Novel Online Indonesia

Novel Online Indonesia Contact information, map and directions, contact form, opening hours, services, ratings, photos, videos and announcements from Novel Online Indonesia, Digital creator, Rangkasbitung.

Bab 1Sexy Bos For ArielBy Chalista saqila Eksklusif di aplikasi Fizzo  “Ariel, kau benar-benar malaikat penggoda yang na...
08/02/2024

Bab 1

Sexy Bos For Ariel
By Chalista saqila
Eksklusif di aplikasi Fizzo



“Ariel, kau benar-benar malaikat penggoda yang nakal. Apa yang kau kenakan di balik blazer itu?”

Ariel meneguk ludah dengan gugup. Bola mata hijau milik Maverick seperti sedang membakar seluruh tubuhnya. Dia menggeleng dengan wajah merona saat Maverick memerangkap tubuhnya dengan lengan-lengannya yang kekar di sudut ruangannya diantara pillar dan rak buku raksasa.

“Aku tidak memakai apa-apa selain bra berenda hitam.”

“Itu sangat nakal. Kau sengaja ingin menggoda staff-staffku, huh? Buka blazermu sekarang.”

“Ap-apa?”

“Apa kau tuli? Atau kau ingin aku yang melakukannya untukmu?”

Punggung Ariel semakin merapat ke dinding dan telapak tangannya mengepal di samping tubuhnya ketika udara dingin mulai berhembus ke dalam tubuhnya yang nyaris naked. Maverick menyibak blazernya dengan mudah, nyaris tanpa pelawanan darinya. Kancing-kancing blazernya terlalu sedikit dan terlalu mudah untuk dilepaskan.

“Indah. Kau benar-benar indah, Ariel. Kenapa kau menyembunyikan semua ini dariku?”

“Aku tidak pernah menyembunyikannya.” Ariel tersenyum menggoda. “Aku menjaganya dengan baik untukmu.”

Ariel mengulurkan tangannya meraih tengkuk Maverick dan menciumnya dengan lembut. Bibir Maverick kenyal dan sedikit kasar dari bakal janggutnya, persis seperti yang selalu dibayangkannya selama ini. Dia mengerang saat lidah Maverick menyusup ke dalam mulutnya dengan terburu-buru. Seperti Maverick sangat tidak sabar untuk mencicipi setiap inci rongga mulutnya yang manis. Ariel kewalahan untuk mengimbangi ciuman itu. Tapi dia puas karena dia berhasil mewujudkan salah satu fantasi kotornya terhadap bossnya.

Krriiiiinnggggggg

“Suara apa itu?”

Ariel mendorong dada Maverick dengan bingung. Dia mencari-cari ke kanan dan ke kiri. Suara keras itu mulai terdengar semakin keras dan mengganggu. Maverick masih menatapnya dengan bingung tanpa mengatakan apapun hingga dia sadar bahwa suara itu mirip dengan suara jam wekernya.

“Sial! Aku terlambat!”

Ariel tersentak bangun dalam posisi duduk. Tangannya dengan panik menggapai-nggapai jam wekernya yang terus berdering dengan berisik di samping tempat tidurnya. Pukul delapan kurang lima menit. Kali ini Ariel benar-benar dalam masalah.

“Mimpi sialan! Maverick sialan! Kenapa mimpi erotis itu harus datang di saat aku seharusnya bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan meeting hari ini?”

Ariel mengomel di depan westafel sambil menyikat gigi. Wajahnya masih sangat berantakan. Dia belum mencuci muka, belum memoleskan makeup, dan dia belum sarapan. Tapi dia jelas-jelas tidak akan memiliki waktu untuk sarapan. Waktu lima menit bahkan terlalu singkat untuk berdandan.

Baca selengkapnya di aplikasi Fizzo

https://www.fizzo.org/page/share/?bid=7678826694563593469&isNew=1&from=copy_link&group=2&d=7925110051401709310&u=7869955979473106173&language=id®ion=ID

Kembalinya Kesatria ShengcunKarya Terbaru: Author Cahya Gumilar “Feng Guang!” teriak seorang pria dengan wajah berlumura...
08/02/2024

Kembalinya Kesatria Shengcun
Karya Terbaru: Author Cahya Gumilar

“Feng Guang!” teriak seorang pria dengan wajah berlumuran darah, ia berjalan terhuyung-huyung menghampiri seorang bocah laki-laki yang sedang duduk di beranda rumah.

Melihat pemandangan seperti itu, Feng Guang tampak kaget sekali. “Paman!” Feng Guang langsung menyambut pamannya yang hampir jatuh.

“Panggil ayahmu, cepat!”

Feng Guang langsung berlari ke belakang rumah hendak memanggil ayahnya yang saat itu sedang memperbaiki kandang ternak. Tidak lama kemudian, bocah laki-laki itu sudah kembali ke beranda rumah bersama sang ayah.

“Bertahanlah! Aku akan mengobati lukamu,” kata Tuan Guang menyangga tubuh adiknya yang sudah lemah tak berdaya.

“Tidak perlu! Sekarang, dengarkan aku.” Sang Paman berusaha berbicara sambil menahan rasa sakitnya. “S-semua orang, termasuk anak dan istriku telah terbunuh. Kalian harus pergi dari desa ini.”

