Dusun Cadas

Dusun Cadas Media Warga

Monumen Dusun CadasBerdirinya Dusun Cadas masih belum bisa dipastikan sejak tahun berapa. Akan tetapi beberapa orang tau...
24/12/2023

Monumen Dusun Cadas

Berdirinya Dusun Cadas masih belum bisa dipastikan sejak tahun berapa. Akan tetapi beberapa orang tau terdahulu yang lahir pada tahun 80-an telah mengabarkan bahwa pemukiman di Dusun Cadas telah ada sejak tahun 735 Masehi. Pernyataan tersebut sejatinya masih memerlukan riset mendalam agar berdirinya Dusun Cadas tidak menyebabkan kesimpangsiuran di antara masyarakat.

Minimnya literatur serta telah berp**angnya orang tua terdahulu kepada sang pemilik kehidupan menjadikan sulitnya menelusuri jejak masa lalu berdirinya Dusun Cadas. Sehingga semua masyarakat di Dusun Cadas secara sadar, dirinya mengakui bahwa jiwanya tinggal di Dusun Cadas. Namun tidak dengan nilai-nilai history masa lalu yang tinggal dalam jiwa maupun benaknya terkait tempat tinggal dirinya yakni Dusun Cadas.

Meski begitu sesepuh di Dusun Cadas seperti Suatma (93), Basuni (88), Rowi (99), dan Udo (94) masih mengingat peristiwa yang menjadikan Dusun Cadas sebagai sebuah nama dari tempat tinggal dari ratusan kepala keluarga itu.

Sedangkan peristiwa yang menyebabkan sebuah penyematan nama terhadap tempat tinggal atau pemukiman itu yakni,

Pada mulanya penamaan Dusun Cadas bernama Buni Asih. Penamaan Buni Asih diperkirakan karena letak geografis pemukiman rumah warga itu bersembunyi di tengah hutan belantara. Hal inilah mengapa dinamakan 'Buni' serapan dari bahasa Sunda yang berarti 'tersembunyi atau rahasia'. Sedangkan kata Asih (Kasih, Sayang) itu sendiri mengingatkan kepada seorang pembuka lahan pertama bernama Buyut Kasih.

Namun seiring berjalannya waktu, penamaan Buni Asih pun berganti menjadi Cadas. Masyarakat setempat sampai sejauh ini, belum mengetahui di tahun berapa pergantian nama dari Buni Asih menjadi Dusun Cadas itu. Meski begitu sebagian para orang tua terdahulu yang lahir pada tahun 80-an, sebagian masih mengingat alasan pergantian nama tersebut.

Pergantian nama tersebut disinyalir terjadi akibat ada sebuah peristiwa langka ditengah masyarakat pada waktu itu. Hal itu berawal dari keberadaan Buyut Kasih sebagai tuan tanah di Dusun Cadas pada zamannya. Buyut kasih memiliki luas garapan tanah hingga ke desa sebelah yakni Cengal.

Kepemilikan tanah pada massa itu mendapatkan suatu kebebasan tersendiri. Sehingga para orang tua di Dusun Cadas sempat mengatakan bahwa 'siapa saja yang memiliki tenaga berlebih dipastikan garapan tanahnya pun akan luas.' Dan salah satu faktor kedua mengapa memiliki garapan tanah cukup luas karena jumlah penduduk massa itu masih sangat sedikit sedangkan lahan untuk bertani begitu luas. Lain halnya dengan sekarang setiap individu telah memiliki surat tanah masing-masing menandakan jumlah penduduk kian hari kian bertambah. Luasnya tanah garapan Buyut Kasih menghasilkan hasil panen begitu melimpah terutama dalam sektor tumbuhan padi.

Kelimpahan dari penen padi itu menyebabkan hasil dari panen padi menumpuk. Sehingga padi yang menumpuk itu hingga bertemu dengan panen berikutnya masih tersedia sangat banyak. Sedangkan para penduduk Dusun Cadas di massa awal hanya terdiri dari 20 kepala keluarga. Padi yang berlimpah itu pun pada akhirnya tidak kemakan dan saking lamanya tertimbun maka padi pun mengeras seperti sebuah tanah merah yang keras (Cadas). Peristiwa ini menjadikan sebuah alasan orang tua terdahulu mengganti nama dari Buni Asih menjadi Dusun Cadas sampai saat ini.

Banyak yang mengira bahwa nama Dusun Cadas tersematkan lantaran di tempat tersebut terdapat sebuah bukit tanah cadas. Padahal penyematan nama Dusun Cadas disebabkan karena padi yang tertimbun cukup lama menyebabkan padi mengeras seperti Cadas. Sehingga pada waktu hendak mengambilnya terpaksa para pendukung harus menggunakan benda tumpul untuk mengambilnya. Inilah alasan orang tua terdahulu di Dusun Cadas menamai tempat tinggalnya dengan Dusun Cadas.

