Murottal Of The Koran

Murottal Of The Koran Membahas tentang biografi kitab kuning dan pengarangnya dan kajian ilmu agama, khususnya tentang kitab turats

24/01/2024
https://play.google.com/store/books/details?id=avVVEAAAQBAJLink diatas adalah sebuah buku digital yang menjelaskan tenta...
08/01/2022

https://play.google.com/store/books/details?id=avVVEAAAQBAJ

Link diatas adalah sebuah buku digital yang menjelaskan tentang istilah Kitab Tuhfatul Muhtaj Syaikhuna Ibnu Hajar Al-Haitamy.

TAZKIRATUL IKHWAN (Tentang Istilah Tuhfah Ibnu Hajar & Fuqaha’ Syafi’iyyah) - Ebook written by Iswandi El Nisamy. Read this book using Google Play Books app on your PC, android, iOS devices. Download for offline reading, highlight, bookmark or take notes while you read TAZKIRATUL IKHWAN (Tentang...

09/11/2021

لا تجعل هما واحد ينسيك ألفا من النعم

Jangan hanya karena satu kegelisahan yang menimpa hati membuatmu lupa dengan seribu kesenangan yang diberi.

Cc. Fakhrizal

TRADISI GUNDUL RAMBUT 40 KALI 😃😃Dulu, waktu Al Faqir masih di Pesantren banyak sekali kawan-kawan yg melakukan amaliah i...
15/06/2021

TRADISI GUNDUL RAMBUT 40 KALI 😃😃

Dulu, waktu Al Faqir masih di Pesantren banyak sekali kawan-kawan yg melakukan amaliah ini, dan ternyata sekarang mereka banyak yg menjadi ulama dgn keilmuan yg mumpuni, ternyata demikianlah penjelasan para ulama;

بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم (ص: 400)
وخبر "من حلق رأسه أربعين مرة في أربعين أربعاء .. صار فقيهاً" لا أصل له، لكن عمل به، وظهر صدقه.
Barang siapa yg mencukur gundul rambutnya setiap hari rabu selama 40 kali, maka ia akan menjadi orang yg ahli fiqh. Hadits ini memang tidak jelas asalnya, akan tetapi boleh dilakukan dan nampak kebenarannya.

Sumber; Kitab Busyrol Karim halaman 400. Tertera juga dalam kitab yg lain, lihat di kolom komentar.
Credit by: Gus dewa menjawab

Sehari Sepotong Roti Satu Pisang=====================(Syekh Hasan Hito Part 2)Kabar kepergian Syekh Hasan Hito ke al-Azh...
15/06/2021

Sehari Sepotong Roti Satu Pisang
=====================
(Syekh Hasan Hito Part 2)

Kabar kepergian Syekh Hasan Hito ke al-Azhar secara diam-diam (tanpa izin orang tua) lama-kelamaan diketahui oleh kedua orang tuanya. Spontan, hal ini membuat mereka berdua geram bahkan menulis surat yang isinya,
"Cepat kembali ke Syiria atau kamu saya campakkan!"

Ancaman itu bukan sekedar basa-basi. Selama 20 bulan, orang tuanya tidak pernah mengirimkan uang pada anaknya. Akibatnya, perekonomian Syekh Hasan Hito selama proses mencari ilmu begitu susah.

Meski pernah melewati masa-masa sulit, Syekh Hasan tidak pernah menampakkan kesusahannya di depan satu orangpun. “Alhamdulillah meski demikian aku tidak pernah menampakkan kesusahanku di depan satu makhlukpun.” Papar beliau dalam pengajian khususnya.

Pernah suatu ketika persediaan uang beliau hampir habis. Sehari-hari beliau hanya memakan sepotong roti gandum dan satu pisang, atau satu jeruk. Uang yang tersisa ketika itu hanyalah satu setengah Qirsy.

Dengan uang tersebut beliau sebenarnya bisa saja membeli dua kilo pisang atau jeruk, itupun hanya untuk dimakan selama tiga atau empat hari. Belum lagi jika suatu saat ada kebutuhan mendadak yang membutuhkan pengeluaran. Bisa-bisa beliau tidak makan sama sekali.

Akhirnya Syekh Hasan Hito bertekat mendatangi Syekh Sa'id Ramadhan Al-Buthi untuk meminjamkan uang kepadanya. Kebetulan Syekh Buthi saat itu juga sedang menempuh pendidikan di al-Azhar.

Ketika Syekh Hito keluar asrama dan bus menuju ke rumah Syekh Buthi berhenti, beliau teringat, uang satu setengah Qirsy hanya cukup untuk pergi, bagaimana aku p**ang?

Akhirnya Syekh Hasan membatalkan ziarah. Beliau bertekat menggunakan uang terakhirnya untuk membeli pisang. Sedangkan setelah itu, biar Allah yang mengatur. Yakhluqullah mâ lâ ta’lamûn.

Sekembali ke kamar, Syekh Hasan duduk membaca kitab Ar-Risalah Imam Syafii, sebuah kitab dalam bidang Ushul Fiqh. Tiba-tiba beliau merasa aneh. Seluruh tubuh beliau seolah merasakan kedatangan Syekh Buthi. Seolah beliau bisa melihat dari balik dinding Syekh Buthi sedang datang kepadanya.

Lalu beliau bangun ingin memastikan perasaan ajaibnya. Ketika beliau buka pintu, benar saja di bawah ada Syekh Buthi yang sedang bertanya-tanya mencari di mana kamar Syekh Hasan Heito. Subhanallah.

Setelah berbicara panjang lebar, tatkala hendak berpamitan, Syekh Buhti menyodorkan uang satu Pound setengah. Jika digunakan untuk membeli pisang dan jeruk, itu cukup sampai tiga bulan.

“Saya seperti kejatuhan hujan dari langit setelah kemarau panjang.” Papar Syekh Hasan sambil tertawa. Apa yang engkau kejar kadang ia malah datang mengejarmu.

Meski begitu butuh, karena malu, Syekh Hito tetap menolak. Namun Syekh Buthi tau benar bagaimana keadaan Syekh Hasan Hito ketika itu, beliau memaksanya untuk menerima uang tersebut. Akhirnya Syekh Hasan Hito menerimanya sebagai hutang.