“Siapa yang melakukannya?” tanya Tuan Guang.

“Para pendekar Sekte Iblis Merah,” jawabnya dengan suara parau, “Cepat, kalian pergi! Sebentar lagi mereka pasti ke sini.”

Setelah menjawab pertanyaan sang kakak, dari mulut dan hidungnya keluar darah segar yang mengalir begitu deras. Ia mengerang kesakitan dan langsung mengembuskan napas terakhir dalam pangkuan kakaknya.

“Adikku ...!” Tuan Guang berteriak keras sambil mendekap erat tubuh sang adik yang sudah tak bernyawa.

Feng Guang pun ikut menangis melihat pamannya yang sudah tak bernyawa. Lantas, ayahnya meminta agar dirinya bersembunyi. Namun, Feng Guang menolaknya.

“Feng Guang, turuti perintah Ayah!” bentak Tuan Guang, “Pegang ini dan sembunyilah! Ayah akan menghadapi mereka dan mengalihkan perhatiannya,” sambungnya sembari memberikan sebuah benda dari saku jubahnya.

“T-tapi, Ayah….”

Tanpa banyak bicara lagi, pria paruh baya itu langsung meraih tangan putranya, kemudian mengangkat tubuh Feng Guang dan langsung membawanya ke sebuah tempat yang ada di samping kediamannya.

“Bersembunyilah di sini! Apa pun yang terjadi, kau jangan menghiraukan Ayah!” pinta Tuan Guang. “Kau harus pergi setelah aba-aba!”

Feng Guang mengangguk pelan, ia mematuhi perintah ayahnya. Sambil terisak, Feng Guang memeluk erat tubuh ayahnya.

“Bagaimana pun, kau harus hidup. Hanya kau satu-satunya harapan Ayah.” Tuan Guang melepas pelukan putranya dan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

Dari tempat persembunyiannya, ada sebuah celah di mana Feng Guang bisa melihat dan mengamati ayahnya yang kembali memasuki rumah.

Pertama, ayahnya itu menghampiri jasad adiknya dan terlihat seperti memberikan sentuhan dan pesan terakhir yang tak bisa didengar Feng Guang.

Tak beberapa lama, datanglah sekelompok orang yang Feng Guang yakini sebagai pendekar dari Sekte Iblis Merah yang tadi diceritakan pamannya. Tampang mereka sangar, berpostur tinggi besar dan masing-masing memanggul pedang sebagai identitas bahwa mereka adalah orang-orang yang lekat dengan kekerasan.

“Apa yang kalian inginkan dari kami? Kenapa kalian tega merenggut nyawa orang-orang yang tidak bersalah?”

Di tempat persembunyiannya, Feng Guang menegang. Terlebih saat melihat ayahnya berdiri dan menghadapi para pendekar Sekte Iblis Merah seorang diri.

Pria bertubuh kekar yang berdiri di hadapan Tuan Guang tertawa lepas mendengar pertanyaan tersebut, ia maju dua langkah sambil mengayun-ayunkan pedang dalam genggaman tangannya.

Pria tersebut adalah pemimpin kelompok Sekte Iblis Merah yang sudah membunuh sebagian penduduk desa Shengcun termasuk adik Tuan Guang serta anak istrinya.

“Jika kau ingin tetap hidup, maka katakanlah di mana tetua desa?”

“Tetua desa sudah tiada. Apa kalian tidak mengetahui kematiannya?” jawab Tuan Guang jujur.

Tetua desa mereka memang telah tewas beberapa bulan lalu. Sebagai pengganti tetua desa, Tuan Guang jelas tahu apa yang mereka cari. Namun, tentu saja ia tidak akan mungkin menyerahkannya begitu saja. Benda itu begitu penting, hingga tidak boleh jatuh ke tangan yang salah.

“Bedebah! Apa kau pikir aku akan percaya kalau dia tewas semudah itu?” bentaknya tidak puas dengan jawaban Tuan Guang. “Kau ingin bernasib sama dengan yang lain?!”

Tuan Guang terlihat tidak gentar, sebab ia telah mengatakannya dengan jujur. “Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Jika kau tidak percaya, terserah kau!”

“Bunuh dia! Tidak berguna!” Kemudian, dengan gerakan tangannya, pria itu memerintahkan anak buahnya agar mengeksekusi Tuan Guang.

‘Tidak, Ayah!’ Jantung Feng Guang serasa berhenti berdetak saat melihat ayahnya diserang oleh pendekar Sekte Iblis Merah. Ia begitu cemas dan khawatir.

Tuan Guang memang memiliki kemampuan yang mumpuni. Hanya saja, Feng Guang khawatir jika ayahnya akan terluka sebab sang lawan menyerangnya secara bersamaan.

Beberapa pendekar terluka oleh serangan Tuan Guang, meski pria itu pun juga mendapatkan luka yang tidak kalah serius.

Di saat itulah, pemimpin kelompok Sekte Iblis Merah memajukan langkahnya. “Mundurlah kalian! Biarkan aku yang membunuh orang ini!” serunya.

Dengan gerakan yang sangat cepat, ia langsung melompat ke arah Tuan Guang. Pemimpin musuh itu secara membabi buta menyerang Tuan Guang dengan pedang, juga gerakannya yang terukur.

