GAWAI NYAU NGANSAK SESEMAK
Gawai atau gawa’ dalam istilah Dayak Iban adalah perayaan yang dinanti setiap tahun, saat itulah keluarga besar akan berkumpul. Dayak Iban memiliki tradisi merantau atau disebut Bejalai. Jika anak laki-laki mulai berangkat dewasa maka ia akan merantau keberbagai tempat untuk mencari pengalaman, kadang dalam perjalanan tersebut mereka kemudian menetap dan berkeluarga disana, sebagian besar merantau kewilayah Sarawak, Sabah dan Brunei menemui keluarganya yang sudah lebih dulu disana. Sekarang anak-anak muda banyak bersekolah atau bekerja diluar, dikesempatan gawai inilah semua berkumpul.
Kesempatan Gawai juga digunakan untuk melaksanakan beberapa ritual adat seperti membawa cicit berjumpa moyangnya untuk pertama kali, membawa bayi masuk kedalam bilik bilik untuk pertama kali, membaringkan bayi pertamakali diruai, ada juga yang melaksanakan gawa' khusus seperi Gawa' Sandau Ari, Gawa' Kelingkang, Gawa' Kelingkang Tuah Benih, Gawa' Kelingkang Bulu Ayu.
Esensi gawai adalah mengucapkan syukur atas hasil ladang, hasil kerja kita selama satu musim tanam, sehingga yang dihidangkan adalah apa yang kita hasilkan. Ada pulut, rendai, kue-kue kampung, teh, kopi, tuak, masakan ayam atau babi tergantung apa yang ada. Dengan menyampaikan syukur ini diharapkan Petara dan para leluhur yang dipanggil melalui pukulan gendang ini akan senang dan dengan ringan hati akan memberkati segala usaha dimusim tanam berikutnya
Jika mengikuti perayaan gawai hendaknya kita singgah dan mencicipi hidangan ini sebagai penghargaan terhadap pemilik ruai, memang cukup menantang jika gawai dirumah betang, kita bertandang ke 46 bilik, satu gelas saja dari tuan rumah mungkin belum sampai selesai sudah tumbang.
Sulit memegang falsafah belum pulang sebelum tumbang 😀
Music : Gendang Mayoh Dayak Iban Menua Sungai Utik
Drone : @kynantegar
Pesulap merah datangi sekretariat Adat Dayak di DKI Jakarta dalam prosesi tanda tangan Sanksi Adat, sekaligus untuk meminta maaf kepada semua orang Dayak
Dibantu minyak urut asli herbal warisan leluhur, tetapi tidak semua orang punya bakat alam , untuk bakat bisa juga dari garis keturunan.
Patut diapresiasi bantu orang banyak tanpa dipungut biaya, beliau tidak pernah buka tempat praktek, hanya berpetualang keliling Nusantara untuk membantu banyak yg beragam suku yang lagi butuh pertolongan, pengobatannya tidak dipungut biaya, alias gratis.
Berikut sedikit Biografi nama lengkap Ibu Ida Dayak adalah Ida Andriyani. Ia lahir pada 3 Juli 1972 di Pasir Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
FILOSOFI SAKRAL BUAYA MENGHUBUNGKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT LUNDAYEH
Tahukah kamu bahwa buaya menjadi lambang bagi masyarakat Dayak Lundayeh? Terdapat filosofi yang menghubungkan kehidupan masyarakat Lundayeh dengan buaya.
Dayak Lundayeh terkenal sebagai suku pemberani yang tak kenal takut. Mereka tanpa ragu menyerang musuh. Zaman dahulu suku ini bahkan dikenal sebagai pemburu kepala musuh serta memakan jantung dan hati musuhnya.
Namun itu dulu. Tindakan memenggal kepala musuh sudah tidak lagi digunakan oleh Suku Lundayeh. Sekarang mereka sudah seperti warga kebanyakan yang patuh akan hukum adat dan kenal dengan peraturan pemerintah.
Nah, merujuk pada cara hidupnya di masa lalu itu, Suku Lundayah menyimbolkan hidupnya seperti buaya. Ada makna mendalam atas hewan buaya bagi suku ini.
Hewan buas seperti buaya ini adalah simbol kebanggaan Dayak Lundayah.