Walaupun perekonomian Syekh Hito begitu susah, semangat dan tekadnya dalam mencari ilmu tidak pernah padam. Pagi sampai malam ia gunakan untuk belajar & mencari guru. Berkat keikhlasan dan kegigihannya, ia meraih nilai mumtaz dalam ujiannya, bahkan berhasil mendapatkan minhah (beasiswa) dari al-Azhar.

Dengan uang minhah tersebut, beliau langsung menziarahi Syekh Buthi untuk membayar hutang. Selain itu, beliau juga menggunakannya untuk membeli sebuah jubah.

“Aku telah mewasiatkan kepada anak-anakku jika aku meninggal nanti, agar dikafankan dengan jubah tersebut. Karena jubah tersebut aku beli dengan harta halal, harta pemberian Al-Azhar.” Papar Syekh Hasan sambil diikuti tangisnya haru.

Setelah 20 bulan sang orang tua mencampakkan Syekh Hito, akhirnya Allah luluhkan hati mereka melalui perantara Syekh Mulla Ramadhan. Beliau termasuk ulama Syiria yang sangat dikagumi oleh kedua orang tuanya kala itu. Syekh Mulla mendatangi mereka dan memberikan nasehat agar mereka mau meridhoi Syekh Hito dalam mencari ilmu di al-Azhar.

Semenjak saat itu, kedua orang tuanya meridhoi perjalanan Syekh Hito dalam mencari ilmu di al-Azhar. Bahkan hampir tiap bulan mereka mulai mengirimkan uang kepada Syekh Hito.

Dan lihatlah, pemuda yang dulu hanya makan sepotong roti dan satu pisang itu, kini ia tumbuh menjadi ulama yang sangat alim & begitu disegani oleh berbagai kalangan masyarakat. Beliau sangat aktif berdakwah di berbagai belahan dunia. Kuwait, Jerman, India, dan Indonesia sudah seperti halaman depan rumahnya.

Kitab karangannya juga melimpah, seperti Al-wajiz fii ushul at-tasyri, Al-khulashoh fii ushul al-fiqh, At-tabshiroh fii ushul al-fiqh, dan lain sebagainya.

-----------------------------

Qultu:
Saya melihat beberapa Thalib Azhar diuji dengan ekonomi: tidak dikirim orang tua, tidak dapat beasiswa, bahkan sesekali bekerja untuk menyambung hidup. Akan tetapi, walaupun dalam tekanan ekonomi seperti itu, ia tetap rajin mengikuti Talaqi Masyayikh, belajar, murojaah, menghafalkan & memahami matan-matan.

Justru, para thalib yang diberi ekonomi yang cukup, bahkan lebih, mendapat biaya bulanan dari beasiswa, kehidupan sudah sangat-sangat tercukupi, kadang diuji dengan hal-hal yang tak kalah mengerikan: malas, ngabisin waktu, begadang tanpa manfaat, dll. Emang benar kata Gus Mus:
"Jangan kira ujian kenikmatan tidak kalah gawat dibanding ujian musibah".

Al-Quran sendiri sudah mengatakan bahwa ujian tidak hanya berupa musibah, terkadang berupa kenikmatan:
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
Artinya: "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan".

Bagi yang sedang diuji dengan musibah, tiliklah perjalanan Syekh Hito. Percayalah, mentari akan bersinar pada waktunya.

Dan bagi yang sedang diuji dengan kenikmatan, tetap syukuri dan jangan terlena! Karena bisa jadi kenikmatan itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah SWT. Tidak lain hanya agar membuatmu semakin jauh dari Allah.

Semoga Allah memberikan kita niat yang kuat, serta kesabaran sekukuh gunung Uhud.

Sumber cerita:
https://youtu.be/Q3fZusl_aUQ

أحمد شعبي - ١٥ يوني ٢٠٢١

Ayo merapat
14/06/2021

Ayo merapat

Membahas tentang biografi kitab kuning dan pengarangnya dan kajian ilmu agama, khususnya tentang kitab turats

Kitab yang isinya mengupas tentang istidrak dalam ilmu nahwu. Wa.me/6285277668089
06/06/2021

Kitab yang isinya mengupas tentang istidrak dalam ilmu nahwu.
Wa.me/6285277668089

Sissilah afaz kufur. Kitab ini berisi empat kitab yang membahas tentang perkataan2 dan tingkah laku yang menjerumuskan k...
06/06/2021

Sissilah afaz kufur.
Kitab ini berisi empat kitab yang membahas tentang perkataan2 dan tingkah laku yang menjerumuskan kedalam kekufuran. Kitab ini sangat cocok dikaji supaya bisa menjaga diri murtad (keluar dari islam).
1. Alfazul kufur.
2. Al iklam biqawathi'il islam.
3. Risalah fi alfazil kufr.
4. Risalah fi alfazil kufri.

Wa.me/6285277668089

Hasyiah Ibnu Amir. Syarah Matan jauharah imam ibrahim al laqany. Wa.me/6285277668089
06/06/2021

Hasyiah Ibnu Amir.
Syarah Matan jauharah imam ibrahim al laqany.
Wa.me/6285277668089

Wa.me/6285277668089
06/06/2021

Wa.me/6285277668089

Kitab ini adalah sebuah karya ulama zuhud arif billah Abuya Muhammad al Maliky. Sebuah kitab yang mengupas tuntas tentan...
06/06/2021

Kitab ini adalah sebuah karya ulama zuhud arif billah Abuya Muhammad al Maliky. Sebuah kitab yang mengupas tuntas tentang ilmu hadits.

Wa.me/6285277668089

!السيرة النبوية Kitab yang satu ini adalah kitab yang sangat populer dikalangan para pecinta sejarah hidup Rasulullah sa...
06/06/2021

!السيرة النبوية
Kitab yang satu ini adalah kitab yang sangat populer dikalangan para pecinta sejarah hidup Rasulullah saw. Kitab ini di susun oleh ulama yang menjadi rujukan para sejarawan yaitu syaikh Ibnu Hisyam.
Dalam penyusunan kitab ini, Ibnu hisyam menyusunnya dengan sangat sistematis dilengkapi dengan sanad yang lengkap dimana beliau menukil isi kitabnya.

Jika butuh, silahkan hubungi:

Wa.me/6285277668089

27/01/2021

Kuasa ilahi

27/01/2021

Suara merdu sang imam Shalat

27/01/2021

Shalawat cocok untuk anak-anak

27/01/2021

Cocok disimak

02/12/2020

Meleleh🙂

02/12/2020

Kegembiraan dalam merayakan hari lahirnya Baginda Rasulullah saw.