Tuan Guang yang melakukan perlawanan tanpa senjata itu semula bisa menghindar dari serangan tersebut. Namun naas, serangan berikutnya yang dilakukan oleh pria tersebut tak dapat dihindari lagi.

Dua kali sabetan pedangnya mengenai tangan dan perut Tuan Guang. Bukan hanya itu saja, tendangan bertubi-tubi hinggap di perut pria paruh baya itu, hingga menyebabkan Tuan Guang jatuh tersungkur.

Tuan Guang benar-benar sudah tak berdaya, tenaganya sudah terkuras dan sudah tak mampu bangkit lagi.

“Inilah hari kematianmu!” ujar Pimpinan Sekte Iblis Merah, bersiap melancarkan serangan terakhirnya.

‘Ayah!!’

Feng Guang menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangan. Jiwanya benar-benar terguncang saat melihat pedang tersebut menembus dada sang ayah.

Bocah itu berdiri dengan tubuh bergetar, bersiap ingin menghampiri ayahnya. Namun, belum sampai ia melangkah keluar dari persembunyian, ia melihat sang ayah menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Mulut Tuan Guang yang dipenuhi darah itu terlihat membuka.

‘L-lari.’ Dan setelahnya, mata pria itu menutup.

Feng Guang yang terus berderai air mata usai tahu ayahnya telah tewas di tangan Sekte Iblis Merah itu kemudian kembali mengingat harapan sang ayah. Hanya ia, satu-satunya harapan sang ayah untuk membalaskan dendam.

Maka, meski hatinya sesak dan murka pada perbuatan sekte itu, ia tidak ingin gegabah.

‘Tidak. Aku tidak boleh mati di sini!’ Setelahnya, bocah itu—dengan menggenggam gulungan yang tadi diberikan oleh ayahnya, pun lari begitu kencang.

Sayang, pemimpin sekte itu rupanya melihat siluet dan pergerakan Feng Guang. Maka, dengan wajah kejam, pria itu kemudian menyerukan perintah untuk para prajuritnya. “Bakar rumah ini, dan cari bocah itu sampai ketemu! Jangan biarkan ada yang tersisa.”

Baca selengkapnya di aplikasi GoodNovel atau klik link di bawah ini:

https://m.goodnovel.com/book_info/31000669766/Pernikahan/Kembalinya-Kesatria-Shengcun-?shareuser=23900200&ch=apps&channelCode=GNFX00004

03/02/2024

Yang mau promosi novel silakan japri di nomor ini yah: 083150415036

Paket Promosi:

1. Promosi 7 hari full : 15k

2. Promosi 14 hari full : 30k

3. Promosi 30 hari full : 60k

4. Promosi 30 hari full + video narator : 80k

5. Promosi 90 hari paket spesial + video narator: 200k

Untuk promosi 30 hari ke atas dipromosikan juga di channel YouTube

Judul : Dikhianati kekasih, Dinikahi bos galak. Penna : Kinan LarasatiPlatform : Goodnovel“Apa maksud kamu, Ziya?” tanya...
03/02/2024

Judul : Dikhianati kekasih, Dinikahi bos galak.
Penna : Kinan Larasati
Platform : Goodnovel

“Apa maksud kamu, Ziya?” tanya Khayra dengan tubuh yang bergetar. Sekuat tenaga dia tetap berdiri tegak, walau baru saja mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan.

“Aku hamil, Kak. Anak ini milik Yuda,” isak Ziya.

Degh!

“Ba-bagaimana bisa?” Khayra mendadak tidak bisa berkata-kata. Air mata sudah memenuhi pelupuk matanya. Dadanya terasa begitu sesak, seakan baru saja mendapat hantaman besar.

“Aku berani bersumpah, Kak. Ini anak dari Yuda, kalau Kak Khayra tidak percaya, kita bisa lakukan tes DNA,” isak Ziya.

“Ziya, Yuda adalah calon suami Kakak. Kami akan menikah dua bulan lagi. Ba-bagaimana bisa kalian—?” air mata yang sejak tadi ditahan oleh Khayra, akhirnya tumpah ruah membasahi p**inya. Hatinya benar-benar sakit sekaligus tidak percaya. Kedua tangannya berkeringat, bahkan kedua kakinya seakan sudah tidak mampu menopang tubuhnya.

“Maafkan aku, Kak,” isak Ziya menundukkan kepalanya. “Kami melakukannya dalam keadaan tidak sadar, kami sama-sama mabuk saat itu,” isak Ziya.

Khayra tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya teramat sakit, kekasih yang sudah bersamanya selama lima tahun ini, bahkan mereka akan segera menikah dalam kurun waktu satu bulan. Bagaimana bisa, adik sepupunya Ziya, bisa melakukan hal itu dengan calon suaminya.

“Kak, tolong lepaskan Bang Yuda. Biarkan dia menikahiku, aku tidak mau anak ini lahir tanpa seorang Ayah,” ucap Ziya yang berjalan mendekati Khayra. Wanita itu mengambil tangan Khayra penuh permohonan. “Lepaskan Ayah dari anakku, Kak. Biarkan aku yang menikah dengannya.”

