03/07/2023
Mary Stuart lahir antara tanggal 7 atau 8 Desember 1542 di Istana Linlithgow, Inggris Raya. Dia adalah putri sah dari Raja James V dari Skotlandia dan istri keduanya, Marie Guise yang berasal dari Perancis. Mary masih merupakan cucu dari Raja Inggris saat itu, Henry VIII,. Sebab, nenek Mary, yakni Margaret Tudor adalah kakak perempuan dari Raja Henry VIII.
Oleh karena itu, Mary juga merupakan sepupu dari Elizabeth I. Ketika usia Mary baru enam hari, dia sudah naik takhta Kerajaan Skotlandia menggantikan ayahnya yang meninggal dunia. Dia diberi gelar sebagai Mary I. Menurut dugaan yang ada, ayah Mary, yaitu James V, wafat karena depresi setelah kalah dalam pertempuran Solway Moss. Akan tetapi, ada dugaan lain tentang penyebab tewasnya James V, yaitu akibat air yang ia minum selama memimpin pertempuran sudah terkontaminasi.
Dikarenakan usia Mary yang masih sangat kecil saat naik takhta, Skotlandia pada masa itu diperintah oleh para bangsawan seperti bupati. Skotlandia dipimpin para bangsawan sampai usia Mary cukup dewasa.
Mary kemudian dikirim oleh sang ibu ke Perancis dan dibesarkan di sana. Setelah usia Mary menginjak remaja, tepatnya pada 1558, Mary menikah dengan seorang bangsawan Perancis bernama Francis. Setahun setelahnya, Francis menduduki takhta Perancis dengan gelar Raja Francis I dan Mary menjadi Ratu Perancis. Ketika suaminya tutup usia pada 1560, Mary I memutuskan kembali ke Skotlandia. Ia tiba di tanah kelahirannya pada 19 Agustus 1561. Empat tahun berselang, Mary menikahi sepupunya, Henry Stuart yang bergelar Lord Darnley.
Dari pernikahannya dengan Henry Stuart, Mary melahirkan seorang anak bernama James yang kelak menjadi raja Skotlandia bergelar James VI sekaligus raja Inggris dengan gelar James I. Sayangnya, pernikahan Mary dan Henry Stuart tidak berjalan bahagia. Kemudian pada Februari 1567, kediaman mereka yang terletak di dekat Kota Edinburgh hancur lebur akibat sebuah ledakan cukup besar. Henry pun ditemukan tewas dibunuh di taman di dekat kediamannya. Orang pertama yang kemudian dicurigai membunuh Henry adalah istrinya sendiri, yaitu Mary.
Akan tetapi, dugaan tersebut tidak pernah terbukti. Tiga bulan kemudian, Mary menikah dengan James Hepburn atau Earl of Bothwell yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Lord Darnley, Henry. Pernikahan Mary dan James yang terbilang sangat cepat setelah peristiwa tewasnya Henry pun mendapat pertentangan dari para bangsawan Skotlandia. Para bangsawan terus memberontak hingga membuat James kabur. Suami Mary itu lalu ditangkap dan dipenjara hingga meninggal dunia.
Sementara itu, Mary, Sang Ratu Skotlandia, berhasil ditangkap dan dipenjara di Kastil Lochleven. Pada Juli 1567, Mary dipaksa untuk menyerahkan mahkotanya demi keselamatan sang putra yang masih bayi. Setahun setelahnya, Mary kabur dari Kastil Lochleven dan segera membentuk pasukan. Malangnya, perlawanan Mary ini tidak berlangsung lama dan pasukannya berhasil dikalahkan. Mary kemudian melarikan diri ke Inggris dengan tujuan meminta perlindungan dari Ratu Elizabeth I, yang masih merupakan saudara sepupu.
Namun, bukannya menolong, Ratu Elizabeth I justru menangkap dan memenjarakan Mary selama 19 tahun. Mengingat fakta bahwa Mary masih cucu sepupu Raja Henry VII, para bangsawan Katolik di Inggris pun berencana untuk membunuh Elizabeth I dan menaikkan Mary sebagai Ratu Inggris. Celakanya, mata-mata Ratu Elizabeth I menemukan sebuah surat yang kemudian menjadi bukti bahwa Mary telah melakukan pengkhianatan terhadap Sang Ratu pada 1586. Pada 7 Februari 1587 malam, Mary diberi kabar bahwa dia akan menjalani proses hukuman mati pada 8 Februari pagi.
Mary pun menghabiskan waktunya untuk berdoa, membagikan benda-benda miliknya kepada para pembantu, dan menulis surat wasiat. Sementara itu, panggung eksekusi sudah disiapkan di ruang utama Kastil Fotheringhay. Ada tiga bangku yang ditaruh di panggung, satu kursi untuk Mary dan dua kursi lainnya untuk Earl of Shrewsbury dan Kent yang akan menjadi saksi proses eksekusi tersebut.
𝗣𝗥𝗢𝗦𝗘𝗦 𝗘𝗞𝗦𝗘𝗞𝗨𝗦𝗜
Pada 8 Februari 1587 pagi, Mary yang mengenakan rok beludru berwarna merah marun ditutup matanya dengan kain putih dihiasi rajutan benang emas. Dia kemudian berlutut di atas bantal yang sudah disiapkan dan menempatkan kepalanya di dalam balok kayu lalu merentangkan kedua tangannya. Sesaat sebelum eksekusi dilakukan, Mary terdengar mengucapkan "In Manus tuas, Domine, commendo spiritum teum," yang artinya "ke dalam tanganmu, Tuhan, kuserahkan jiwaku". Algojo kemudian memenggal kepala Mary sebanyak dua kali sembari menyerukan, "Tuhan menyelamatkan Ratu!" Jenazah Mary kemudian dibalsem, dimasukkan ke dalam peti, dan baru dimakamkan pada akhir Juli 1587. Setelah itu, pada 1612, makam Mary dibongkar oleh putranya, Raja James I, yang menduduki takhta Inggris menggantikan Ratu Elizabeth I. Raja James I kemudian memerintahkan agar tulang belulang sang ibu dipindahkan ke Westminster Abbey, di seberang pusara Ratu Elizabeth I.
Referensi:
Greig, Elaine Finnie. (2004). Stewart, Henry, duke of Albany. Oxford University Press. Weir, Alison. (2008). Mary, Queen of Scots and the Murder of Lordn Darnley. London: Random House.