The Espedisi

The Espedisi Lelang-Riset-Espedisi-Penemuan-Penelusuran Mitos & Perburuan Misteri

18/08/2024
22/09/2022
18/08/2022

JAWA PUNYA KALENDER (Jawa Kuno)

Tidak semua suku/ bangsa di dunia, bahkan sangat sedikit yang memiliki kalender sendiri,
Jawa termasuk di antara yang sedikit itu. Kalender Jawa diciptakan oleh mPu Hubayun, pada tahun 911 Sebelum Masehi, dan pada tahun 50 SM Raja/ Prabu Sri Mahapunggung I (juga dikenal sebagai Ki Ajar Padang I) melakukan perubahan terhadap huruf/ aksara, serta sastra Jawa.

Bila kalender Jawa dibuat berdasarkan‘Sangkan Paraning Bawana‘ (=asal usul/ isi semesta), maka aksara Jawa dibuat berdasarkan “Sangkan Paraning Dumadi” (=asal usul kehidupan), serta mengikuti peredaran matahari (=Solar System).

Apabila ditilik berdasarkan penanggalan Jawa yang diciptakan mPu Hubayun pada 911 SM, maka saat ini (2013) adalah tahun 2924 Jawa (asli, bukan Saka, Jowo kini, atau Hijriah). Sebuah Kalender asli yang dibuat tidak berdasarkan agama, atau aliran kepercayaan apapun.

Dengan demikian, tinggal selangkah lagi untuk menemukan bukti-bukti arkeologi autentik lainnya, setelah penemuan lempeng tanah persawahan yang diperkirakan berumur 6000 tahun lebih di kedalaman laut Jawa, maka penemuan kalender yang telah berumur 15 ribu tahun itu bisa di pastikan memang berasal dari peradaban Nusantara :)…
Dasar perhitungan kalender yang di Bali disebut tiko/tika (nohon korèksi),
pada gambar dibawah, masih digunakan sambai saat ini untuk dasar perhitungan pada kalender Bali.

Hubayun - baca insiklopedia.

PERBANDINGAN TAHUN KALENDER

Kalender Internasional thn 2022
Kalender China thn 2573
Kalender Hijriah thn 1443/1444
Kalender Jawa thn 1955
Kalender Jawa Kuno thn 2933

Sejarah dan penemuan" situs membuktikan bahwa peradapan dan budaya kita bukan budaya ècèk"
Sepatutnya kita bangga dengan budaya kita sendiri.
Sungguh mengagumkan leluhurku..

18/08/2022

MISTISME SYEKH SITI JENAR - 2

Sun dudu krerehanira/, mung pada tinitah mati/, aneng donya nora lama/, nuli bari urip maning/, nadyan sri Narapati/, kang nimbali marang ingsun/, ingsun tan arsa seba/, wit ingsun urip pribadi/, tan rumasa den- uripi Sultan Demak/[31];

Artinya :

Saya kan bukan hamba mereka. Kita sama-sama akan mati, tetapi tempat tinggal kita di dunia ini tidak lama, segera kita akan hidup kembali. pilihan sang raja sendiri yang memanggil saya, saya tidak sudi menghadap, karena saya hidup dari diriku sendiri (atau, sayalah hidup itu sendiri); saya tidak merasa menerima hidup dari Sultan Demak [31];

Tan kabawah tan kaprentah/, ingsun jumeneng pribadi/, bumi langit darbekingwang/, sanadyan kang surya sasi ya darbek-sun pribadi/, mengko tekana kang ngaku/, kumawa kuma-wasa/, arsa masesa mring mami/, sun tan arsa eh Pangran Bayat wruhanta/[32];

Artinya :

Saya tidak berada di bawahnya dan tidak menerima perintah-perintahnya. Saya berada karena saya sendiri, langit dan bumi milikku, bahkan matahari dan rembulan itu milik saya pribadi. Lalu ada seseorang yang katanya berkuasa dan meraja, yang ingin mengemudikan saya. Bukan Pangeran Bayat, saya tidak sudi, ketahuilah itu baik-baik [32];

Jatine wali narendra/, pada bae lawan mami/, neng donya asipat sawa/, besuk bosok awor siti/, mulane sun tan apri/, rineh sama ning tumuwuh/, lan maning kawuruhana/, kang aran kaula gusti/, sajatine dudu sama ning maungsa/ [33];

Artinya :

Sebetulnya para wali dan raja sama saja dengan saya. Di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi busuk dan tercampur tanah. Oleh karena itu saya tidak akan diperintah oleh sesama makhluk. menemukanlah juga, apa yang terjadi kawula-gusti tidak berkaitan dengan sese-orang manusia biasa seperti yang lain-lain [33];

Yeku wus aneng manira/, nora pisah rina wengi/, namung ing mengko kewala/, ana aran kwula gusti/, suwene ingsung mati/, benjing yen ingsun wus idup/, sirna gusti kaula/, mung kari urip pribadi/, langgeng meneng aneng anane priyangga/ [34];

Artinya :

Kawula dan gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya mungkin sendiri, ketentraman langgeng dalam Ada sendiri [34];

Eh sira Pangeran Bayat/, lamun sira tan udani/, jatine wuwus manira/, pantes lamun sira maksih/, kerem neng jaman pati/, ing kene keh kang tinemu/, lalangen warna-warna/, maneka amilangeni/ tan wruh lamun pakartine pancadriya / [35];

Artinya :

Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera [36];

[Bersambung]

https://youtu.be/7LW7HrZTiqk

07/08/2022

TIGA SEJARAH PENTING DI TIMUR JAWA

Kemaharajaan Majapahit menjadi sangat maju saat dipimpin Maharajadiraja Sri Rajasanagara Dyah Hayam Wuruk dengan didampingi oleh seorang Mapatih Amangkubhumi ri Wilwatikta yaitu Gajah Mada. Hal ini tidak terlepas dari usaha Gajah Mada menyatukan seluruh Nusantara dibawah duli Majapahit dengan dikumandangkan nya sumpah Amukti Palapa.
Kadipaten Balumbungan yang merupakan satu dari wilayah kadipaten di Majapahit pun tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa penting di tanah Jawa. Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan yang saat itu memimpin Kadipaten Balumbungan selalu diikutkan dalam setiap upacara kenegaraan Majapahit karena dianggap sebagai Lumbung nya orang-orang kutharaja Majapahit.

