29/11/2022
PETANI TIONGKOK MULAI TANAM PADI (ABADI )
DISINI KAPAN???
Setelah beberapa dekade melakukan penelitian para ilmuwan berhasil menciptakan varietas padi abadi. Padi semacam ini hanya perlu ditanam sekali, selanjutnya bisa dipanen secara terus menerus selama empat kali masa panen dan hemat biaya tenaga kerja.
Ribuan petani di Tiongkok kini telah mulai menanam padi varietas baru yang luar biasa. Mereka menanam “padi abadi” (perennial rice)yang hanya ditanam sekali dan akan terus panen dari tahun ke tahun. Dengan padi ini, petani tidak perlu bekerja keras menyemai benih dan memindahkan bibit ke sawah setiap musim tanam.
Padi abadi menurut mereka membutuhkan tenaga kerja yang jauh lebih sedikit, secara dramatis mengurangi biaya produksi petani dengan tetap menghasilkan jumlah bulir padi yang sama. Dengan akarnya yang berumur panjang, padi ini memberi manfaat lingkungan yang besar, meskipun para ilmuwan membutuhkan lebih banyak data untuk mengkonfirmasi hal itu.
Untuk menghasilkan bibit padi tersebut, para peneliti gabungan dari berbagai universitas telah bekerja selama lebih dari dua dekade. Keberhasilan itu membuat mereka senang dan menuangkan laporan penelitian pada jurnal Nature Sustainability.
“Ini benar-benar masalah besar. Ini adalah perubahan dalam cara kita berpikir tentang pertanian,” kata ahli genetika tanaman di University of Illinois, Erik Sacks, yang berkolaborasi dengan para ilmuwan Tiongkokdan ikut menulis studi baru seperti dikutip laman WSKG.
Beberapa ilmuwan, termasuk Sacks, berharap bahwa varietas padi baru menjadi awal dari tanaman tahunan masa depan yang akan mengubah lanskap pertanian, melestarikan tanah yang rentan, dan memperkaya ekosistem alami. Namun ilmuwan masih skeptis model ini dapat berhasil jika direplikasi pada tanaman utama lainnya seperti gandum atau jagung.
Shilai Zhang, salah satu pemimpin kelompok riset Universitas Yunnan, mengatakan awalnya para peneliti Tiongkok mencoba membuat versi pada abadi pada era ’70-an, tetapi gagal. Mereka mencapai terobosan penting pada 1996 dengan melakukan penyerbukan silang varietas padi konvensional dengan kerabat padi yang tumbuh liar di Afrika yang memiliki sifat abadi.
Embrio yang dihasilkan biasanya tidak akan bertahan, tetapi para ilmuwan menggunakan teknik laboratorium yang disebut kultur jaringan untuk menumbuhkan tanaman padi hibrida baru darinya. Tanaman ini memiliki akar hidup yang permanen seperti induknya di Afrika, tetapi juga dapat dikawin silangkan dengan padi budidaya standar.
Zhang dan rekan-rekannya menumbuhkan ribuan keturunan dari hibridisasi ini, mencoba menemukan varietas yang tahan lama, namun juga menghasilkan panen beras berkualitas tinggi yang melimpah.
“Kami gagal lagi dan lagi,” tulis Zhang.
Ia mengatakan pada awalnya petani lokal mengira bahwa mereka hanya menanam rumput liar, bukan padi pada umumnya. Namun, pada 2018, para peneliti akhirnya memiliki varietas abadi tersebut dan kemudian mereka memberikannya ke petani di Tiongkok.
Varietas lain lalu mulai dipasarkan dua tahun kemudian dan para ilmuwan akan terus mengembangkan padi abadi ini.
Menurut para peneliti, sekitar 11.000 pertanian kecil menanam padi abadi pada 2020, di area total sekitar 9.000 hektare. Setahun kemudian, jumlah petani yang mau mencoba varietas baru meningkat empat kali lipat, dan luas tanam melonjak menjadi 38.000 hektare.
Menurut Zhang, banyak petani yang tertarik dengan padi tahunan karena tidak membutuhkan banyak biaya tenaga. Pada penanaman di beberapa daerah di Tiongkok, hal itu cocok karena berkurangnya para petani.
“Orang muda pindah (ke kota), dan produsen beras lainnya sudah tua,” kata dia.
Para peneliti Universitas Yunnan mengatakan padi abadi bahwa ini memotong biaya pemeliharaan tanaman secara kasar menjadi setengahnya selama tahun-tahun ketika petani tidak perlu menanamnya. Namun demikian padi yang dihasilkan tidak selamanya stabil dalam menghasilkan panen yang melimpah.
Dalam uji coba lapangan, hasil turun setelah empat tahun produksi, atau delapan musim tanam. Pada saat itu, petani perlu menanam kembali bibit dari awal, untuk masa empat tahun selanjutnya, untuk menghasilkan jumlah panen seperti yang diharapkan.
Bisa untuk Wilayah Tropis
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan,.saat ini padi abadi masih menyumbang sebagian kecil dari total panen Tiongkok. Menurut Zhang, masih terlalu dini untuk memperkirakan seberapa luas penyebarannya, dan secara teori, setidaknya, itu bisa berkembang di daerah tropis.
Wilayah paling baik untuk menanam padi abadi adalah di tempat yang memiliki sumber air cukup, seperti sawah irigasi dataran rendah. Catatannya, padi abadi tidak dapat bertahan hidup di musim dingin yang membeku.
Padi abadi dapat memberikan hasil lingkungan terbesar, bagaimanapun, di lereng bukit yang kekurangan irigasi, dan di mana hujan dapat membasuh tanah yang terbuka. Akar yang hidup secara permanen di dalam tanah dapat melestarikan tanah yang berharga itu dari erosi dan kerusakan karena faktor kimia.