02/12/2020

Dengarkan dengan seksama

26/11/2020

Sidogiri

Urgent sangat ini kitab bagi pecinta ilmu ushul fiqh. Hub. 085277668089
13/10/2020

Urgent sangat ini kitab bagi pecinta ilmu ushul fiqh.
Hub. 085277668089

Tafsir quran tanpa titik Mumer.... Hub. 085277668089
13/10/2020

Tafsir quran tanpa titik
Mumer....
Hub. 085277668089

MENGENAL KITAB KIFAYATUL AKHYAR Oleh: Ust. MuafaNama lengkap kitab ini adalah “Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ik...
11/10/2020

MENGENAL KITAB KIFAYATUL AKHYAR

Oleh: Ust. Muafa

Nama lengkap kitab ini adalah “Kifayatu Al-Akhyar Fi Halli Ghoyati Al-Ikhtishor” (كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار). Makna “kifayah” adalah “mencukupi”. Lafaz “Al-Akhyar” adalah bentuk jamak dari “khoir” yang bisa dimaknai “manusia terbaik”. “Hall” bisa dimaknai “menguraikan”. Jadi, secara keseluruhan, makna kitab ini seakan-akan dimaksudkan sebagai kitab yang isinya sudah mencukupi orang-orang baik yang ingin belajar agama (atau mewakili ulama terbaik dalam hal mensyarah), yakni dengan cara menguraikan, menjelaskan dan mensyarah kitab yang bernama “Ghoyatu Al-Ikhtishor”.

Kitab ini terkadang disebut dan disingkat menjadi “Al-Kifayah” (الكفاية). Hanya saja, penyebutan ini perlu hati-hati. Pasalnya, di kalangan mutaqoddimin, jika disebut “Al-Kifayah”, persepsi mereka adalah “Kifayatu Al-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah yang merupakan syarah dari kitab “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi. Perbedaan dua “Kifayah” ini harus diperhatikan karena sering terjadi ambiguitas di kalangan para penuntut ilmu. Penyebutan “Al-Kifayah” bermakna “Kifayatu Al-Akhyar” adalah jika disebut sesudah masa Al-Hishni (829 H).

Kitab ini dikarang oleh Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al-Hishni. Singkatnya disebut Al-Hishni atau Taqiyyuddin Al-Hishni. Orangnya berbudi luhur, ramah kepada murid-muridnya, senang beruzlah, dan berwibawa. Beliau bukan hanya ahli fikih tetapi juga ahli hadis. Di antara karyanya terkait hadis adalah takhrij beliau terhadap kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghozzali. Sayangnya karya ini belum tuntas.

Sasaran ditulisnya kitab ini dua macam orang sebagaimana diterangkan sendiri oleh Al-Hishni. Pertama; orang yang punya tanggungan yang tidak ada kesempatan untuk bermulazamah dengan ulama. Kedua: Salik (ahli ibadah) yang fokus ke ibadahnya, bukan fokus ke ilmu. Karena itulah, meskipun kitab ini berbentuk syarah, tetapi isinya ringkas. Tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Kitab ini ditulis bukan untuk para ulama yang berniat “tabahhur” (mendalami dan menguasai tuntas).

Kitab ini adalah syarah dari “Matan Abu Syuja’” atau yang disebut juga “Ghoyah Al-Ikhtishor” atau “Al-Ghoyah Wa At-Taqrib” atau “Mukhtashor Abu Syuja’” atau “At-Taqrib” atau “Al Ghoyah”. Matan Abu Syuja’ adalah di antara matan termasyhur dalam madzhab Asy-Syafi’i. (uraian lebih dalam tentang Matan Abu Syuja’ bisa dibaca pada tulisan saya yang berjudul “Mengenal Matan Abu Syuja’”.

Dalam mensyarah, hal menonjol yang dilakukan Al-Hishni adalah memberikan dalil dan ta’lil (reasoning) setiap kali menyajikan hukum. Al-Hishni adalah ahli hadis, karena itu wajar jika beliau cukup piawai menyebutkan dalil-dalil dari hadis pada saat mensyarah kitab ini. Perhatiannya terhadap hadis cukup tinggi. Dalam satu kasus fikih, terkadang beliau menyebut lebih dari satu dalil, dan dalam satu hadis kadang beliau menyebut sejumlah variasi riwayat. Beliau juga menyempatkan diri untuk menjelaskan sejumlah lafaz hadis jika dipandang terasa “asing” seperti syarah beliau terhadap ucapan Nabi “taribat yaminuk”. Tak lupa juga beliau menjelaskan takhrij hadis, membicarakan sanad dan matannya dan seringkali juga membincangkan kualitas hadisnya.

Hampir setiap masalah hukum yang disebutkan senantiasa disertai istidlal dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Kadang satu kasus hukum disebutkan dalil lebih dari satu. Memang, kajian terhadap kitab ini diharapkan sudah mencukupi seorang penuntut ilmu sehingga tidak perlu membaca kitab-kitab muthowwal seperti “Kifayatu An-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah, “Al-Majmu’” karya An-Nawawi, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Nihayatu Al-Mathlab fi Diroyati Al-Madzhab” karya Al-Juwaini, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani dan lain-lain. Telaah terhadap kitab-kitab hadis hukum juga diharapkan tidak diperlukan lagi.

Selain mensyarah, secara sambil lalu Al-Hishni juga sempat mengkritik beberapa kelompok orang di zamannya. Beliau mengkritik satu jenis sufi yang tidak pernah mempedulikan undangan orang salih maupun fajir (semua didatangi) dan beribadah dengan cara bermusik. Al-Hishni memandang mereka dipermainkan setan sebagaimana anak-anak kecil mempermainkan bola. Beliau juga mengkritik sebagian qodhi di zamannya yang menerima suap. Al-Hishni memandangnya sebagai “asyaddul fussaq” (orang fasik terparah). Al-Hishni juga mengkritik sebagian pemerintah yang disebut beliau zalim dan korup.