* Pentingnya Pembuatan Monumen

Monumen merupakan sebuah karya tiga dimensi untuk menjaga ingatan kolektif atau memori kolektif masyarakat akan suatu peristiwa. Biasanya sebuah monumen terbuat dari logam, batu, maupun sebuah kayu yang telah diawetkan.

Keberadaan sebuah monumen menjadi sebuah alasan tersendiri untuk menjaga ingatan masyarakat akan sebuah peristiwa lahirnya sebuah nama Dusun Cadas. Sehingga generasi seterusnya memahami serta mengingat akan jatidirinya sekaligus merawat history dari tempat tinggalnya.

Sayangnya hal ini bagi sebagian masyarakat merupakan sesuatu hal yang tidak penting. Terdapat segudang alasan mengapa masyarakat tidak menyetujuinya. Bisa jadi karena tidak mengenal history tempat tinggalnya, bisa juga karena buat apa bikin sebuah patung.

Kedua alasan ini cukup kentara di tengah masyarakat padahal keberadaan monumen bukan untuk menyembahnya. Melainkan sebagai sebuah bentuk penghormatan atas jasa para leluhur dalam membangun sebuah pemukiman. Bagaimana menamai tempat tinggalnya, membebenah lahan dari semak belukar, menciptakan sebuah lingkungan yang intinya agar kerasaan, dsb.

Ini mungkin terdengar sangat sepele. Padahal bagaimana sebuah nama Dusun Cadas pada akhirnya dapat diterima oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Yang mana pada mulanya mungkin hanya segelintir orang saja yang mau mengatakan bahwa 'kamu tinggal di mana? Di Dusun Cadas'. Bagaimana orang tua terdahulu menciptakan sebuah kebanggaan bahwa dirinya tinggal di Dusun Cadas. Sehingga di kemudian hari yakni hari ini jika ditanya tinggal di mana ya di Dusun Cadas.

Sedangkan salah satu bukti bahwa pada akhirnya Dusun Cadas diakui oleh umat manusia di dunia ini. Ketika para perantau di Dusun Cadas mulai untuk menjelajah ke berbagai kota maupun negara. Maka ketika itu pun barang-barang dari luar kota dan negara lain dapat sampai ke tempat tinggal. Logikanya jika nama Dusun Cadas tidak diakui. Maka bisa jadi si pengirim barang berdebat panjang terkait sebuah nama padahal hanya ingin mengirim sebuah bingkisan makanan ringan ke keluarga di Dusun Cadas. Nyatanya selama ini, para kurir mengantarkan paket tepat berada di posisi depan rumah si pemilik bingkisan tersebut.

Oleh karena itu tidakkah menyadari apa yang telah diupayakan oleh para orang tua terdahulu begitu berjasa kepada generasi selanjutnya ? Lantas apakah jasa itu akan dilupakan begitu saja ? Sudah seharusnya mulai bergeliat bergerak melangkah untuk menghormati jasa para orang tua terdahulu dengan membuat sebuah monumen Dusun Cadas.

Penghormatan kepada para orang tua terdahulu dalam pembentukan sebuah perkampungan jelas pada akhirnya akan dirasakan secara langsung kepada mereka yang terlibat dalam gerakan ini. Monumen yang telah berdiri kokoh pada akhirnya akan menciptakan sebuah kebanggan di tengah masyarakat. Dan kebanggan ini di kemudian hari dapat menarik banyak pengunjung untuk mengamati lebih dekat jasa para orang tua terdahulu di Dusun Cadas.

Jelas gerakan kebudayaan ini mampu menarik para wisatawan dan seiring berjalan waktu jika pengelolaannya baik. Maka pendapatan desa begitu pun masyarakatnya perlahan akan meningkat. Inilah penting sebuah monumen serta manfaat yang terkandung di dalamnya.

Penulis : Rafi Asamar Ahmad
Jenis Tulisan : Opini
Kategori Tulisan : Kebudayaan

Menyederhanakan Kebahagiaan, Emang Bisa  ? Apakah akan merasa bahagia, saat barang-barang mewah terparkir di halaman dep...
08/11/2023

Menyederhanakan Kebahagiaan, Emang Bisa ?

Apakah akan merasa bahagia, saat barang-barang mewah terparkir di halaman depan rumah tetangga anda ?

