15/05/2023
*โ MAKNA ZUHUD โ*
Salah seorang Mursyid Thoriqoh Syaziliyah yang masyhur adalah KH. Abdul Jalil Mustaqim, Tulungagung Timur. Kiai Jalil juga mengasuh pesantren PETA (Pesulukan Thariqoh Agung), Tulungagung. Ayahnya, Syekh Mustaqim Husein juga seorang sufi besar pada jamannya, juga seorang Mursyid Thoriqoh.
Suatu hari, ada seorang santri yang gelisah terkait makna zuhud, sehingga santri ini memberanikan diri bertanya kepada Kiai Jalil.
_โMbah Kiai, apa yang dimaksud zuhud dalam kitab Ihya โUlumuddin?โ_ Tanya santri penuh penasaran.
_โKamu belum paham ya?โ_ Kiai Jalil balik bertanya.
_โBelum, Mbah Kiai,โ_ jawab santri.
_โSekarang kamu ke sana. Itu ada bak mandi, kamu isi sampai penuh ya,โ_ perintah Kiai Jalil.
_โInjeh, Mbah Kiai. Siap,โ_ jawab santri.
Santri itu kemudian mengisi dua bak mandi yang besar itu. Santri itu menimba air dari sumur yang tak jauh dari bak mandi. Karena begitu penasaran dengan makna zuhud, santri ini tidak terasa sudah mengisi secara penuh bak mandi itu. Capek, tentu saja. Tapi itu tak dirasakan sedikitpun oleh santri itu.
_โSudah selesai Mbah Kiai. Dua bak mandi sudah penuh semua.โ_ Santri itu melaporkan tugasnya kepada Kiai Jalil.
_โKamu capek atau tidak?โ_ Tanya Kiai Jalil.
_โInjeh, Mbah Kiai. Capek, tapi saya senang Mbah Kiai,โ_ jawab santri dengan tetap riang gembira.
_โYa sudah. Sekarang kamu mandi dulu ya. Habis mandi, nanti ke rumahku ya,โ_ tegas Kiai Jalil.
_โInjeh, Mbah. Nderek Dawuh,โ_ jawab santri.
Karena merasakan capek yang sangat, santri itu bergegas mandi ingin menikmati segarnya air yang sudah diambil dari sumur. Begitu nikmat ia mandi, sehingga ia tersadar untuk segera sowan Mbah Kiai. Setelah ganti baju yang pantas, santri itu bergegas sowan kepada Mbah Kiai.
_โSudah rampung mandinya?โ_ Tanya Kiai Jalil.
_โSudah Mbah Kiai.โ_ Jawab santri dengan gembira.
_โAirnya kamu habiskan?โ_ Tanya Kiai Jalil.
_โYa tidak, Mbah Kiai. Saya gunakan secukupnya saja.โ_ Jawab santri.
_โItulah zuhud wahai santriku. Carilah harta sebanyak-banyak, tapi gunakan harta itu secukupnya saja. Sisanya biar dimanfaatkan untuk keperluan orang lain.โ_ Tegas Mbah Kiai Jalil dengan sederhana.
Santri itu kaget dan terpana dengan jawaban sederhana dari mbah kiai yang sangat dihormatinya itu. Tanpa perlu dalil-dalil dan ayat-ayat, Mbah Kiai Jalil memberikan jawaban yang sangat tepat bagi santri itu.
Itulah ciri khas ulamaโ Indonesia. Mereka mampu menerjemahkan ajaran Islam dengan penjelasan sederhana, tetapi maknanya sangat dalam dan sangat cocok dengan kondisi masyarakat.
Inilah ilmu warisan para ulama' yang terus mengalir kepada umat Islam Indonesia sampai saat ini.