Sumber utama “Kifayatu Al-Akhyar” adalah kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” karya An-Nawawi. Kitab An-Nawawi ini menjadi referensi utama Al-Hishni. Cara menguraikan kasus-kasus fikih, rincian-rinciannya, penyajian ikhtilaf, termasuk tarjihnya, mengikuti gaya dan cara An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin”. Bahkan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-Hishni terkadang menukil secara lengkap redaksi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” tanpa mengubahnya. Hanya saja, Al-Hishni merujuk secara kritis, sehingga kadang-kadang beliau memberikan ta’qib (koreksi), istidrok (melengkapi), memerinci hukum, bahkan kadang juga mengkritik. Jika beliau mengoreksi, maka akan diawali kata “qultu” dan diakhiri kata “wallahua’lam”.

Selain “Roudhotu Ath-Tholibin”, referensi lain yang dipakai Al-Hishni adalah “Al-Umm” karya Asy-Syafi’i, “Ar-Risalah” karya Asy-Syafi’i, Mukhtashor Al-Buwaithi, “Al-Khishol” karya Al-Khoffaf, Mukhtashor Al-Muzani, “At-Talkhish” karya Ibnu Al-Qosh, “Al-Ifshoh” karya Al-Hasan Ath-Thobari, “Jam’u Al-Jawami’” karya Ibnu ‘Ifris, “At-Taqrib” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, Fatawa Al-Qoffal, “Al-Furuq” karya Abdullah Al-Juwaini, Ta’liq Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari, “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi, “Al-Ibanah” karya Al-Furoni, “At-Ta’liqoh” karya Qodhi Husain, “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi, “Asy-Syamil” karya Ibnu Ash-Shobbagh, “Tatimmatu Al-Ibanah” karya Al-Mutawalli, “Nihayatu Al-Mathlab” karya Imamul Haromain, “Al-‘Uddah” karya Al-Husain Ath-Thobari, “Bahru Al-Madzhab” karya Ar-Ruyani, “Al-Kafi”, “Ihya’ Ulumiddin” karya Al-Ghozzali, “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali, “Al-Wasith” karya Al-Ghozzali, “Al-Mustazh-hiri” karya Al-Qoffal Asy-Syasyi, “At-Tahdzib” karya Al-Baghowi, Fatawa Al-Baghowi, “Adz-Dzakho-ir” karya Al-Makhzumi, “Al-Bayan” karya Al-‘Imroni, “Al-Istiqsho’” karya Al-Maroni, “Al-Amali” karya Ar-Rofi’i, “At-Tadznib” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Ash-Shoghir” karya Ar-Rofi’i, “Asy-Syarhu Al-Kabir” karya Ar-Rofi’i, Syarah Musnad Asy-Syafi’i karya Ar-Rofi’i dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kitab ini juga menjadi sumber data penting untuk mengetahui ikhtlaf Asy-Syaikhan (Ar-Rofi’i dan An-Nawawi) karena Al-Hishni cukup serius menyebut ikhtilaf-ikhtilaf mereka. Hanya saja Al-Hishni tidak hanya menukil ikhtilaf, tetapi juga mentahqiqnya. Meksipun Al-Hishni sangat menghormati Asy-Syaikhan, tetapi beliau juga bersikap kritis saat mensyarah, terutama jika menemukan waham-waham atau inkonsistensi dari Asy-Syaikhan. Dalam satu pembahasan, beliau menyatakan keheranannya terhadap Ar-Rofi’i yang menulis dalam “Al-Muharror” bahwa memandikan orang mati karena tenggelam tidak wajib karena sudah bersih, sementara dalam dua syarah Ar-Rofi’i (“Asy-Syarhu Ash-Shoghir” dan “Asy-Syarhu Al-Kabir”) beliau menyatakan wajibnya memandikan orang yang mati tenggelam. Di tempat lain, Al-Hishni juga menyatakan keheranannya ketika mendapati An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” yang menulis bahwa orang yang mengucapkan “Ya Luthi” (wahai orang homo) dihukumi melakukan “qodzaf” shorih/lugas, sementara dalam “Tashihu At-Tanbih” beliau menyebutnya sebagai lafaz “kinayah”.

Dengan demikian, jika kita pernah mendapatkan informasi bahwa An-Nawawi pernah merasa kurang “sreg” dengan rancangan kitab “Roudhotu At-Tholibin” yang ditulisnya sendiri, bahkan sudah pernah memerintahkan muridnya; Ibnu Al-‘Atthor untuk menghapus rancangan naskahnya karena kuatir ada beberapa tulisan keliru dalam kitab itu, tapi kemudian An-Nawawi pasrah tidak bersikeras minta kitabnya dimusnahkan karena sudah telanjur menyebar dan populer, maka hadirnya “Kifayatu Al-Akhyar” ini bisa menutup celah “Roudhotu Ath-Tholibin” dan mengobati kekhawatiran An-Nawawi. Alasannya, Al-Hishni cukup kritis dan teliti memeriksa tulisan An-Nawawi dalam “Roudhotu Ath-Tholibin” sehingga beliau tidak segan-segan menilai An-Nawawi melakukan “sahwun”/kealpaan/forgetfullness jika memang terbukti keliru. Hanya saja, penilaian Al-Hishni juga harus tetap disikapi dengan kritis karena di beberapa tempat terbukti penilaian itu juga kurang akurat. Terkait kritikan Al-Isnawi terhadap tarjih An-Nawawi, seringkali Al-Hishni membela An-Nawawi dan membantah argumentasi Al-Isnawi.

Di antara yang menunjukkan mutu kitab “Kifayatu Al-Akhyar” ini adalah isinya dijadikan rujukan dan dikutip oleh Zakariyya Al-Anshori dalam “Asna Al-Matholib” dan “Al-Ghuroru Al-Bahiyyah”, Ar-Romli dalam “Nihayatu Al-Muhtaj” dan fatawanya, Al-Khothib Asy-Syirbini dalam “Mughni Al-Muhtaj”, dan Al-Bujairimi dalam “Hasyiyah Al-Iqna’” atau yang lebih dikenal dengan nama “Al-Bujairimi ‘Ala Al-Khothib”. Bahkan, kitab ini juga dikutip oleh ulama di luar madzhab Asy-Syafi’i seperti Ibnu ‘Abidin Al-Hanafi dalam “Roddu Al-Muhtar”.