Tidakkah anda akan merasa terkesima tatkala tetangga depan rumah ternyata mampu membeli barang-barang elektronik super mewah sedangkan anda hanya terdiam dan terperanga, lantas tetangga anda berteriak, tolong d**g bantuin angkat barang-barang ini;

- Televetion (TV) dengan merek terkemuka, 'Stuart Hughes Prestige HD Supreme Rose' seharha Rp.31,3 miliar.
- Kulkas bermerek 'Hestan Side-by-Side' seharga Rp.844,1 juta.
- Alat transportasi berupa motor mewah bermerek 'Neiman Marcus Limited Edition Fighter' seharga US$11 per-unitnya setara dengan Rp.163,7 miliar.
- Atau mobil mewah bermerek 'Mercedes-Benz 300 SLR Uhlenhaut 1955' seharga US$143 Juta setara dengan (Rp.2,19 Triliun).

Apakah dalam sanubari anda akan timbul rasa bahagia atau justru malah sebaliknya anda merasa panas menyaksikan pencapaian dari tetangga itu sendiri ?

Sebenernya apa sih bahagia itu? Dan bagaimana upaya dalam mencapai suasana bahagia dalam diri ? Apakah rasa bahagia itu baru akan timbul setelah semua pencapaian yang dicita-citakan terlaksana ? Sehingga saat pencapaian terdahului oleh tetangga justru timbul perasaan panas, iri, dan dengki kian membara dalam jiwa. Dan untuk menjawab itu semua, mungkin ada baiknya mengenal terlebih terdahulu, apa itu pengertian bahagia ?

Terdapat banyak definisi bahagia, sedangkan kata 'bahagia' sebagaimana yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ba-ha-gia adalah keadaan atau perasaan senang dan perasaan tenteram yang di mana dalam kondisi bebas dari segala hal yang menyusahkan hidup kita.

Jelas di sini bahwa bahagia itu erat kaitannya dengan suasana hati yang diliputi perasaan senang dan tentram. Oleh karena itu dalam memperoleh perasaan senang dan tentram, tentu ada banyak cara sesuai dengan kecenderungan dari setiap individu itu sendiri.

Maka terkadang sering menemukan seseorang nampak berbunga-bunga setelah mendapatkan pesan balasan dari pasangan, atau tercapainya keinginan untuk membeli barang yang telah lama diidamkan. Mungkin juga bahagia itu baru akan tercipta setelah memuntahkan semua kekesalan akibat tidak kunjung dapat pekerjaan, belum kunjung menikah, atau tak kunjung mendapatkan momongan.

Jadi perasaan bahagia itu harus dalam kondisi seperti apa ? Ternyata menurut seorang filsuf seperti Aristoteles kebahagiaan adalah sesuatu yang sifatnya dapat dirasionalkan dan melalui perenungan.

Maka dari itu, banyak kita menemukan bahwa kebanyakan orang malah menciptakan sebuah standar kebahagian kepada suatu pencapaian. Padahal menurut filsuf Aristoteles bahwa kebahagiaan itu sifatnya rasional setelah sebelumnya melalui perenungan. Itu artinya bahagia atau kebahagiaan itu sejatinya setiap orang mampu mengontrol. Yang menjadi keliru yakni ketika kebahagiaan itu dijadikan sebuah standar terhadap setiap individu.

Mungkin sering mendengar bahwa terdapat sebuah pernyataan, "Tuh liat tetangga kamu baru beli motor mewah, kamu tidak menginginkannya ?". Tidak hanya itu, berhubung masyarakat di Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang ramah sehingga hal privasi pun terkadang kerap ditanyakan, " Kemarin si A sudah nikah, terus kamu kapan ?".

Pernyataan-pernyataan ini seperti tengah memukul rata bahwa kebahagiaan itu ketika pencapaian orang lain terpenuhi lantas kita pun harus seperti dia. Padahal setiap orang memiliki jalan hidupnya dan setiap orang memiliki pencapaian kebahagian tersendiri.

* Menyederhanakan Kebahagiaan

Penting kiranya menyederhanakan kebahagian agar perasaan senang dan tentram setiap hari menyertai jiwa. Menyederhanakan kebahagian bukan berarti tengah menghilangkan pencapaian utama. Akan tetapi menyederhanakan kebahagian merupakan sebuah proses untuk mencapai keinginan yang utama.

Hal ini bertujuan agar dikala pencapaian utama tidak terpenuhi maka diri akan terhindar dari frustasi yang mengganggu jiwa. Oleh karena itu, dengan menyederhanakan kebahagian jiwa akan merasa senang dan tentram di setiap harinya. Maka ketika pencapaian kebahagian dimulai dari hal-hal sederhana seperti;

'Alhamdulillah, tetangga kita mampu membeli barang-barang mewah' atau 'Alhamdulillah, tetangga kita pagi tadi menyiram bunga kesayangannya".

