03/01/2025
**Part 35:**
Afan dan Devi melangkah menuju kamar mereka. Wajah Devi masih menyiratkan emosi yang campur aduk, antara kebahagiaan karena Afan kembali dan rasa penasaran yang terus menghantuinya.
Setibanya di kamar, Devi membimbing Afan duduk di tepi ranjang.
**"Fan, aku mau ngomong sesuatu,"** ucap Devi dengan nada serius, sambil duduk di sampingnya.
Afan mengelus pucuk kepala Devi dengan lembut. **"Mau ngomong apa, sayang? Cerita aja,"** sahutnya, menatap mata Devi yang mulai berkaca-kaca.
Devi menggenggam tangan Afan erat-erat, seolah takut kehilangan lagi. **"Aku selama ini merasa ada yang salah, Fan. Aku nggak pernah benar-benar percaya kalau kamu pergi. Aku selalu yakin kamu masih hidup, meskipun semuanya bilang kamu sudah nggak ada."**
Afan tersenyum kecil, lalu meraih wajah Devi dengan kedua tangannya. **"Aku tahu, sayang. Aku bisa merasakan doa dan keyakinanmu. Itu yang bikin aku terus kuat dan nggak menyerah waktu aku terdampar di pulau itu."**
Air mata Devi mulai mengalir. **"Fan, aku takut. Aku takut kehilangan kamu lagi. Aku nggak sanggup ngebayangin harus ngelewatin semuanya sendiri, apalagi..."** ucapnya sambil memegang perutnya.
Afan memotong kalimat Devi dengan suara lembut, **"Hei, dengerin aku. Aku nggak akan kemana-mana lagi, Dev. Aku di sini buat kamu dan anak kita. Aku nggak akan ninggalin kalian, aku janji."**
Devi mengangguk, meski air matanya terus mengalir. Afan memeluk Devi erat-erat, mencoba menenangkan istrinya.
Setelah beberapa saat, Devi akhirnya mulai merasa lebih tenang. Ia melepas pelukan itu dan menatap Afan. **"Aku cuma nggak ngerti, Fan. Kalau jasad yang ditemukan itu bukan kamu, tapi Afandra... Kenapa bisa ada kebingungan kayak gini? Kok semua orang yakin itu kamu?"**
Afan terdiam sejenak, lalu menjawab, **"Aku juga nggak ngerti, sayang. Mungkin ada kesalahan waktu evakuasi. Tapi aku bersyukur, karena meskipun aku hilang, aku bisa kembali sama kamu. Itu yang penting."**
Devi mengangguk pelan. **"Iya, yang penting sekarang kamu di sini. Aku cuma harus bersyukur kita diberi kesempatan kedua."**
**"Bukan cuma kita, tapi anak kita juga,"** ucap Afan sambil meletakkan tangannya di atas perut Devi yang masih datar. **"Aku nggak sabar ketemu dia nanti, Dev."**
Devi tersenyum kecil, akhirnya merasa sedikit lebih ringan. **"Aku juga, Fan. Aku janji, aku akan lebih kuat mulai sekarang. Untuk kamu dan untuk anak kita."**
Afan memeluk Devi sekali lagi, kali ini dengan perasaan lega. Mereka berdua akhirnya membaringkan diri di ranjang, saling menggenggam tangan, menikmati momen kebersamaan yang sudah lama hilang.
Di luar kamar, Mama Fani dan Papa Hendra masih duduk di ruang tamu. Mereka saling bertukar pandang, terlihat lega tapi juga penasaran.
**"Pah, aku tetap nggak habis pikir. Kalau yang ditemukan itu Afandra, kenapa bisa semua orang, termasuk tim SAR, yakin itu Afan?"** tanya Mama Fani dengan nada ragu.
Papa Hendra menghela napas panjang. **"Entahlah, Mah. Mungkin ada sesuatu yang belum kita tahu. Tapi sekarang yang penting, Afan sudah kembali. Itu lebih dari cukup buat kita."**
Mama Fani mengangguk pelan, meski rasa penasaran itu belum sepenuhnya hilang. Di dalam hatinya, ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran di balik semua ini.