Bisa dikatakan kitab Kifayatu Al-Akhyar adalah kitab level menengah fikih Asy-Syafi’i yang direkomendasikan untuk dipelajari. Beberapa kali saya ditanya kitab menengah apa untuk fikih Asy-Syafi’i yang bagus untuk dikaji setelah menuntaskan kitab-kitab mukhtashor seperti matan Abu Syuja’? Maka saya jawab: “Kifayatu Al-Akhyar.”

Penerbit Dar Al-Minhaj mencetak kitab “Kifayatu Al-Akhyar” atas jasa tahqiq Ibnu Sumaith dan Muhammad Syadi dengan ketebalan 775 halaman. Cetakan ini disiapkan cukup serius karena bahan manuskripnya diperoleh dari salah satu perpustakaan di Jerman dan dua naskah manuskrip dari tempat lainnya yang dianggap manuskrip paling dekat dengan masa pengarang.

Al-Hishni wafat pada bulan Jumada Al-Ula tahun 829 H. Beliau dimakamkan setelah terbit matahari. Jenazahnya diantarkan pelayat dalam jumlah yang sangat banyak dan hanya Allah yang tahu berapa jumlah persisnya.

رحم الله الحصني رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين

Kita adalah Para Pecinta asy-Syahid al-Buthi rahimahullah__Maulana Syekh Prof DR Fathi Hijazi hafizhahullah bercerita te...
17/09/2020

Kita adalah Para Pecinta asy-Syahid al-Buthi rahimahullah

__

Maulana Syekh Prof DR Fathi Hijazi hafizhahullah bercerita tentang Syekh Prof DR. Muhammad Sa`id Ramadhan al-Buthi rahimahullah:

Kita berdo`a semoga faqid al-Islam (yang hilang dari umat Islam, Syekh al-Buthi) dianugerahi maqam tertinggi; karena telah dijadikan sebagai pengikutnya, pengajarnya & pembimbing setelah al-Habib SAW.

Aku melihat berkumpulnya orang banyak ini menunjukkan bahwa al-faqid diterima umat, pergi setelah melaksanakan tugas beliau dengan pelaksanaan terbaik.

Aku tidak pernah berjumpa langsung dengan Syekh al-Buthi, tapi melalui buku2 yang dikarang beliau yang tersebar luas di semua tempat & waktu.

Aku mengenal sejak tahun 1960an dari buku as-sirah an-Nabawiyah..

Aku mengenal beliau sebagai ulama yang berpegang teguh, yang punya hubungan erat dengan Allah SWT, sehingga diberi anugerah ilmu dari-Nya..

Setelah beberapa lama, aku melihat di media, beliau berbicara yang menunjukkan bahwa beliau merupakan salah seorang shalehin yang agung, termasuk ahli `irfan & berhubungan penuh dengan Tuhan semesta alam.

Syekh al-Buthi bercerita bahwa dirinya membaca salah satu kitab syarh, beliau menemukan kalimat yang tidak bisa beliau fahami.. "apa yang aku lakukan? ketika aku ke Mesir, aku pun mendatangi maqam sang alim, pengarang kitab, aku pun duduk di sana, mencari ilham dari Allah SWT, kemudian aku baca kalimat itu & aku pun faham. Dan aku pun mengetahui bahwa Allah SWT Menganugerahi para ulama yang sudah meninggal, anugerah itu bisa dirasakan oleh mereka yang berada di sisi mereka yang meninggal. Itu merupakan bukti bahwa mereka hanya meninggal dari pandangan manusia, tapi mereka di sisi Allah SWT diberi rezqi-Nya karena mereka adalah para syuhada".

Begitulah Syekh keluar dengan keadaan ini.

Ketika aku mengetahui wafatnya Syekh al-Buthi, aku sedih, kemudian aku bahagia, beliau telah memperoleh kesyahidan yang begitu nikmat..

Allah SWT telah Memperindah beliau dengan ilmu di masa hidup beliau.. Kemudian Memuliakan beliau dengan syahadah ketika meninggal.

Keluar dari dunia:
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.

فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (p**a) mereka bersedih hati.

Begitulah beliau sampai hari kiamat, kita berjumpa dengan beliau di bawah liwa/panji Sayyidina Rasulillah SAW, kita bersama beliau menuju surga yang penuh kenikmatan...

Beliau telah hidup lillah, meninggal dengan kemuliaan untuk hidup di sisi-Nya.

Sementara mereka yang telah membunuh beliau; tempat kembali mereka diketahui yaitu jahannam..

Kenapa?

Karena mereka telah lancang pada seseorang yang ahillah, yang berjalan di jalur Rasulillah SAW, warits Muhammadi, yang mencintai Allah & Rasuln-Nya & selalu berdakwah untuk menta`ati-Nya & Rasul-Nya, jauh dari kecintaan dunia, hanya cinta Allah & Rasul-Nya SAW..
..

Aku melihat hubungan erat Syekh al-Buthi dengan ahli ilmu sebelum beliau..

Kita mengikuti langkah jalan mereka.. Kita berdo`a dengan kecintaan kita agar bersama mereka, karena kita, dengan cara bagaimanapun, tidak bisa berjuang seperti mereka atau melakukan sesuatu yang seperti lakukan untuk menjadi bekal mereka di akhirat.. jadi kita wajib menjadi orang-orang yang mencintai mereka, karena seperti yang disabdakan al-Mushthafa SAW: "Barang siapa mencintai suatu kaum, maka ia akan dibangkitkan di hari kiamat bersama kaum itu".

Dan Syeikhuna al-Ja`fari rahimahullah di sini di al-Azhar, aku pernah mendengar hadits dengan riwayat beliau bahwa: "Dikatakan pada wali di hari kiamat: "masuklah ke dalam surga", dan dikatakan pada orang alim: "Berdirilah di depan pintu surga, beri syafa`at pada mereka yang kamu ajari, pada mereka yang kamu cintai & pada mereka yang mencintaimu".

Ini adalah karamat ulama.. Dan aku melihat pada Syekh al-Buthi sebagai alim rabbani yang telah mengajarkan, membimbing, menulis & menyebarkan ilmu, kemudian diakhiri dengan penutup yang terbaik, syahadah, sehingga hidup di sisi Tuhannya..

Kita berdo`a, semoga Allah Menyusulkan kita dengan para ulama shalih yang melaksanakan ilmu mereka dan dikumpulkan dengan mereka di bawah liwa Sayyid al-Musrsalin, di surga tanpa didahului adzab & kehinaan...