Hal sederhana ini mampu menciptakan suasana hati senang dan tentram di setiap harinya. Tentu, jika suasana hati senang dan tentram berpengaruh kepada aktivitas sehari-hari. Suasana hati yang tenang dan tentram tentu dalam melakukan pekerjaan pun menjadi lebih fokus, komunikasi bagus, perilaku baik, serta pribadi pun akan menjadi jauh lebih baik.

Lain halnya jika tidak menyederhanakan kebahagian. Dan berfokus kepada bahwa kebahagian itu baru akan tercipta ketika uang dalam dompet itu ada, atau ketika panen melimpah. Jelas di sini jiwa akan merasa tertekan karena uang dan hasil panen terkadang tidak sesuai dengan harapan, sedangkan kebahagian seperti halnya uang itu sendiri harus selalu ada dalam setiap jiwa di setiap harinya.

* Efek Kebahagian Berlebihan

Kebahagiaan yang berlebih atau tidak bisa terkontrol memiliki dampak negatif bagi kondisi mental. Seperti kondisi kebahagian yang begitu euforia.

Euforia adalah kebahagiaan yang berlebihan atau sangat positif. Sebagaimana dilansir dari MedicineNet bahwa perasaan euforia ini mewakili tingkat kebahagiaan atau kepuasan yang ekstrem, melebihi respons emosional normal.

Sehingga hal ini berkaitkan dengan gangguan gangguan tertentu, misalnya bipolar. Bipolar adalah Suatu gangguan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati mulai dari posisi terendah seperti depresi.

Penyebab pasti gangguan bipolar tidak diketahui, namun kombinasi genetika, lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin berperan atas terjadinya gangguan. Intinya segala sesuatu itu memiliki efek bagi diri atau jiwa, termasuk bahagia itu sendiri yang bisa menjadi negatif.

Yuk mari menyederhanakan kebahagian :)

Penulis : Gugun Gunawan Mahasiswa Universitas Majalengka
Jenis tulisan : Artikel
Editor : Rafi Asamar Ahmad

Pengrajin Legendaris Anyaman Bambu Di Dusun CadasWarya (68) yang kerap disapa mang Eyod itu merupakan seorang pengrajin ...
02/11/2023

Pengrajin Legendaris Anyaman Bambu Di Dusun Cadas

Warya (68) yang kerap disapa mang Eyod itu merupakan seorang pengrajin legendaris anyaman bambu di Dusun Cadas. Ia menghabiskan sisa usianya untuk terus menghasilkan ragam kerajinan dari sebuah bambu. Mulai dari aseupan, hihid, dingkul, tapian, boboko, dsb.

Hasil dari anyaman bambu memilikinya dipercaya mempunyai tingkat kerapihan yang cukup memuaskan. Sehingga sebagian besar para ibu rumah tangga di Dusun Cadas, telah menggunakan dan memiliki hasil anyaman mang Eyod.

Sedangkan pagi itu, Eyod nampak tengah 'Ngahua' yakni menguliti sebuah bambu untuk keperluan membuat aseupan. Bagi yang belum mengetahui bahwa aseupan merupakan sebuah benda penyangga untuk mengukus nasi. Bisa dilihat dari bentuknya, aseupan memiliki bentuk segitiga seperti sebuah piramida.

Sedangkan ngahua merupakan tahap awal untuk memulai menganyam. Sehingga ngahua merupakan sebuah proses yang cukup krusial, dalam menentukan kelenturan bambu, yang sesuai dengan keperluan dari kerajinan itu sendiri. Maka tingkat kelenturan bambu yang dikuliti (ngahua) untuk membuat aseupan akan berbeda dengan tingkat kelenturan dalam pembuatan dingkul maupun tapian.

Tingkat kelenturan bambu yang dikuliti untuk pembuatan aseupan harus benar-benar lentur. Oleh karena itu, Eyod kerap menjemur batang bambu di bawah terik matahari untuk beberapa pekan. Sinar matahari yang panas dapat membantu batang bambu menjadi lentur dan tidak mudah patah.

Barulah setelah proses ngahua, mulai untuk menganyam dan membentuk kerajinan bernama aseupan. Hasil kerajinan yang telah jadi, Eyod menjualnya dengan harga yang bervariasi, sesuai dengan tingkat kesulitan dalam proses pembuatan. Biasanya Eyod memasang tarif antara Rp. 12.000; - Rp. 40.000;.

Sejauh ini para pemesan hanya dalam lingkup Dusun Cadas, terkadang ada saja yang pesan dari Desa sebelah. Akan tetapi minimnya orang yang mengetahui keberadaan mang Eyod sang pengrajin anyaman legendaris di Dusun Cadas. Menyebabkan banyak waktu luang mang Eyod yang tidak produktif dan sedikit menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Padahal menganyam merupakan mata pencaharian utama mang Eyod yakni membuat kerajinan dari anyaman bambu. Maka jika tidak ada yang memesan anyaman bambu di hari itu, mang Eyod terpaksa menyimpannya sampai ada yang membeli.