"Buaya itu lambang Lundayeh. Buaya adalah hewan pemberani dan penguasa yang menunjukkan bagaimana karakter orang Lundayeh,".
Asal mula penggunaan hewan buaya sebagai simbol Lundayeh sejatinya tidak diketahui persis. Tapi perangai satwa itu, plus tubuhnya yang besar dan kokoh sepertinya bisa perwakilan yang pas buat Dayak Lundayeh.
Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh Alex ( tokoh Adat), berikut karakteristik Lundayeh yang disimbolkan dengan sifat dan fisik buaya ;
1. Buaya adalah hewan pemberani dan sigap
Buaya dikenal sebagai hewan yang tidak memiliki rasa takut di hadapan musuh, sekalipun lawan punya ukuran tubuh yang lebih besar. Kapan pun, dia akan siap sedia menyerang.
Dalam bertahan, buaya menggunakan segenap tenaga dan seluruh badannya untuk menyerang dan mempertahankan diri. Mulai dari kepala, ekor, sampai kulit bisa dia gunakan sebagai senjata atau alat pertahanan diri.
"Karena Orang Lundayeh pemberani dan tak kenal takut, dukun-dukun yang dulu terkenal di Bali ataupun Jawa takut dengan Lundayah. Karena mereka dikenal dengan pemakan manusia, mereka akan memenggal kepala musuhnya dan memakan jantung
KAIN TATING : PAKAIAN ADAT KAUM PEREMPUAN DAYAK DESA
Suku Desa atau Dayak Desa merupakan salah satu suku dari rumpun Ibanic. Di Kalimantan Barat, Dayak Desa tersebar di tujuh kecamatan: kecamatan Sintang, kecamatan Binjai Hulu, kecamatan Kelam Permai, kecamatan Sei Tebelian, kecamatan Dedai, kecamatan Tempunak dan kecamatan Sepauk. Subsuku Dayak Desa ada juga di kabupaten Sanggau.
Suku Desa sangat terkenal dengan kain tenunannya hingga tingkat nasional, maupun internasional. Terutama Kain tating bagi Kelompok suku Desa dikenal sebagai pakaian adat bagi perempuan. Dikenakan di pinggang menutupi hingga dibawah lutut atau setengah betis. Penggunaannya pada bagian pinggang ke atas hanya mengenakan kain kutang, atau bra yang ditutupi dengan untaian kalung termasuk juga mengenakan hiasan kepala berupa jamang dan lain-lainnya. Selain kain tating para perempuan Dayak Desa juga mengenakan kain bidang dan kain bulus sebagai pakaian adatnya.
Tating sendiri adalah hiasan yang berjuntai di kain tenun atau kain bulus, peruntukkannya untuk mempercantik tampilan kain. Perempuan Dayak Desa juga Sebaruk dan di daerah Ketungau mengenal ada 2 jenis kain, yaitu kain bidang dan kain bulus. Kain bidang adalah kain tenun ikat yang diberi warna dan motif aneka ragam. Kain bulus adalah kain tenun ikat polos, biasanya berwarna indigo atau hitam. Kain tating sendiri adalah kain bidang atau kain bulus yang diberi tating pada bagian bawah kain. tating dapat berupa rangkaian koin uang (namanya tating duit) atau rangkaian manik-manik dan keringcingan (namanya tating marik)
Selain tating kain bidang dan kain bulus diberi hiasan lain. Ada tulang kain, hiasan di sambungan kain, juga ada di atas tating berupa hiasan kerai (kancing baju kecil berwarna putih atau krem) bisa juga dari buriek (semacam kulit kerang kecil). Selain itu hiasan dari kepala ada jamang, sisir, sanggul, bunga perada, bunga pantung, tanting atau anting-anting; di bagian leher, ada tenggak marik (kalung manik) tenggak duit (kal
Negara Republik pertama di Asia Tenggara. Kisah Negara Republik Lan Fang pernah berkuasa dan mendiri sebuah negara di Kalimantan, setelah itu dihancurkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
BELA DIRI DARI JARAK DEKAT UNTUK MENJATUHKAN MUSUH TANPA MENGGUNAKAN SENJATA
Selain seni beladiri silat kuntau, orang Dayak juga mempunyai gulat tersendiri, khususnya masyarakat Dayak Sa`ban, yang memiliki tradisi unik bernama Pasa Hwal.