___

Sambutan Syekh Fathi Hijazi pada ta`bin Maulana Syekh al-Buthi rahimahullah di al-Azhar, 5 April 2013 M:
https://www.youtube.com/watch?v=23QuY7B3pkM

Oleh: Hilma Rasyidah
(Mahasiswi Dukturah Al-Azhar Asyarif?

KISAH IMAM HANBALIImam Ahmad Bin Hambal (164H-241 H)Sejarah Singkat Imam Hanbali      Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal...
13/09/2020

KISAH IMAM HANBALI
Imam Ahmad Bin Hambal (164H-241 H)

Sejarah Singkat Imam Hanbali

Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal. adalah Imam yang keempat dari imam mujtahid arbaah. Beliau memiliki sifat-sifat yang luhur dan tinggi. Ahmad bin Hambal dilahirkan di Baghdad(iraq) pada bulan Rabiul Awal tahun. Beliau termasyhur dengan nama kakeknya Hambali, kerana kakeknya lebih masyhur dari ayahnya.

Imam Hanbali yang dikenal ahli dan pakar hadits ini memang sangat memberikan perhatian besar pada ilmu yang satu ini. Kegigihan dan kesungguhannya telah melahirkan banyak ulama dan perawi hadits terkenal semisal Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud yang tak lain buah didikannya. Karya-karya mereka seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim atau Sunan Abu Daud menjadi kitab hadits standar yang menjadi rujukan umat Islam di seluruh dunia dalam memahami ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah SAW lewat hadits-haditsnya.

Beliau menghapal hadist hingga mencapai 700.000 hadist

Kepakaran Imam Hanbali dalam ilmu hadits memang tak diragukan lagi sehingga mengundang banyak tokoh ulama berguru kepadanya. Menurut putra sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Hanbali hafal hingga 700.000 hadits di luar kepala.

Hadits sejumlah itu, diseleksi secara ketat dan ditulisnya kembali dalam kitab karyanya Al Musnad. Dalam kitab tersebut, hanya 40.000 hadits yang dituliskan kembali dengan susunan berdasarkan tertib nama sahabat yang meriwayatkan. Umumnya hadits dalam kitab ini berderajat sahih dan hanya sedikit yang berderajat dhaif. Berdasar penelitian Abdul Aziz al Khuli, seorang ulama bahasa yang banyak menulis biografi tokoh sahabat, sebenarnya hadits yang termuat dalam Al Musnad berjumlah 30 ribu karena ada sekitar 10 ribu hadits yang berulang.

Latar belakang pendidikan

Kepandaian Imam Hanbali dalam ilmu hadits, bukan datang begitu saja. Tokoh kelahiran Baghdad, 780 M (wafat 855 M) ini, dikenal sebagai ulama yang gigih mendalami ilmu. Lahir dengan nama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Imam Hanbali dibesarkan oleh ibunya, karena sang ayah meninggal dalam usia muda. Hingga usia 16 tahun, Hanbali belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lain kepada ulama-ulama Baghdad.

Setelah itu, ia mengunjungi para ulama terkenal di berbagai tempat seperti Kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah dan Madinah. Beberapa gurunya antara lain Hammad bin Khalid, Ismail bil Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim, dan Musa bin Tariq. Dari merekalah Hanbali muda mendalami fikih, hadits, tafsir, kalam, dan bahasa. Karena kecerdasan dan ketekunannya, Hanbali dapat menyerap semua pelajaran dengan baik.

Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Kecintaan kepada ilmu jua yang menjadikan Hanbali rela tak menikah dalam usia muda. Ia baru menikah setelah usia 40 tahun.

Pernikahan beliau

Pertama kali, ia menikah dengan Aisyah binti Fadl dan dikaruniai seorang putra bernama Saleh. Ketika Aisyah meninggal, ia menikah kembali dengan Raihanah dan dikarunia putra bernama Abdullah. Istri keduanya pun meninggal dan Hanbali menikah untuk terakhir kalinya dengan seorang jariyah, hamba sahaya wanita

bernama Husinah. Darinya ia memperoleh lima orang anak yaitu Zainab, Hasan, Husain, Muhammad, dan Said

Keperibadian beliau yang begitu rupawan

Beliau adalah orang yang zuhud lagi dermawan

Tak hanya pandai, Imam Hanbali dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang jadi sahabatnya menjadi saksi akan kezuhudan Imam Hanbali. ”Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Shubuh tiba,” katanya.

Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, ”Aku pernah datang kepada Imam Hanbali, lalu aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, ‘Ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.”’

Beliau orang yang teguh pendirian

Imam Hanbali juga dikenal teguh memegang pendirian. Di masa hidupnya, aliran Mu’tazilah tengah berjaya. Dukungan Khalifah Al Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah yang menjadikan aliran ini sebagai madzhab resmi negara membuat kalangan ulama berang. Salah satu ajaran yang dipaksakan penganut Mu’tazilah adalah paham Al-Qur’an merupakan makhluk atau ciptaan Tuhan. Banyak umat Islam yang menolak pandangan itu.

Imam Hanbali termasuk yang menentang paham tersebut. Akibatnya, ia pun dipenjara dan disiksa oleh Mu’tasim, putra Al Ma’mun. Setiap hari ia didera dan dipukul. Siksaan ini berlangsung hingga Al Wasiq menggantikan ayahnya, Mu’tasim. Siksaan tersebut makin meneguhkan sikap Hanbali menentang paham sesat itu. Sikapnya itu membuat umat makin bersimpati kepadanya sehingga pengikutnya makin banyak kendati ia mendekam dalam penjara.

Pengajaran beliau

Sepeninggal Al Wasiq, Imam Hanbali menghirup udara kebebasan. Al Mutawakkil, sang pengganti, membebaskan Imam Hanbali dan memuliakannya. Namanya pun makin terkenal dan banyaklah ulama dari berbagai pelosok belajar kepadanya. Para ulama yang belajar kepadanya antara lain Imam Hasan bin Musa, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Abu Zur’ah Ad Dimasyqi, Imam Abu Zuhrah, Imam Ibnu Abi, dan Imam Abu Bakar Al Asram.