Keterbatasan dirinya untuk mengakses teknologi menjadi kendala utama dalam pemasaran kerajinan miliknya. Sehingga jangkauan pemasarannya hanya dalam lingkup kecil. Padahal jika aktif di media sosial mungkin pesanan untuk membuat kerajinan anyaman bambu itu akan jauh lebih banyak.

Berhubung mang Eyod ini telah berusia lanjut dan tidak terlalu mengerti tentang dunia teknologi, menyebabkan mang Eyod hanya bisa menunggu pesanan yang datang ke rumahnya.

Penulis : Rafi Asamar Ahmad
Jenis Tulisan : Feature
Kategori : Sosok

Wisata LeleweunganSetiap daerah di suatu tempat tentu memiliki kekhasan serta keindahan tersendiri. Sebagaimana di Dusun...
28/10/2023

Wisata Leleweungan

Setiap daerah di suatu tempat tentu memiliki kekhasan serta keindahan tersendiri. Sebagaimana di Dusun Cadas, Desa Anggrawati, Kec. Maja, Kab. Majalengka, Jawa Barat, menyimpan pesona alam yang eksotis.

Bagaimana tidak ?! Perbukitan yang nampak di mana-mana menjadi ciri khas pesona alam di Dusun Cadas. Sehingga membentuk sebuah lembah yang diapit oleh beberapa bukit dengan sungai memanjang beserta air mengalir di bawahnya. Hal tersebut bisa ditemukan jika menelusuri perjalanan ke arah 'Lebak Cikareto' yakni suatu tempat diujung sebelah Utara Dusun Cadas.

Di sana para pejalan kaki akan disuguhkan view perbukitan dengan udara segar beraroma pohon pinus. Yang mana sepanjang perjalanan kedua bola mata akan menemukan spot foto yang menarik dan tentu bisa didokumentasikan.

Memang jarak Lebak Cikareto dari pemukiman warga lumayan jauh. Sehingga mereka yang hendak menikmati keindahan alam Dusun Cadas harus melewati beberapa tempat. Seperti Kebon Uti, Pasir Anjing, Pasir Kuda, Jambe Handap, Sanding kemudian Lebak Cikareto. Diperkirakan jarak tempuh dari pemukiman warga menuju lokasi, sekitar Lima Kilometer, dengan lama 45 menit.

Wisata Leleweungan Penuh Makna

Teramat disayangkan jika pesona alam ini hanya dinikmati oleh warga sekitar di Dusun Cadas. Padahal mereka yang bosan dengan gedung-gedung pencakar langit serta aktivitas bekerja yang cukup jenuh dan melelahkan. Justru mereka itulah yang paling membutuhkan suasana hijau khas dedaunan. Maka berwisata leleweungan sepertinya dapat menjadi sebuah alternatif untuk mengembalikan mood itu sendiri.

Wisata leleweungan merupakan sebuah destinasi wisata paket perjalanan untuk menikmati pesona keindahan alam Dusun Cadas. Sedangkan pesona keindahan alam itu hanya akan dinikmati melalui berjalan kaki dan bermalam di Lebak Cikareto.

Memang untuk menuju ke titik tersebut terdapat akses jalan setapak untuk kendaraan roda dua. Berhubung Indonesia merupakan negara dengan peringkat kesepuluh obesitas. Maka wisata leleweungan berupaya untuk lebih mengutamakan kesehatan tubuh melalui berjalan kaki menikmati suasana pedesaan.

Lagi p**a berjalan kaki bagi seorang manusia itu penting. Oleh karena itu, minimal sehari manusia harus berjalan kaki sekitar 10.000 langkah. Hal ini bertujuan agar dapat membakar kolestrol, menurunkan berat badan, serta membuat detak jantung lebih sehat.

Penulis : Rafi Asamar Ahmad
Jenis Tulisan : Artikel
Kategori : Wisata

Upaya Perkuat Keharmonisan, Melalui Pendekatan Budaya 'Ngaliwet'Pekarangan ibu Aina Nurjanah seorang guru di Sekolah Das...
25/10/2023

Upaya Perkuat Keharmonisan, Melalui Pendekatan Budaya 'Ngaliwet'

Pekarangan ibu Aina Nurjanah seorang guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Anggrawati II, menjadi titik berkumpul bagi sebagai warga di Blok Minggu Dusun Cadas, Desa Anggrawati, Kec. Maja, Kab. Majalengka, Jawa Barat.

