14/04/2024
_KETIKA MEMBACA CERITA, BACALAH DENGAN TENANG TANPA ADA PERBEDAAN__
Sore menjelang 1 Syawal yang lalu, kami menerima kunjungan sebuah keluarga kecil yang datang untuk memilih pakaian bekas karungan yang digantung di bawah bumbungan di luar pagar. Pasangan suami istri itu tampak berpakaian lusuh, Suami mengendong anak lelaki yang tidak berbaju, dan isterinya memegang tangan anak perempuan yang berusia sekitar 8 tahun.
Mereka begitu serius memilih helai demi helai baju yang digantung. Sesekali terdengar tawa riang anak perempuan kecil itu ketika ibunya menempelkan baju ke badannya, mungkin gembira karena akan berpakaian baru, Saya dan istri kebetulan berada di luar rumah setelah menjenguk ibu kami.
Istri saya menyapa mereka dan bertanya dari mana mereka datang. Ternyata mereka datang dari sebuah kawasan perumahan flat di sungai petani yang jaraknya hampir 20km dari rumah kami. Ketika ditanya kenapa datang begitu jauh, jawapan si ayah membuat saya bungkam. "Kak, saya tak mampu untuk menbeli pakaian baru untuk anak-anak di hari raya ini. Cukuplah saya dapat membeli pakaian karung bekas ini untuk menyenangkan hati anak kami, lagip**a baju-baju di sini sepertinya masih layak untuk dipakai dihari lebaran".
Kata - kata itu membuat saya merenung betapa seringkali kita lupa untuk mensyukuri nikmat yang dikaruniakan Allah untuk kita, sehingga kita masih meminta lebih dari apa yang telah kita punya, sedang ada manusia yang serba kekurangan memanjatkan syukur yang begitu besar pada rezeki yang tidak seberapa di mata kita.
Sedang kita asyik mendongak memandang ke langit, cemburu melihat apa yang tidak mampu dicapai, kita lupa menunduk ke bawah merenung apa yang di bumi, mensyukuri nikmat yang telah kita peroleh dan rasakan.
Ketika kita merungut tidak bisa bergaya dengan pakaian serba baru di hari raya tahun ini, keluarga ini hanya sudah cukup bahagia dengan memilih pakain karung bekas untuk dipakai menyambut hari raya. Seolah - olah tiada gundah di hati mereka, yang terlihat hanya riak wajah yang gembira memilih baju untuk anak-anak mereka. Demikianlah rasa cukup telah melahirkan ketenangan pada jiwa-jiwa yang bersyukur.
Allah berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7 berikut:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيلَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumkan, "Sesungguhnya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih."
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang ada di atas kalian, itu lebih baik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah” (HR. Muslim)
Ingatlah pesan Rasulullah SAW kepada umatnya: “Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang sentiasa berasa cukup.” ( hadith riwayat Bukhari dan Muslim)
Ayo kita muhasabah diri, sudahkah kita melafazkan syukur hari ini kepada Allah, atas nikmat nafas yang dihela, nikmat mata yang bisa melihat, nikmat tangan yang bisa memegang, nikmat kaki yang bisa berjalan, nikmat pakaian yang menyamankan, nikmat kendaraan yang memudahkan perjalanan, nikmat rumah untuk perlindungan. Berhentilah merungut dan mengeluh pada sesuatu yang tidak kita miliki, mulailah menghitung nikmat yang lupa untuk disyukuri.
sumber : Muhammad Rizal Aydogan