Pasa Hwal merupakan sebuah ritual memperebutkan kekuasaan dengan melakukan gulat yang dilakukan oleh kaum pria Dayak Sa`ban. Mereka yang akan bertarung memperebutkan kekuasan tersebut ,Mereka bergulat dengan tangan kosong, alias tanpa senjata.
Konon, budaya ini sendiri berawal dari persaingan dua bersaudara di zaman dulu kala. Awalnya, mereka bersaing untuk melompati batu tinggi dengan bambu runcing tajam di bagian atasnya. Atraksi pertama ini disebut Sa'ban Telmeh.
Dikisahkan, sang adik menjadi pemenang dalam lomba Sa'ban Telmeh ini. Tak terima, kakaknya pun kembali menantang adiknya melalui Pasa Hwal (gulat). Namun, lagi-lagi sang adiklah yang menang dan diangkat sebagai pemimpin.
Masyarakat Dayak Sa'ban masih sangat menghormati tradisi Pasa Hwal ini. Bagi mereka, hanya yang terkuat dan terbaiklah yang berhak untuk mendapat gelar pemimpin. Di sisi lain, mereka yang kalah dalam perlombaan Pasa Hwal akan diangkat menjadi prajurit. Tugas mereka adalah menjaga dan mempertahankan desa dari serangan musuh.
GULAT ( PASA HWAL) : BELA DIRI DARI JARAK DEKAT UNTUK MENJATUHKAN MUSUH TANPA MENGGUNAKAN SENJATA
Selain seni beladiri silat kuntau, orang Dayak juga mempunyai gulat tersendiri, khususnya masyarakat Dayak Sa`ban, yang memiliki tradisi unik bernama Pasa Hwal.
Pasa Hwal merupakan sebuah ritual memperebutkan kekuasaan dengan melakukan gulat yang dilakukan oleh kaum pria Dayak Sa`ban. Mereka yang akan bertarung memperebutkan kekuasan tersebut ,Mereka bergulat dengan tangan kosong, alias tanpa senjata.
Konon, budaya ini sendiri berawal dari persaingan dua bersaudara di zaman dulu kala. Awalnya, mereka bersaing untuk melompati batu tinggi dengan bambu runcing tajam di bagian atasnya. Atraksi pertama ini disebut Sa'ban Telmeh.
Dikisahkan, sang adik menjadi pemenang dalam lomba Sa'ban Telmeh ini. Tak terima, kakaknya pun kembali menantang adiknya melalui Pasa Hwal (gulat). Namun, lagi-lagi sang adiklah yang menang dan diangkat sebagai pemimpin.
Masyarakat Dayak Sa'ban masih sangat menghormati tradisi Pasa Hwal ini. Bagi mereka, hanya yang terkuat dan terbaiklah yang berhak untuk mendapat gelar pemimpin. Di sisi lain, mereka yang kalah dalam perlombaan Pasa Hwal akan diangkat menjadi prajurit. Tugas mereka adalah menjaga dan mempertahankan desa dari serangan musuh.
LUTUNG /LUTONG
( ALAT MUSIK TRADISIONAL DAYAK KENYAH )
Lutung atau Lutong merupakan alat musik tradisional yang khas dari Dayak Kenyah. Alat musik lutung merupakan alat musik yang dipetik yang biasanya dimainkan oleh kaum wanita yang telah berusia lanjut. Alat musik ini biasanya dimainkan oleh dua orang atau lebih pemain.
Alat musik lutung ini terbuat dari kayu adau, tetapi ada juga yang terbuat dari bambu. Alat musik yang terbuat dari bambu biasanya disebut dengan nama lutung bulo. Untuk 2-4 buah senarnya digunakan senar dari kawat baja, sedangkan zaman dahulu senarnya biasanya dibuat kari serat kayu iman.
Lutung termasuk ke dalam alat musik seperti sitar dan masuk dalam jenis alat musik idiokordofon. Alat musik ini biasanya digunakan pada saat upacara adat untuk mengiringi sebuah tarian. Terkadang alat musik ini dimainkan sendiri untuk menghibur hati yang sedang sepi atau bersedih.