Kehadiran para warga ini tentu tengah menanti nasi liwet yang matang dalam sebuah kawali. Ngaliwet merupakan bagian dari bentuk pelestarian nilai budaya kesundaan yang saat ini cukup populer. Dan masyarakat di Dusun Cadas masih tetap melestarikan kebiasaan ngaliwet itu sendiri.

Meskipun sebenarnya jika diteliti lebih jauh bahwa masyarakat di Dusun Cadas ini, merupakan sebuah tatanan masyarakat yang sebagian besar telah terkontaminasi oleh ragam budaya dari luar.

Sehingga nilai kesundaan perlahan bertransformasi menjadi sebuah percampuran budaya antara Kesundaan, Ke-timur-tengahan dan Kebarat-baratan. Akulturasi budaya ini tidak hanya dapat ditelisik melalui perkataan, bentuk bangunan, stail rambut, fashion, maupun sebuah kebiasaan yang saat ini tengah berlangsung.

Sebagai contoh; anak gadis di Dusun Cadas akan lebih s**a menggunakan celana jeans dari pada samping. Menurutnya menggunakan celana jeanns itu keren, sedangkan menggunakan samping sebagai pelengkap berpakaian menggantikan celana telah ketinggalan zaman.

Pola pikir seperti ini, secara tidak sadar membentuk perspektif bahwa budaya Barat dengan celana jeans-nya itu keren. Sedangkan samping milik nenek moyang itu kuno dan ketinggalan zaman. Dan benar saja tidak ada remaja perempuan di Dusun Cadas yang berupaya mengenakan samping di luar rumah sebagai sebuah fhasion yang dibanggakan. Bisa jadi tidak menggunakan karena tidak mengetahui cara mengenakannya. Atau justru terselip harga diri akan jatuh di mata umum jika mengenakan samping itu sendiri. Dalam arti lebih spesifik yakni gengsi.

Tidak hanya itu penggunaan kopiah pun merupakan suatu hal yang terkesan sakral. Padahal orang Sunda telah terbiasa dengan ikat Sundanya. Bukan-kah keduanya berfungsi sebagai penutup kepala ? Akan tetapi mengapa jika pergi ke mesjid harus ber-kopiah, tidakkah menggunakan ikat Sunda sama saja. Mungkin ini akan menjadi perdebatan cukup sengit hanya perkara penutup kepala.

Sedangkan di ranah infrastuktur misalnya, model rumah orang Sunda berdinding anyaman bambu serta panggung. Kini model rumah seperti itu dianggap bukan rumah layak huni. Padahal selama orang tersebut yang tinggal di dalam rumah itu tertidur dengan p**as. Itu artinya rumah tersebut nyaman dan layak huni.

Konotasi yang meng-diskreditkan itu perlahan menggeser nilai budaya. Lantas menciptakan sebuah perspektif dalam benak masyarakat bahwa 'rumah bilik dan panggung itu miskin dan hina'. Pola seperti ini sebenarnya tengah menggiring masyarakat untuk lebih konsumtif yakni bergantung pada hasil produk pihak lain. Pembelian semen, pasir, batu bata, sedangkan jika hanya menggunakan anyaman bambu, bambu bisa diproduksi sendiri dengan menanamnya.

Dalam tatacara makan pun perlahan mulai bergeser, orang Sunda terbiasa menggunakan tangan kosong untuk makan. Namun kebiasaan tersebut dianggap jorok semenjak kehadiran sendok dan garpu. Pada mulanya sendok dan garpu berasal dari Mesir akan tetapi semenjak ada aturan tatacara makan atau tabel manners ala Eropa, menciptakan sebuah kesan bahwa makan tanpa sendok dan garpu berasa tidak elegan dan terkesan jorok.

Nyatanya dalam penggunaan bahasa pun sebagian cenderung lebih menyukai menggunakan kata 'Aana' dan 'Antum' dari pada 'Abdi', 'Urang', 'Simkuring', bahkan 'Aing'. Sehingga dalam percakapan terdengar sangat gado-gado, 'Aana bade netepan heula nya, Antum mau ikut sekalian ?'

Itulah beberapa nilai dari percampuran budaya yang kini melekat pada masyarakat di Dusun Cadas. Meski terkesan tidak lagi murni sebagai suatu tatanan masyarakat yang menjung-jung nilai-nilai kesundaan. Akan tetapi dalam beberapa praktek berinteraksi, nilai dari tradisi Sunda masih melekat.

• Ngaliwet Upaya Perkuat Keharmonisan

Sebagaimana terlihat sebagian warga di Blok Minggu Dusun Cadas masih nampak guyub mengadakan ngaliwet. Ngaliwet merupakan suatu kegiatan makan bersama dengan lauk pauk seadanya. Ngaliwet tentu berbeda dengan botram meski pun secara umum pada akhirnya makan bersama, akan tetapi dalam prosesnya memiliki perbedaan.