Khayra masih bungkam, wajahnya sudah pucat. Khayra menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Ziya.

“Biarkan aku sendiri,” ucap Khayra membalikkan badannya. Dia berjalan dengan langkah gamang, tatapannya kosong dan tubuhnya terasa begitu dingin.

Khayra masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam. Tubuhnya luruh ke lantai saat itu juga dan tangisan pecah di sana.

Tega sekali mereka melakukan hal ini padanya. Kekasih yang sudah Khayra temani dari nol, lima tahun yang lalu hingga sekarang. Impian dan harapan yang sudah mereka ukir bersama kita hancur seketika. Dan Ziya, adik sepupu yang sangat dia sayangi.

“Kenapa kalian tega sekali padaku? Apa salahku pada kalian? Hiks ....”

Khayra memukuli dadanya dengan bogem tangan, dia merasakan sesak yang teramat di dadanya hingga dia kesulitan untuk bernapas.

“Aku harus bagaimana sekarang, Ma, Pa?” isaknya.

***
“Kay, tunggu dulu!” Yuda segera menahan tangan Khayra yang berlari menjauh dari rumahnya begitu melihat mantan kekasihnya itu.

“Lepasin!” Khayra menepis tangan Yuda dengan kasar. Mereka tiba di taman yang tampak sepi, tak jauh dari kediaman gadis itu.

“Kay, maafin aku. Malam itu terjadi begitu saja. Aku khilaf, aku terpengaruh alkohol saat itu, Kay.” Yuda berusaha membujuk Khayra dan menjelaskan semuanya.

“Ya, dan khilafmu itu sudah membuat dampak sejauh ini, Yud!” Khayra menyeka air matanya. Tubuhnya bergetar hebat, sekuat tenaga dia menahan dirinya untuk tidak memukul pria di depannya.

“Aku tahu. Ini benar-benar di luar dugaan. Padahal aku sudah memakai pengaman—” Yuda tersadar akan apa yang baru saja dia katakan.

Khayra memalingkan wajah seraya menyeka air mata di p**inya. “Kamu bisa menyembunyikan api, tapi tidak dengan asapnya, Yud. Entah memang efek mabuk atau tidak, sempat-sempatnya ingat memakai pengaman!” ucap Khayra benar-benar marah pada pria di depannya itu.

“Kita mau menikah dua bulan lagi, loh, Yud. Bisa-bisanya kamu melakukan hal ini, sampai membuat Ziya hamil. Di mana sebenarnya otak kamu?!” tanya Khayra yang tidak bisa menahan amarahnya lagi.

“Tega banget kamu lakuin ini sama aku. Apa kamu benar-benar tidak bisa menahan diri kamu? Ziya itu sepupu aku!” ucap Khayra membuat pria di depannya itu menundukkan kepalanya.

Kali ini Yuda benar-benar tidak bisa mengelak dan mencari alasan untuk membela dirinya.

“Sebenarnya apa kurangnya aku? Selama ini hubungan kita selalu harmonis tanpa ada masalah. Apa aku kurang mengerti kamu? Apa aku kurang memberikan perhatian padamu, Yuda? Tolong jawab, jangan hanya diam saja! Setega ini kamu sama aku, Yud!” bentak Khayra dengan tangis yang pecah.

Yuda tiba-tiba saja bersujud dengan memeluk kaki Khayra. “Ampuni aku, Kay. Aku tahu aku sadar, aku khilaf,” ucap Yuda.

Khayra menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Sakit sekali hatinya, pria yang sudah dia kenal bertahun-tahun, tega melakukan hal ini dengan adik sepupunya sendiri.

Khayra berjalan mundur hingga pegangan Yuda terlepas. “Mulai saat ini, hubungan kita sudah berakhir. Nikahi saja Ziya, dan bertanggung jawablah atas perbuatanmu,” tangis Khayra kembali pecah. Wanita itu melepaskan cincin pertunangan mereka dan menjatuhkannya tepat di depan Yuda.

“Pergilah, aku sudah ikhlas. Dan aku tidak ingin melihatmu lagi. Sekarang jalani saja jalan kita masing-masing. Kamu di jalanmu, lakukan apa pun yang kamu mau. Dan aku di jalanku dengan tujuanku sendiri,” ucap Khayra dengan suara yang lebih tenang.

“Pesanku hanya satu untukmu. Cukup aku wanita terakhir yang kamu buat hancur, sehancur-hancurnya.”

Setelah mengatakan itu, Khayra beranjak pergi meninggalkan Yuda yang masih di posisinya.

Khayra keluar dari area taman dan berjalan menyusuri trotoar, dia tidak tahu akan ke mana, dia tidak memiliki tempat untuk pulang.

Saat itu terdengar petir dan suara geluduk yang kencang. Khayra menghentikan langkahnya, dia menengadahkan kepalanya ke langit gelap.

Sampai terasa tetes demi tetes jatuh ke wajahnya, semakin lama tetesan itu semakin deras dan mengguyur tubuh Khayra hingga kini pakaian dan seluruh tubuhnya basah kuyup. Khayra tidak beranjak dari tempatnya, dan membiarkan air hujan mengguyur tubuhnya.

