28/04/2022
Sunah muakkad hukumnya menjawab adzan, keutamaannya juga berlimpah. Apalagi diiringi dengan doa setelah adzan, nabi menjaminkan syafaatnya. Sabda beliau ;
إِذا سَمِعْتُمْ الْمُؤَذّن فَقولُوا مثل مَا يَقُول
“Ketika kalian mendengar muadzin (meklantunkan adzan) maka ucpkanlah (Jawab) seperti yang diucapkannya.”
Kecuali pada lantunan Hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falah, kita menjawabnya dengan hauqalah, yakni Laa haula wa laa quwwata illa billah. Juga saat muadzin sampai pada asshalaatu khairun minan naum di waktu subuh, kita menjawabnya dengan shadaqta wa barrarta. Redaksi dari kitab Majmu’ mengatakan;
إذا سمع مؤذنا بعد مؤذن هل يختص استحباب المتابعة بالأول أم يستحب متابعة كل مؤذن فيه خلاف للسلف حكاه القاضي عياض في شرح صحيح مسلم ولم أر فيه شيئا لأصحابنا. والمسألة محتملة والمختار أن يقال المتابعة سنة متأكدة يكره تركها لتصريح الأحاديث الصحيحة بالأمر بها وهذا يختص بالأول لأن الأمر لا يقتضي التكرار وأما أصل الفضيلة والثواب في المتابعة فلا يختص والله أعلم
“Ketika mendengar seruan muadzin (orang yang adzan) setelah muadzin yang lain, apakah kesunahan menjawabnya hanya pada kumandang adzan yang pertama saja, atau juga keseluruhan adzan? Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat ulama salaf. Seperti yang diungkapkan oleh Qadli ‘Iyadh dalam syarah kitab Shahih Muslim. Dalam kasus ini, Saya (Imam Nawawi) tidak menemukan komentar dari kalangan Syafi’i. Kasus ini masih ada beberapa kemungkinan, akan tetapi pendapat yang dipilih bahwa menjawab adzan hukumnya sunah muakkad (ditekankan) makruh bila ditinggalkan. Berlandaskan kesharihan hadis yang memerintahkannya. Dan perintah ini hanya terkhusus pada adzan yang pertama, sebab, perintah itu tidak menuntut untuk diulangi (pelaksanaannya). Sedangkan keutamaan dan pahala dalam menjawab adzan tidak tertentu pada adzan paling pertama saja (Semua mendapatkannya). Wallahu a’lam.”
*Lanjutan di kolom komentar