Botram atau makan bersama memiliki ciri khas, setiap individu sebelumnya diharuskan membawa perbekalan masing-masing. Lantas makan bersama di suatu tempat yang telah dijanjikan atau disepakati.

Sedangkan ngaliwet terdapat kesinambungan satu dengan yang lainnya, untuk menjadikan bahan mentah menjadi hidangan siap santap. Maka dalam prosesnya setiap individu memiliki peranan masing-masing, ada yang bertugas membersihkan nasi kemudian menanak nasi di atas tungku, menyiapkan lauk pauk, mengambil daun pisang sebagai alas untuk makanan dihidangkan, dsb.

Melalui ngaliwet itu p**a-lah, tercipta sebuah gotong royong demi mencapai sebuah tujuan yakni makan bersama dari hasil kerja secara bersama-sama. Dan yang menjadi unik yakni pada prosesi makan.Nasi liwet dan lauk pauk, dihamparkan di atas daun pisang secara memanjang. Kemudian satu sama lain saling berhadapan untuk memulai makan bersama.

Ketika makan nyata terasa suasana kebersamaan, saling berbagai serta tercipta nilai kesetaraan. Tidak ada nuansa tinggi dan rendah semua sama duduk bersila dan memakan hidangan ala kadarnya seperti sambal, ikan asin, tempe, tahu, atau ayam bakar. Dan kesemua hidangan itu secara merata dibagikan. Ini merupakan nilai kesundaan yang identik dengan upaya mepemperkuat keharmonisan antara teman, tetangga, maupun keluarga itu sendiri.

Oleh karena itu, di arus persaingan nilai kebudayaan semakin kencang melalui sebuah tontonan berupa tiktok, youtube, snakvideo, instagram, facebook, dsb. Menciptakan kondisi masyarakat begitu sangat beragam sesuai dengan kecenderungannya itu sendir.

Itu artinya pengaruh kebudayaan yang tidak bisa dibendung mengharuskan masyarakat satu dengan yang lainnya memiliki tenggang rasa. Dan jalan satu-satunya untuk dapat merekonsiliasi masyarakat demi terciptanya sebuah nilai kebersamaan hanya melalui pendekatan budaya ngaliwet itu sendiri. Dengan ngaliwet sedikit besar mampu melenturkan skat-skat, serta sentimentil, akibat keberpihakan kepada sebuah fhasion, gaya hidup, keyakinan, atau pun memilih salah satu ideologi politik, dsb.

Penulis : Rafi Asamar Ahmad
Jenis Tulisan : Essai
Kategori : Kebudayaan

Pohon Kawung, Bagian Dari Peradaban Masyarakat Di Dusun CadasKeberadaan pohon kawung di Dusun Cadas telah ada jauh sebel...
18/10/2023

Pohon Kawung, Bagian Dari Peradaban Masyarakat Di Dusun Cadas

Keberadaan pohon kawung di Dusun Cadas telah ada jauh sebelum 1945. Dan hingga saat ini, di abad 21 keberadaan pohon kawung masih tumbuh begitu subur di Dusun Cadas. Sedangkan Dusun Cadas itu sendiri, terletak di balik bukit taneuh bereum (tanah merah) Desa Anggrawati, Kec. Maja, Kab. Majalengka, Jawa Barat. Masyarakat di Dusun Cadas terbiasa menyebutkannya dengan pohon kawung. Lain halnya di tempat lain, pohon tersebut memiliki nama tersendiri. Ada yang menyebutnya dengan pohon aren, enau, atau pohon sagu sebagaimana masyarakat di Papua menyebutnya demikian.

Pohon kawung ini nyatanya telah menyertai perjalanan peradaban masyarakat di Dusun Cadas. Manfaatnya yang banyak, menjadikan pohon kawung bagi sebagian keluarga sebagai mata pencaharian. Maka tak jarang kerap menemukan sebagian masyarakat di Dusun Cadas tengah melakukan aktivasi menyadap di atas pohon kawung. Atau bahkan tengah turun dari pohon kawung membawa lod**g berisikan lahang.

Anehnya, pohon kawung ini seperti tumbuh dengan sendirinya. Tanpa sebelumnya si pemilik tanah menanam pohon tersebut. Rupanya menurut masyarakat di Dusun Cadas, pohon kawung tumbuh di tempat tertentu karena bantuan careuh (musang). Pohon kawung yang berbuah biasanya sekawanan musang kerap memakan buah kawung itu. Lantas membuang kotoran biji buah kawung di sembarangan tempat. Sehingga pada akhirnya keberadaan pohon kawung pun tersebar di beberapa tempat di Dusun Cadas. Akan tetapi tak jarang menemukan si pemilik tanah, berusaha menanam pohon kawung secara sengaja.