Dia yang sedang menengadahkan kepala ke langit dengan memejamkan kedua matanya, tertegun saat tidak merasakan ada air yang jatuh ke wajahnya. Kemudian Khayra membuka matanya dan tatapannya bertemu dengan sorot mata tajam milik seorang pria yang sedang memegangi payung berwarna hitam dan memayungi Khayra.

“Pak Kaivan?” panggil Khayra cukup kaget melihat atasannya ada di depannya.

“Apa kamu anak TK?” tanya Kaivan dengan nada datarnya. “Hujan-hujanan di pinggir jalan.”

Khayra mencibir pada Kaivan. “Apa urusannya dengan Bapak? Tinggalkan saja saya sendiri,” ketus Khayra yang merasa malu sekaligus kesal. Bisa-bisanya saat galau seperti ini, dia bertemu dengan Kaivan.

“Naik ke mobil,” ajak Kaivan.

“Tidak mau. Saya bisa pulang sendiri,” jawab Khayra.

“Oh, kamu mau saya kasih tugas mendata berkas yang di gudang penyimpanan?” tanya Kaivan membuat Khayra mengernyit bingung.

“Anda bahkan tidak bisa membedakan mana jam kerja dan mana jam di luar kerja,” ucap Khayra berjalan melewati Kaivan. Tetapi pria itu menahan pergelangan tangannya, membuat gadis itu menoleh dengan tatapan tajam.

“Ada apa sih, Pak? Saya mau pulang,” ucap Khayra berusaha melepaskan tangannya.

“Naik ke dalam mobil. Saya perlu bicara,” ucap Kaivan penuh penekanan.

“Pak, bisa kita bahas masalah pekerjaan besok saja?”

“Naik ke dalam mobil!” perintah Kaivan tidak ingin ditolak.

Karena mendengar suara penuh penekanan dari Kaivan, Khayra malah menangis meraung di sana dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Kaivan dibuat kelabakan di sana.

“Khayr, kenapa malah nangis? Saya hanya minta kamu naik ke dalam mobil, apa susahnya?” tanya Kaivan yang kebingungan untuk meredakan tangis Khayra.

Jujur saja, Kaivan merasa malu, mereka ada di pinggir jalan utama. Banyak kendaraan berlalu lalang dan melihat ke arah mereka berdua yang terlihat lebih mirip pasangan kekasih yang sedang bertengkar.

“Jangan menangis di sini, Khayr. Cepat naik ke dalam mobil,” pinta Kaivan yang tidak tahu cara menenangkan seorang wanita.

“Apa salah saya? Kenapa Bapak membentak saya? Hiks ... kenapa kalian setega ini sama aku … sakit banget tahu rasanya,” isak Khayra.

Kaivan yang sudah tidak bisa berpikir jernih, ditambah banyak yang melihat dan merekam adegan mereka, tanpa banyak kata, Kaivan menggendong Khayra ke pundaknya seperti karung beras.

“Lepaskan aku!”

“Diam, Khayr. Kamu mau kita dibawa ke kantor polisi karena dituduh penculikan?” tanya Kaivan penuh penekanan setelah mendudukkannya jok mobil.

“Siapa suruh maksa!” jawab Khayra dengan ketus.

“Pakai sabuk pengamannya, Khayr.”

“Pak, nama saya Khayra loh, sudah bagus itu. Nama pemberian orang tua saya. Kenapa Bapak memanggil saya Khayr? Kayak anak cowok,” keluh Khayra melipat kedua tangannya di dada.

“Jangan banyak protes. Terserah saya mau panggil kamu apa. Lagian saya bukan Bapakmu, jadi jangan terus memanggil Bapak,” protes Kaivan membuat Khayra mendelik ke arah pria itu.

Dengan kesal Khayra memakai sabuk pengamannya.

“Saya tahu masalah yang kamu dan Yuda alami,” ucap Kaivan membuat Khayra cukup kaget.

“Bapak kenal Yuda dari mana?” tanya Khayra terheran-heran.

“Saya bukan Bapak kamu Khayra, apa kamu tidak dengar?” protes Kaivan membuat Khayra mencibir pelan.

“Bagaimana k-kamu mengenal Yuda?” tanya Khayra, merasa agak canggung.

“Dia sepupuku,” ucap Kaivan membuat Khayra kaget bukan main.

“Se-sepupu kamu?” tanya Khayra sangat kaget.

“Ya, benar. Jadi kamu wanita yang ditinggalkan olehnya karena wanita lain?” tanya Kaivan dengan nada datar.

“Sepertinya kamu puas sekali,” sindir Khayra menatap keluar jendela.

Kaivan terkekeh di sana dan itu jelas membuat Khayra menoleh ke arahnya. Ini pertama kalinya dia mendengar tawa atasannya yang super dingin dan galak.

“Kenapa menatapku sehoror itu?” tanya Kaivan bingung dengan tatapan Khayra.

“Kaget saja. Saya pikir Bapak kesambet kuntilanak di pohon besar tadi,” jawab Khayra asal.

“Hus! Kalau ngomong itu nggak pernah disaring,” tegur Kaivan.

“Ya karena saya bukan teh yang harus disaring,” jawab Khayra membuat Kaivan memilih diam beberapa saat.

