak, dengan segala kepentingan yang beraneka ragam. Dulu era 90an kita mengenal Foker (Forum Kesenian Rakyat) yang salah satunya dimotori Marlin Dinamikanto (PIJAR), Alm.Ucup Akar, Total, dan beragam komunitas seniman jalanan Jakarta dan daerah lainnya, mampu memberikan edukasi dan kesadaran kebangkitan perlawanan terhadap penindasan lewat kafe, Bis Kota, dll tempat mereka menyampaikan aspirasi (sekarang eranya Sosmed). Kemudian komunitas musik Reage yang dimotori oleh Mudjib Hermani (Sekjen Prodem) dkk Save TIM (Perlawanan Seniman Taman Ismail Marzuki terhadap Kekuasaan). Ini contoh-contoh pergerakan yang seharusnya masih ada dan tumbuh.
Tak hanya FOKER, PIJAR, pada masanya, kini era digital informasi pun banyak tumbuh band berlatar perjuangan hak sipil seperti EFEK RUMAH KACA, NAVICULA, TONI RASTAVARA, ELPAMAS, POWERSLAVES, RIF, SUPERMAN IS DEAD, dll. Baru-baru ini bagaimana Band Navicula melakukan protes atas jalannya Water Forum Internasional 2024 di Bali yang secara fakta tidak akomodatif menerima pendapat publik tentang managemen air dalam konteks sumber alam bagi rakyat serta soal pertambangan yang banyak mengorbankan masyarakat adat dan lingkungan hidup, seperti kasus pengrusakan hutan di Papua untuk kepentingan bisnis minyak Sawit.
Bila kita amati, tak semua hambatan gerakan perjuangan masyarakat sipil terjadi akibat perbedaan atas pandangan para pegiat lingkungan, sosial politik, HAM, Demokrasi, dll. Namun terjadi oleh adanya upaya eksternal untuk mengaburkan gerakan yang murni ke arah yang menyimpang agar terjebak pada soal kekuasaan, bukan ke arah kemerdekaan hak rakyat.
Lawan Penindasan
Kepergian Yayan Guntur 49 tak akan mengurangi semangat keberanian yang ia tunjukkan sebagai inspirasi bagi generasi muda. Perlawanan terhadap penindasan semena-mena atas hak-hak sipil tidak boleh berhenti.
Strategi pola gerakan boleh berubah, namun nilai prinsip perjuangan demokrasi, HAM tak boleh bergeser sebagai tujuan perjuangan rakyat dalam mengakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang sesungguhnya harga mati, sebagaimana yang dituangkan dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selamat jalan, Yayan Guntur 49. Engkau telah menunjukkan bahwa mati satu tumbuh seribu. Langkah mu akan selalu dikenang sebagai simbol perlawanan dan inspirasi bagi mereka yang terus berjuang demi demokrasi dan hak-hak rakyat, sebagaimana kita mengenang langkah aktifis senior terdahulu.