Kebiasaan masyarakat di Dusun Cadas dalam memanfaatkan pohon kawung bertahan hingga saat ini. Meskipun para penyadap perlahan silih berganti termakan tutup usia. Namun ilmu dalam menyadap tidak hilang, mengingat masih terdapat segelintir para penyadap yang melakukan aktivasi menyadap.

Masyarakat di Dusun Cadas tidak hanya memanfaatkan pohon kawung untuk mengambil lahangnya sebagai gula aren. Batang daunnya pun masyarakat di Dusun Cadas biasa memanfaatkannya sebagai keperluan rumah tangga berupa sapu lidi.

Sebagaimana Aki Hadi salah satu warga tulen di Dusun Cadas yang memanfaatkan batang dari daun kawung untuk membuat sapu lidi. Dalam pembuatan sapu lidi diperlukan lima atau tujuh dahan pohon kawung. Yang mana itu terdiri dari serangkaian batang daun kawung. Setelah itu daun dan batang dipisahkan, kemudian batang yang terpisah dari daun dinamakan lidi. Barulah lidi itu satu persatu dikumpulkan dan diikat menggunakan simpai.

Pembuatan sapu lidi ini tergolong mudah, meski begitu tidak bisa secara continue terus-terusan membuat sapu lidi. Mengingat dahan dari pohon kawung memerlukan waktu cukup lama untuk tumbuh kembali. Begitu pun sama halnya dengan buah pohon kawung yakni caruluk. Caruluk ini merupakan kulit buah bagian luar, sedangkan isi dari caruluk itu sendiri dinamakan kolang-kaling. Biasanya masyarakat di Dusun Cadas mengkonsumsi kolang-kaling di waktu tengah menjalani ibadah puasa. Sebagai sebuah hidangan pembuka untuk membatalkan puasa yakni takjil. Namun buah dari pohon kawung ini, baru akan timbul setiap dua kali dalam satu tahun.

Nyatanya sebagian masyarakat yang terlampau kreatif memanfaatkan serabut pohon kawung yang berwarna hitam sebagai atap sebuah gubug, terkadang dapat dibuat tali, bahkan sapu lantai. Serabut itu biasa masyarakat menyebutnya dengan injuk. Keberadaan pohon kawung jelas banyak memiliki manfaat bagi masyarakat di Dusun Cadas, termasuk batang besar pohon kawung itu sendiri. Yang mana di dalamnya terdapat banyak manfaat pengganti nasi sebagi asupan karbohidrat. Masyarakat di Dusun Cadas menyebutnya dengan aci pohon kawung. Namun kebiasaan masyarakat mengkonsumsi nasi, pohon kawung yang ditebang batang besarnya tidak dimanfaatkan sebagai pengganti karbohidrat, melainkan lebih memilih menjualnya ke penampungan.

Dari sekian banyak manfaat dari pohon kawung harusnya timbul suatu kebanggan dalam setiap sanubari masyarakat di Dusun Dadas terkhusus generasi muda. Bahwasanya dengan keberadaan pohon kawung di Dusun Cadas, menjadikan semakin banyak alternatif untuk melanjutkan perjuangan hidup yang memerlukan asupan nutrisi, karbohidrat, pelindung tubuh dari cuaca ekstrem, serta materi lainnya. Dan pohon kawung telah membuktikan eksistensinya hingga abad 21 ini, sebuah perjalanan panjang pohon kawung yang senantiasa menyertai masyarakat di Dusun Cadas dari setiap generasi ke generasi.

Nyatanya keberadaan pohon kawung itu tidak hanya sebatas pemuas atas keinginan. Melainkan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat di Dusun Cadas yakni oksigen. Meski keberadaan pohon kawung dapat terhitung oleh jari tapi perannya dalam menyumbang oksigen tidak bisa dianggap remeh.

Oleh karena itu, penting kiranya pelestarian keberadaan pohon kawung menjadi perhatian serius. Mengingat dengan keberadaan pohon kawung alternatif untuk bertahan hidup menjadi beragam, terdapat edukasi nilai budaya yang harus dipertahankan, serta turut menjaga ekosistem flora yang ada di Dusun Cadas.

Penulis : Rafi Asamar Ahmad
Jenis Tulisan : Feature
Kategori Tulisan : Budaya

Address

Blok Dusun Cadas, Desa Anggrawati, Kec. Maja, Kab. Majalengka
Majalengka

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Dusun Cadas posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share


Other News & Media Websites in Majalengka

Show All