Sebagaimana ketiga Imam lainnya; Syafi’i, Hanafi dan Maliki, oleh para muridnya, ajaran-ajaran Imam Ahmad ibn Hanbali dijadikan patokan dalam amaliyah (praktik) ritual, khususnya dalam masalah fikih. Sebagai pendiri madzhab tersebut, Imam Hanbali memberikan perhatian khusus pada masalah ritual keagamaan, terutama yang bersumber pada Sunnah.

Pengikut mazhab imam hanbali

Menurut Ibnu Qayyim, salah seorang pengikut madzhab Hanbali, ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa madzhab Hanbali. Pertama, nash (Al-Qur’an dan Sunnah). Jika ia menemukan nash, maka ia akan berfatwa dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak berpaling pada sumber lainnya. Kedua, fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang menentangnya.

Ketiga, jika para sahabat berbeda pendapat, ia akan memilih pendapat yang dinilainya lebih sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Jika ternyata pendapat yang ada tidak jelas persesuaiannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia tidak akan menetapkan salah satunya, tetapi mengambil sikap diam atau meriwayatkan kedua-duanya.

Keempat, mengambil hadits mursal (hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan nama perawinya), dan hadits dhaif (hadits yang lemah, namun bukan ‘maudu’, atau hadits lemah). Dalam hal ini, hadits dhaif didahulukan daripada qias. Dan kelima adalah qias, atau analogi. Qias digunakan bila tidak ditemukan dasar hukum dari keempat sumber di atas.

Pada awalnya madzhab Hanbali hanya berkembang di Baghdad. Baru pada abad ke-6 H, madzhab ini berkembang di Mesir. Perkembangan pesat terjadi pada abad ke-11 dan ke-12 H, berkat usaha Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang untuk memberikan perhatian pada fikih madzhab Hanbali, khususnya dalam bidang muamalah. Kini, madzhab tersebut banyak dianut umat Islam di kawasan Timur Tengah.

---------------------------------------------------Hasil karya----------------------------------------------------

Hasil karya Imam Hanbali tersebar luas di berbagai lembaga pendidikan keagamaan. Beberapa kitab yang sampai kini jadi kajian antara lain Tafsir Al-Qur’an, An Nasikh wal Mansukh, Jawaban Al-Qur’an, At Tarikh, Taat ar Rasul, dan Al Wara. Kitabnya yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad bin Hanbal.

Nasab dan Kelahiran-nya

Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang berarti bertemu nasab p**a dengan nabi Ibrahim.

Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa, tempat tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu beliau dilahirkan, tepatnya pada bulan Rabi‘ul Awwal -menurut pendapat yang paling masyhur- tahun 164 H.

Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke wilayah Kharasan dan menjadi wali kota Sarkhas pada masa pemeritahan Bani Umawiyyah, kemudian bergabung ke dalam barisan pendukung Bani ‘Abbasiyah dan karenanya ikut merasakan penyiksaan dari Bani Umawiyyah. Disebutkan bahwa dia dahulunya adalah seorang panglima.

Masa Menuntut Ilmu

Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya, Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan untuk mereka dua buah rumah di kota Baghdad. Yang sebuah mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka sewakan dengan harga yang sangat murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan keadaan syaikhnya, Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mampu mengantar mereka kepada kemajuan dan kemuliaan.

Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya.

Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Beliau terus menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak mudah goyah. Sang ibu banyak membimbing dan memberi beliau dorongan semangat. Tidak lupa dia mengingatkan beliau agar tetap memperhatikan keadaan diri sendiri, terutama dalam masalah kesehatan. Tentang hal itu beliau pernah bercerita, “Terkadang aku ingin segera pergi pagi-pagi sekali mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu segera mengambil pakaianku dan berkata, ‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan berkumandang atau setelah orang-orang selesai shalat subuh.’”

Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan mengambil hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang pertama yang darinya beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu Hanifah.

Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun. Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun 186. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra beliau bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits lebih.

Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi‘i. Beliau banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain yang menjadi sumber beliau mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah, Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid bin Harun, dan lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat p**a bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”

Sebuah Catatan Kecil

Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan ketekunannya itu menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam hal berumah tangga. Beliau baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada orang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum muslimin.” Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Dan memang senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni hadits, memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada kaum muslimin. Sementara itu, murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya, mengambil darinya (ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang pernah mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau, Abdullah dan Shalih, Abu Zur ‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.

Bersambung Kekisah Ke-empat
Berisi tentang wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal

Setelah Kekuasan Berpindah Kepada Al-amin (Rasionalis)

Sebenarnya Harun ar-Rasyid, khalifah sebelum al-Makmun, telah menindak tegas pendapat tentang kemakhlukan Alquran. Selama hidupnya, tidak ada seorang pun yang berani menyatakan pendapat itu sebagaimana dikisahkan oleh Muhammad bin Nuh, “Aku pernah mendengar Harun ar-Rasyid berkata, ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa Bisyr al-Muraisiy mengatakan bahwa Alquran itu makhluk. Merupakan kewajibanku, jika Allah menguasakan orang itu kepadaku, niscaya akan aku hukum bunuh dia dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun’”. Tatkala Khalifah ar-Rasyid wafat dan kekuasaan beralih ke tangan al-Amin, kelompok Mu‘tazilah berusaha menggiring al-Amin ke dalam kelompok mereka, tetapi al-Amin menolaknya. Baru kemudian ketika kekhalifahan berpindah ke tangan al-Makmun, mereka mampu melakukannya.

Untuk memaksa kaum muslimin menerima pendapat kemakhlukan Alquran, al-Makmun sampai mengadakan ujian kepada mereka. Selama masa pengujian tersebut, tidak terhitung orang yang telah dipenjara, disiksa, dan bahkan dibunuhnya. Ujian itu sendiri telah menyibukkan pemerintah dan warganya baik yang umum maupun yang khusus. Ia telah menjadi bahan pembicaraan mereka, baik di kota-kota maupun di desa-desa di negeri Irak dan selainnya. Telah terjadi perdebatan yang sengit di kalangan ulama tentang hal itu. Tidak terhitung dari mereka yang menolak pendapat kemakhlukan Alquran, termasuk di antaranya Imam Ahmad. Beliau tetap konsisten memegang pendapat yang hak, bahwa Alquran itu kalamullah, bukan makhluk.