“Saya tahu masalah kamu dan Yuda. Bagaimana rasanya dikhianati oleh kekasih dan sepupumu sendiri?"

Wanita itu menoleh ke arah Kaivan dengan tatapan tajam. “Sepertinya Anda sangat senang melihat penderitaan saya.”

Kaivan terkekeh kecil. “Kamu itu sungguh naif, Khayra. Makanya orang dengan mudah memanfaatkan dan mengkhianatimu.”

Khayra tidak mengatakan apapun sampai Kaivan kembali melanjutkan. “Saya ada penawaran menarik untukmu, mau coba?”

Cukup lama Khayra terdiam, dia tidak percaya akan usulan Bos yang sering marah-marah di kantor.

“Kenapa? Kamu meragukanku?” tanyanya sambil menatap Khayra tepat di manik mata.

“Menikahlah denganku, maka akan kubantu kamu balas dendam pada mereka. Akan kubuat pria yang sudah mengkhianatimu itu menyesal sudah menyakitimu,” ucap Kaivan. “Tetapi sebagai gantinya, kamu harus membantuku melahirkan keturunan.”

Degh!

“A-apa?!”

Link : https://m.goodnovel.com/book_info/31000639788/Romansa/Dikhianati-Kekasih-Dinikahi-Bos-Galak?shareuser=43017088&ch=apps&channelCode=GNFX00005

Perjanjian dengan Sang Miliader TampanKarya Ema Ryosa "BUNUH AKU!" "Whattt?"Manik hitam pekat milik seorang pria tampan ...
26/01/2024

Perjanjian dengan Sang Miliader Tampan

Karya Ema Ryosa

"BUNUH AKU!"

"Whattt?"

Manik hitam pekat milik seorang pria tampan menajam, lalu dengan alis berkerut sang miliarder itu menatap tajam wajah jelita yang kini mulai meneteskan air mata.

"Dia pasti mengirimmu untuk membawaku kembali, lebih baik kau bunuh saja aku, aku bersumpah dia tidak akan bisa menjamah tubuhku, kau maju satu langkah lagi aku akan menggigit lidahku," ujar wanita itu dengan bibir bergetar.

Di antara sorot ketakutan itu ada tekat dan keberanian yang membanggakan.
Sang miliarder, Bastian Navarell terdiam. Dia berusaha mencerna semua kalimat yang wanita laksana bidadari itu katakan.

Kesimpulannya, sepertinya wanita ini melarikan diri karena akan diperkosa atau dipaksa melayani seseorang, dan mengira Bastian anak buah pria biadab itu.

Bastian Navarell terkejut bukan main, tadinya dia sedang dalam perjalanan mencari Ashera, kucing seharga satu miliar yang selalu menghilang sejak istri yang akan segera menjadi mantan, menitipkan kucing itu padanya.

Di dalam ruangan yang sempit itu yang dilihatnya bukan kucing Ashera yang dicarinya akan tetapi berdiri seorang wanita lembut berwajah jelita. Wanita berwajah bidadari dengan pakaian yang... terkoyak!

Bastian bisa melihat dada ranum yang membayang dari antara kain yang tercabik-cabik.

Tubuh yang luar biasa indah!

"Aku bukan suruhan siapa pun," gumam Bastian.

Wanita itu menatapnya tajam, ragu-ragu untuk percaya. Saat itu Bastian mendengar percakapan dua pria agak jauh darinya.

"Kemana dia pergi? Cari sampai dapat dan bawa ke hadapanku secepatnya, aku akan membuatnya jadi milikku, peduli setan dia s**a atau tidak s**a!"

Mendengar penggalan kalimat itu yakinlah Bastian mereka sedang mencari wanita jelita yang sedang berdiri dengan gemetar dihadapannya.
Dengan ekor matanya Bastian melihat dua pria makin mendekati tempatnya berdiri.

Keputusan telah dibuat.
Segera Bastian maju dan memeluk wanita itu dengan tangan kiri sedang tangan kanan membungkam agar dia tidak berteriak.

"Diamlah, aku akan menolongmu."

Bastian menggeser posisi wanita laksana bidadari itu hingga orang luar hanya dapat melihat sekilas kaki femininnya karena tubuh besar Bastian mendominasi ruangan dan menutupi sebagian besar tubuh si wanita.

Suara para pria itu semakin dekat.
Bastian Navarell menunduk dan menempelkan bibirnya ke bibir ranum yang bercampur dengan asinnya air matanya.

Awalnya Bastian hanya ingin menampilkan kesan kekasih yang sedang bermesraan akan tetapi Bastian tidak mengira akan menemukan bibir yang rasanya begitu memabukkan.
Tujuan awal hanya untuk mengalihkan perhatian para pengejar pun terlupakan.

Bastian melumat dengan rakus bibir wanita itu. Bastian sadar gairahnya telah bangkit dengan luar biasa cepat.

Pangkal pahanya berdenyut kencang.
Belum pernah ada yang menarik perhatiannya hanya dengan ciuman.
Dorongan lembut di dadanya membuat Bastian mundur dengan perlahan.

Kini wanita itu sedang memandang dengan mata besar, wajah bekas air mata dan bibir bengkak yang seksi.