Zhang mengatakan jutaan petani di Asia dan Afrika menanam padi di daerah dataran tinggi marjinal dengan biaya kehilangan tanah yang sangat besar. Sawah yang curam dan tidak bertingkat di Laos, misalnya, kehilangan tanah sekitar dua puluh kali lebih cepat daripada laju rata-rata global di mana tanah baru terbentuk.
Hal yang sama berlaku untuk tanaman lain di benua lain. Separuh populasi dunia bergantung pada lahan marginal untuk makanan menurut makalah yang dipublikasikan lamanScienceedisi 2010, dan pembajakan tanah tahunan semakin merusak lahan. Sementara itu, populasi dan permintaan beras berkembang sangat pesat.
Varietas padi abadi lain yang sedang dalam penelitian nantinya diharapkan para peneliti dapat tumbuh di lereng bukit dengan pasokan air yang kurang. Zhang mengatakan kelompok penelitiannya sedang mengerjakan varietas yang dapat tumbuh subur tempat tersebut.
Kurangi Erosi Tanah
Usaha menciptakan padi abadi (perennial rice) seperti yang berhasil dilakukan gabungan peneliti dari berbagai universitas, pernah dilakukan oleh Institut Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Filipina. Pada era ’90-an, para peneliti di lembaga itu pernah mencoba membuat padi semacam itu untuk pertanian dataran tinggi dan daerah rawan kekeringan.
Namun IRRI membatalkan program tersebut. Hal ini karena penelitian yang dihasilkan tidak menghasilkan kemajuan yang signifikan. Oleh karenanya, keberhasilan penelitian gabungan universitas di dunia penanaman padi abadi di Tiongkok cukup mengejutkan.
Ahli genetika tanaman di University of Illinois, Erik Sacks, yang berkolaborasi dengan para ilmuwan Tiongkok dan ikut menulis studi baru tentang padi abadi tersebut mengatakan bahwa varietas padi abadi Tiongkok bisa menjadi tanda akan kemungkinan diterapkan pada tanaman pokok lain seperti gandum dan jagung.
Kedua tanaman tersebut harus ditanam kembali setiap tahun sehingga sangat merusak lingkungan. Petani umumnya membersihkan ladang, mengolah tanah dengan cara dibajak. Cara ini membuat tanah mengalami erosi oleh curahan air dan terpaan angin.
The Land Institute, sebuah kelompok nirlaba di Salina, Kansas, telah memimpin dorongan untuk tanaman tahunan. Ini memberikan dukungan keuangan untuk penelitian tentang beras abadi di Universitas Yunnan, dan telah mempromosikan kerabat gandum abadi, yang diberi nama Kernza.
Beberapa ahli tanaman lainnya, seperti Kenneth Cassman, seorang ahli agronomi di University of Nebraska yang pekerjaannya berfokus pada ketahanan pangan global, skeptis bahwa ada potensi luas untuk tanaman tahunan. Dalam sebuahemail, Cassman berargumen bahwa beras adalah kasus khusus. Bahkan padi tradisional hanya mampu menumbuhkan tanaman kedua yang lebih kecil setelah dipanen, jadi ini bukan lompatan genetik yang besar untuk mencapai keabadian sejati.
Untuk menumbuhkan pada abadi di bagian dunia lain, sebuah perusahaan besar Tiongkok bernama BGI Genomics telah berusaha keras di belakang beras abadi, mempromosikannya dalam sebuah video daring. Perusahaan itu bahkan telah mengumumkan uji coba lapangan beras baru di Uganda, bekerja sama dengan Akademi Ilmu Pertanian negara itu.
Padi abadi utamanya membantu kaum perempuan yang sering berada di garis depan dalam menghasilkan bahan pokok ini di beberapa negara. “Rangkaian penelitian ini menunjukkan cara yang lebih berkelanjutan untuk bercocok tanam di dataran tinggi,” kata Casiana Vera Cruz, pakar pertanian dataran tinggi di International Rice Research Institute (IRRI) di Filipina.
Namun bagi kritikus pada abadi, biji-bijian abadi seperti varietas PR23 tidak akan pernah bisa memberi makan populasi dunia yang terus bertambah.
Sedangkan menurut Cassman mengatakan bahwa mencurahkan sebagian besar dana penelitian pertanian dunia yang terbatas untuk penelitian beras abadi adalah sebuah kesalahan.
“Tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga untuk mengentaskan orang dari kemiskinan dan menyediakan nutrisi dan kesehatan yang cukup,” kata Cassman, yang bekerja di IRRI pada pertengahan era ’90-an.
Salah satu jawaban yang dipromosikan secara luas disebut “intensifikasi ekologi”. Teknik pertanian berkelanjutan berupa pemanfaatan tanaman penutup tanah dan polikultur untuk meningkatkan hasil panen tanpa memperluas area lahan yang ditanami dan menimbulkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.
Para pendukung biji-bijian abadi berpendapat bahwa pertanian membutuhkan perbaikan yang lebih mendasar pada dasarnya, pergeseran dari kebiasaan manusia berusia 10.000 tahun untuk membersihkan tanah setiap tahun dan memulai yang baru. Dengan padi abadi dapat mengalihkan lebih banyak energi untuk membangun akar untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
“Begitu banyak masalah yang kami anggap sebagai bagian dari paket pertanian kebocoran nutrisi, erosi tanah, kehilangan karbon, dan invasi gulma, sebenarnya merupakan atribut dari ekosistem yang sangat terganggu ini,” kata Timothy Crews, Direktur Penelitian di Land Institute di Kansas.