02/01/2020
Bukan Politik Praktis Melainkan Tradisi Politik
Menjelang PIlKADA, perkampungan yang sebelumnya sepi kini ramai didatangi oleh sejumlah Paslon. Para paslon mulai menunjukkan keramahannya kepada masyarakat. Bukan politik praktis katanya, melainkan tradisi politik. Taktik ini menjadi kebiasaan dari setiap para paslon. Masyarakat sebagai objek menerima dengan senang hati kunjungan tersebut. Masyarakat yg dinilai gampang ditipu ternyata mendiamkan sebuah taktik "Pemilu mendatangkan uang" katanya. Bagi mereka pemilu merupakan ajang untuk mendapatkan uang dengan cara menjual suara. Menipu akhirnya ditipu. Para paslon yg hendak menipu akhirnya ditipu. Tindakan semacam inilah yg mengkerdilkan cita cita dan semangat perjuangan bangsa.
Politik balas budi dan balas dendam seakan sudah mendarah daging dalam demokrasi kita. Rakyat yg memilih diperhatikan kesejahteraanya sedangkan yg Tdk menulisnya tidak diperhatikan. Demokrasi belum mampu dipahami secara maksimal tidak hanya masyarakat tetapi para paslon itu sendiri. Pemerintah sebagai pemimpin mestinya memberikan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya demokrasi. Pentingnya sosialissi tentang apa itu demokrasi dapat menghindarkan dari budaya politik uang,isu SARA dan masih banyak lagi persoalan lainnya pada pemilu. Akibat dari ketidakpahaman masyarakat terhadap demokrasi muncullah penyakit politik uang pada pemilu, sehingga tidaklah heran ketika banyak pejabat negara yg terserat kasus korupsi seperti kasus yg terjadi pada Marianus Sae (mantan Bupati Ngada)yg terjadi pada beberapa bulan lalu,(Kompas harian). Inilah bukti ketidak pahaman masyarakat akan demokrasi. Lalu muncul pertanyaan, Apa sangkut paut antara politik uang dan korupsi?
Pejabat ya terjerat kasus korupsi adalah pejabat yang pada masa kampanye menerima dana dari para pengusaha dengan jumlah yg sangat besar dengan perjanjian akan memberikan haknya sesuai perjanjian misalnya jata proyek, akibatnya ketika menjabat terjadi penyalahgunaan hak.*