"Kau tidak akan menangkapku?"
Bastian menggeleng.

Nampaknya wanita itu mulai percaya.
"Thank you," ucapnya dengan bibir gemetar.

Naluri melindungi Bastian seketika bangkit.

Tiba-tiba kembali terdengar percakapan dan langkah kaki di belakang mereka.

Mendengar itu wajah jelita di hadapannya seketika kembali memucat, bibirnya bergetar ketika dia berbisik lirih.

"Sepertinya mereka kembali, apa yang harus kulakukan?"

"Ikuti saja perintahku."

Kembali Bastian merengkuh tubuh lembut itu dan melumat bibir ranum yang kini dia tahu menjanjikan kenikmatan.

Kembali hasratnya naik dengan kecepatan yang menakjubkan.
Kali ini Bastian mencium dengan segala keahlian yang dimilikinya hingga mereka berdua lupa daratan.

Bastian baru melepaskan pagutannya saat rintihan lirih terdengar samar di telinganya.

"Sorry," gumam Bastian.

Mereka berdua saling memandang lalu Bastian melihat wanita itu akan beranjak meninggalkannya, reflek Bastian menahan tubuhnya.

"Jangan terburu-buru, siapa tahu mereka masih di sekitar sini."

Wanita itu hanya mengangguk, lalu menundukkan kepalanya.
Bastian melihat wanita itu sama sekali tidak tertarik untuk berbicara dengannya.

AMAZING!!

Sepanjang umur dewasanya lawan jenis berlomba-lomba menarik perhatiannya.
Baru malam ini dia bertemu wanita yang ingin segera meninggalkannya.
Wanita berbibir ranum yang telah menyihirnya.

"Tunggu di sini aku akan memeriksa mereka."

Wanita itu kembali mengangguk.
Bastian meninggalkan wanita itu, dia sengaja sedikit menjauh untuk meredakan hasrat yang menggebu yang membuatnya takjub!
Bidadari PENYIHIR.

Baru kali ini Bastian ingin bercinta di lima menit pertemuan pertama, luar biasa!

Setelah merasa bisa mengendalikan dirinya, Bastian langsung kembali ke ruang perlengkapan.

"Ikuti aku sebelum mereka kembali ke sini."

"Kita akan ke mana?"

"Kita naik lift, ikuti saja aku."

"No! Mereka pasti mengirim anak buah untuk berjaga di setiap lantai."

"Kita naik private lift!"

Begitu sampai di Penthouse-nya Bastian langsung menuju meja bar dan mengambil minuman buat si wanita.

"Minumlah, itu bisa meredakan keteganganmu dan membuatmu lebih rileks."

"Aku tidak biasa minum, hasilnya akan lebih merepotkanmu."

Bastian mengangguk samar, lalu memberikan kemejanya.

"Ganti bajumu, minimal kemejaku akan seperti gaun di tubuhmu."

"A-aku akan ganti baju dulu," wanita itu gugup menjawab lalu pergi meninggalkan Bastian.

Bastian menandaskan minumannya dalam satu tegukan, ternyata bukan hanya wanita itu yang gugup, dia pun gugup.

Tak lama Bastian mendengar ada gerakan samar di belakangnya, jadi dia berbalik dan tarraaaa......

'sh*tttt, aku sedang berusaha meredakan gairahku akan tetapi aku malah menyuruhnya memakai kemejaku, dan lihatlah hasilnya! Efeknya melihat tubuh seksi yang dibalut kemejaku seakan kami baru saja bercinta habis-habisan, sepertinya masih lebih baik biarkan dia dalam pakaiannya yang terkoyak, tapi kilasan dada ranum itu pun tadi berhasil menaikkan tekanan darahku dengan cepat kan,' suara hatinya berdebat dengan sisi dirinya yang gelap.

Bastian berusaha melegakan tenggorokannya yang mendadak serak.
"Duduklah, aku akan membuat kopi untuk kita, btw kamu pasti belum makan?"

Wanita itu menggeleng.
"Oke aku akan memesan sesuatu_"

"Tidak usah, aku bisa memasak buat kita berdua, aku cek isi kulkasmu dulu."

Bastian melihat si wanita mengeluarkan berbagai bahan dari lemari es.

"Kalau begitu aku mandi sebentar."
Bastian pun pergi dari dapur.

Lima belas menit kemudian Bastian keluar dari kamar dengan rambut basah dan langsung disergap harum masakan lezat.

Melihat hidangan di meja makan sudah tersedia Bastian langsung mencicipi dan memang rasanya sangat nikmat sama seperti tampilannya.

"Lezat," gumam Bastian.

Wanita itu tersenyum, senyum pertamanya.

Bastian terpana....

Bastian merasa ada yang menohok perutnya dengan keras, tangannya yang masih memegang sendok terdiam di udara, seakan ada sihir yang menyelubungi dirinya.

Senyum itu begitu lembut memukau.
'ini pasti sihir! Tidak pernah ada wanita yang pesonanya sampai melumpuhkan otakku.'

Kembali Bastian menganalisa dalam hati.

"Thank you, aku masak sebisanya dengan apa yang ada," wanita itu berusaha merendah dengan tersipu.
Wanita yang tidak terlatih menerima pujian.