Pada tahun 1369, Sri Maharaja Rajasanagara Dyah Hayam Wuruk menaikkan status Kadipaten Amancanagari Patukangan menjadi sebuah Mandala yang diberi nama Wirabhumi, dengan menunjuk menantunya yang bernama Negarawardhani sebagai penguasa bergelar Bhre Wirabhumi I ( 1369-1375 ). Sementara itu, Adipati Patukangan sebelumnya yaitu Arya Sura Adikara dipindah tugaskan menjadi Adipati di Lamajang.

Mandala Wirabhumi terletak diantara pantai utara dan jajaran Gunung Brahma-Hyang/Argapura-Mahameru/Bayu. Diberi nama Wirabhumi karena disanalah para Wira seperti Mapatih Gajah Mada dan Jalasenopati Mpu Nala mendapat perdikannya. Selain itu, di hutan yang angker dan penuh binatang buas yang berada di selatan Gunung Hyang dan di timur Gunung Mahameru berdiri banyak pasraman dan kadewaguruan tempat para Ajar memberikan ilmu kepada para calon tandha di berbagai daerah Nusa Jawa ini.

Ketika Rajadewi dan Tribuwana tunggadewi mangkat pada tahun 1372 dan 1375, Bhre Wirabhumi I Negarawardhani dipindah tugaskan menjadi Bhre Lasem II. Kemudian Sri Maharaja Hayam Wuruk menunjuk putranya yaitu Aji Rajanatha Dyah Kebo Mercuet/ Lembu Amisani menggantikan kedudukan istrinya sebagai Bhre Wirabhumi II di Patukangan( 1375-1388 ).

Bhre Wirabhumi II Aji Rajanatha Dyah Kebo Mercuet memiliki 3 orang istri.

1. Permaisuri Bhre Lasem II Negarawardhani, memiliki 4 orang putra

●. Bhre Pakembangan Aji Paramishora
●. Bhre Mataram IV Dewi Alun Sasmitapuri Dyah Aniswari
●. Bhre Lasem V Duhitawardhani
●. Bhre Matahun II Dewi Seruni

2. Istri kedua Gusti Mahisawardhani( adik tiri Arya Sura Adikara adipati Lamajang ), memiliki 2 orang anak

●. Mahisa Kumbharawa di Wanasalam dan,
●. Mahisa Argapura di Gunung Lamongan

3. Istri ketiga Gusti Ayu Kepakisan( putri Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan di Balumbungan )memiliki 2 orang anak

●. Pangeran Kendali ( Adipati Balumbungan ke-3 ) dan,
●. Dewi Nandiswari

Pada tahun 1376, Sri Maharaja Hayam Wuruk membentuk badan koordinasi wilayah yaitu Nusantara, Dwipantara, dan Desantara yang terbagi menjadi tiga Kedhaton; Kulon di Pajajaran, pusat di Trowulan, dan wetan di Pamwatan. Sri Maharaja Hayam Wuruk menunjuk mertuanya Bhre Wengker I Wijayarajasa Dyah Kudamerta( 136-1388 ) menjadi penguasa di Kedhaton Wetan yang berkedudukan di Pamwatan( Porong, Sidoarjo ) dengan gelar Bhattara Parameswara Ring Pamwattan I dengan tetap tunduk pada penguasa pusat di Trowulan. Wilayahnya meliputi Mandala Kahuripan/Surabhaya, Mandala Tumapel/Malang, Mandala Wirabhumi/Patukangan, Kadipaten Pasadehan/Pasuruhan, Kadipaten Lamajang, Kadipaten Balumbungan, dan Mandala Pakembangan/Bondowoso serta daerah-daerah terluar Nusantara dibagian Timur.

Ketika penguasa Kedaton Wetan Dyah Kudamerta mangkat, kedudukannya dijabat oleh Aji Rajanatha Dyah Kebo Mercuet.
Bhre Wirabhumi II Aji Rajanatha Dyah Kebo mercuet merangkap jabatan sebagai Bhattara di Pamwatan dan Bhre di Mandala Wirabhumi, hal itu disetujui oleh Sri Maharaja Hayam Wuruk dengan menyerahkan beberapa pusaka Nagara Jawa sebagai simbol penyerahan kekuasaan kepada Aji Rajanatha Dyah Kebo Mercuet yang kemudian disusul mangkatnya Sang Raja pada tahun 1389.

Setelah mangkat, Maharatu Prabustri Sri Kusumawardhani diangkat menjadi penguasa Kemaharajaan Majapahit. Setelah mencapai puncaknya, Prabustri Kusumawardhani melantik suaminya Bhre Mataram I Wikramawardhana menjadi Ratu Agahabaya dan Gajah Manghuri sebagai senopati.

Sumber ;
Negarakŕtagãma
Pararaton
Siwisang, Girindra
Babad Balumbunan

Pict by, google search

20/04/2022




19/04/2022



Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when The Espedisi posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share

Category