Al-Makmun bahkan sempat memerintahkan bawahannya agar membawa Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh ke hadapannya di kota Thursus. Kedua ulama itu pun akhirnya digiring ke Thursus dalam keadaan terbelenggu. Muhammad bin Nuh meninggal dalam perjalanan sebelum sampai ke Thursus, sedangkan Imam Ahmad dibawa kembali ke Bagdad dan dipenjara di sana karena telah sampai kabar tentang kematian al-Makmun (tahun 218). Disebutkan bahwa Imam Ahmad tetap mendoakan al-Makmun.

Sepeninggal al-Makmun, kekhalifahan berpindah ke tangan putranya, al-Mu‘tashim. Dia telah mendapat wasiat dari al-Makmun agar meneruskan pendapat kemakhlukan Alquran dan menguji orang-orang dalam hal tersebut; dan dia pun melaksanakannya. Imam Ahmad dikeluarkannya dari penjara lalu dipertemukan dengan Ibnu Abi Duad dan konco-konconya. Mereka mendebat beliau tentang kemakhlukan Alquran, tetapi beliau mampu membantahnya dengan bantahan yang tidak dapat mereka bantah. Akhirnya beliau dicambuk sampai tidak sadarkan diri lalu dimasukkan kembali ke dalam penjara dan mendekam di sana selama sekitar 28 bulan –atau 30-an bulan menurut yang lain-. Selama itu beliau shalat dan tidur dalam keadaan kaki terbelenggu.
Selama itu p**a, setiap harinya al-Mu‘tashim mengutus orang untuk mendebat beliau, tetapi jawaban beliau tetap sama, tidak berubah. Akibatnya, bertambah kemarahan al-Mu‘tashim kepada beliau. Dia mengancam dan memaki-maki beliau, dan menyuruh bawahannya mencambuk lebih keras dan menambah belenggu di kaki beliau. Semua itu, diterima Imam Ahmad dengan penuh kesabaran dan keteguhan bak gunung yang menjulang dengan kokohnya.

Sakit dan Wafatnya Imam Ahmad Bin Hanbal

Pada akhirnya, beliau dibebaskan dari penjara. Beliau dikembalikan ke rumah dalam keadaan tidak mampu berjalan. Setelah luka-lukanya sembuh dan badannya telah kuat, beliau kembali menyampaikan pelajaran-pelajarannya di masjid sampai al-Mu‘tashim wafat.

Selanjutnya, al-Watsiq diangkat menjadi khalifah. Tidak berbeda dengan ayahnya, al-Mu‘tashim, al-Watsiq pun melanjutkan ujian yang dilakukan ayah dan kakeknya. dia pun masih menjalin kedekatan dengan Ibnu Abi Duad dan konco-konconya. Akibatnya, penduduk Bagdad merasakan cobaan yang kian keras. Al-Watsiq melarang Imam Ahmad keluar berkumpul bersama orang-orang. Akhirnya, Imam Ahmad bersembunyi di rumahnya, tidak keluar darinya bahkan untuk keluar mengajar atau menghadiri shalat jamaah. Dan itu dijalaninya selama kurang lebih lima tahun, yaitu sampai al-Watsiq meninggal tahun 232.

Semakin Bertambah Ujian Beliau

Sesudah al-Watsiq wafat, al-Mutawakkil naik menggantikannya. Selama dua tahun masa pemerintahannya, ujian tentang kemakhlukan Alquran masih dilangsungkan. Kemudian pada tahun 234, dia menghentikan ujian tersebut. Dia mengumumkan ke seluruh wilayah kerajaannya larangan atas pendapat tentang kemakhlukan Alquran dan ancaman hukuman mati bagi yang melibatkan diri dalam hal itu. Dia juga memerintahkan kepada para ahli hadits untuk menyampaikan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah. Maka demikianlah, orang-orang pun bergembira pun dengan adanya pengumuman itu. Mereka memuji-muji khalifah atas keputusannya itu dan melupakan kejelekan-kejelekannya. Di mana-mana terdengar doa untuknya dan namanya disebut-sebut bersama nama Abu Bakar, Umar bin al-Khaththab, dan Umar bin Abdul Aziz.

Menjelang wafatnya, beliau jatuh sakit selama sembilan hari. Mendengar sakitnya, orang-orang pun berdatangan ingin menjenguknya. Mereka berdesak-desakan di depan pintu rumahnya, sampai-sampai sultan menempatkan orang untuk berjaga di depan pintu. Akhirnya, pada permulaan hari Jumat tanggal 12 Rabi‘ul Awwal tahun 241, beliau menghadap kepada rabbnya menjemput ajal yang telah dientukan kepadanya. Kaum muslimin bersedih dengan kepergian beliau. Tak sedikit mereka yang turut mengantar jenazah beliau sampai beratusan ribu orang. Ada yang mengatakan 700 ribu orang, ada p**a yang mengatakan 800 ribu orang, bahkan ada yang mengatakan sampai satu juta lebih orang yang menghadirinya. Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang hadir pada saat itu demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka kepada beliau. Beliau pernah berkata ketika masih sehat, “Katakan kepada ahlu bid‘ah bahwa perbedaan antara kami dan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami”.

---------------------------------------------------------------Ringkasan--------------------------------------------------

Sebuah catatan Kecil

Demikianlah gambaran ringkas ujian yang dilalui oleh Imam Ahmad. Terlihat bagaimana sikap agung beliau yang tidak akan diambil kecuali oleh orang-orang yang penuh keteguhan lagi ikhlas. Beliau bersikap seperti itu justru ketika sebagian ulama lain berpaling dari kebenaran. Dan dengan keteguhan di atas kebenaran yang Allah berikan kepadanya itu, maka madzhab Ahlussunnah pun dinisbatkan kepada dirinya karena beliau sabar dan teguh dalam membelanya. Ali bin al-Madiniy berkata menggambarkan keteguhan Imam Ahmad, “Allah telah mengokohkan agama ini lewat dua orang laki-laki, tidak ada yang ketiganya. Yaitu, Abu Bakar as-Shiddiq pada Yaumur Riddah (saat orang-orang banyak yang murtad pada awal-awal pemerintahannya), dan Ahmad bin Hanbal pada Yaumul Mihnah”. demikian kisah singkat al imam Hambali ra. semoga kita bisa mengambil manfaat dr beliau. amiin...

Address

Lhokseumawe
24355

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Murottal Of The Koran posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Category


Other Video Creators in Lhokseumawe

Show All

You may also like