'Hmm...sangat menarik,' batin Bastian.
Mereka makan dengan lahap, Bastian menghabiskan semua makanan.

"Boleh aku meminjam teleponmu?"

"Pakailah, aku yang akan membersihkan semua."

"Tidak usah, kau sudah banyak menolongku, jadi biarkan aku yang membereskan semuanya."

"Jangan membantah, kau sudah memasak, duduklah, pakai telepon itu."

"Kau punya masker? Aku merasa akan flu."

Bastian mengambil masker dan memberikannya kepada wanita itu lalu ke dapur dengan suasana hati sungguh riang...

Tak berapa lama Wanita itu mengikuti Bastian ke dapur.

"Aku ingin minta tolong sekali lagi."

Bastian mengangguk dan berharap semoga apa yang wanita ini ucapkan tidak membuatnya jadi sama dengan wanita kebanyakan yang Bastian kenal, karena sampai sejauh ini dia berhasil memikat Bastian karena dia BEDA.

"Ponsel dan dompetku hilang, aku hanya bisa mengingat nomor sahabatku, dan ponselnya mati, jadi bolehkah aku tidur di sofa hingga besok pagi pagi sekali baru aku akan pergi?"

Mendengar permintaan yang dilontarkan dengan ragu-ragu itu seketika Bastian merasa ada yang menari-nari di perutnya.

Sebenarnya dia bisa menyuruh sopirnya mengantarkan si wanita kemanapun dia ingin pergi, tapi masalahnya Bastian tidak ingin wanita itu pergi.

"Tinggallah," Jawab Bastian sambil menjaga ekspresinya tetap datar walau sebenarnya dia ingin tersenyum lebar.

"Thank you."

Kembali Bastian ternganga melihat senyum lembut itu.

Sepeninggal wanita itu, Bastian segera membereskan piring-piring kotor sambil mengejek diri sendiri yang bereaksi seperti remaja belasan tahun yang baru terpikat pada lawan jenis.

Samar, Bastian mendengar percakapan...atau pertengkaran? Segera Bastian kembali ke ruang duduk dan Bastian terkejut mendapati Miranda, istri yang sebentar lagi akan menjadi mantan, sedang mendamprat si wanita yang berdiri kebingungan.

"Ternyata kamu penyebab dia berpaling dariku..JALANG!"

"Stop!" Teriak Bastian.

PLAKK!

Terlambat, teriakan Bastian tidak bisa menghentikan tamparan yang mendarat dengan keras di p**i si wanita.

"Kamu pakai masker biar aku tidak bisa mengenalimu? Hah?"

Miranda kembali akan menampar wajah si wanita ketika Bastian tiba dan berdiri di tengah mereka berdua.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Bastian yang khawatir melihat wajah si wanita sepucat kapas.

Miranda nampak makin murka mengetahui miliarder tampan yang masih berstatus suaminya itu malah perhatian dan membela wanita lain.

"Sudah berapa lama kalian berselingkuh di belakangku? Pantas kalian sudah tinggal bersama, wanita tak punya malu," teriak Miranda.

"Tutup mulutmu Miranda, kau dan belasan pria mudamu yang membuatku jijik, tidak usah cari kambing hitam!" Bentakan Bastian seketika membuat Miranda bungkam.

Bastian langsung menarik Miranda masuk ke ruang kerjanya.

Dalam hati Bastian mengutuk dirinya yang lupa mengganti kunci hingga Miranda bisa masuk seenaknya.
Bastian mencela Miranda yang langsung bermain drama, meminta maaf, menangis dan memohon Bastian agar membatalkan perceraian mereka.

"Aku akan memaafkan apa yang aku lihat malam ini," celetuknya di antara tangis pura-pura.

"Memangnya apa yang kau lihat?"
Makin muak Bastian melihat sikap Miranda.

Dia heran kenapa dia dulu sampai memutuskan memperistri Miranda, kenapa dia tidak bisa melihat semua kepalsuan Miranda.

"Dia tinggal bersamamu, dia memakai kemejamu, kau menyangkalnya?"

"No! Aku senang dia ada di sini, aku senang dia memasak di dapurku, aku senang dia memakai kemejaku, aku senang dia akan menginap bersamaku, aku MEMANG SENANG dan itu tidak ada hubungannya denganmu, hubungan kita sudah berakhir saat kamu tidak menghormati janji pernikahan kita, jadi jangan buat tuntutan yang tidak masuk akal agar perceraian kita segera beres, sekarang keluar dari rumahku!"

Bastian keluar dari ruang kerjanya lebih dahulu dari Miranda, dia akan melindungi wanita itu dari dampratan susulan yang mungkin akan Miranda lancarkan.

Sampai di ruang duduk Bastian terpaku.
Apa yang dilihatnya membuatnya gusar!

Ini adalah novel fantastis berjudul Perjanjian dengan sang Miliarder Tampan , klik link untuk membacanya!
https://m.goodnovel.com/book_info/31000642755/CEO/Perjanjian-dengan-sang-Miliarder-Tampan-?shareuser=55239924&ch=apps&channelCode=GNFX00006

Address

Rangkasbitung

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Novel Online Indonesia posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share


Other Digital creator in Rangkasbitung

Show All