22/10/2020
https://www.facebook.com/175057005878209/posts/3634511296599412/?app=fbl
*Begitulah
Dibangun dengan dana 3 trilyun. Ambisius sekali. Bahkan saran orang2 tidak didengarkan. Mengotot sekali, harus bandara besaaar. Memaksa warga Bandung jadi susah naik mobil 2-3 jam. Penerbangan cuma 1 jam, eh ke bandaranya 3x nya. Belum lagi biaya bensin, tol, dll ke bandara. Hebat memang logika mereka.
Apa hasilnya? Bahkan sebelum pandemi datang, bandara ini sepi. Apalagi saat pandemi. Entah ada berapa pesawat yg mendarat di sini tiga bulan terakhir.
Biaya operasional normal bandara ini 6-7 milyar per bulan. Staf, perawatan, dll. Entahlah sudah berapa puluh milyar, atau malah ratus milyar 'dibakar' untuk menjaga bandara ini sejak diresmikan.
Page Tere Liye ini punya banyak sekali tulisan ttg bandara ini duluuu. Bahkan sebelum bandara ini dibangun. Bagus Cirebon, Majalengka, Indramayu punya bandara. Tapi mbok ya skala kecil saja, dan khusus buat wilayah ini saja. Nanti jika memang demand-nya bagus, baru diperbesar secara bertahap. Lah, ini malah ambisius sekali. Bikin repot warga Bandung, dll. Iya kalau negara ini kaya, bebas saja hamburkan uang. Ini hutang tiap hari nambah 1 trilyun. Infrastruktur itu dibangun dengan perencanaan baik.
Saya ingat sekali caci maki, kontra argumen pendukung bandara ini. Amazing. Ambyar saja argumen mereka. Mulai dari bandara Bandung di tengah kota tidak aman. Bandara Bandung itu milik TNI. Bandara Bandung itu cuma bisa buat pesawat kecil, dll. Tulisan2 ini dulu, waah, viral cuy.
Tapi sudahlah. Terserah. Mari habiskan uang utk merawat bandara ini. Semoga tidak nyusul nasib stadion2 berhantu, hambalang, dll, dsbgnya. Dan semoga, besok2, kalau elu mau bangun bandara lagi, ayolah, didengarkan saran orang. Bukan cuma mengotot pokoknya jadi. Itu bukan cuma soal proyek, proyek dan proyek. Tapi pertanyaannya: uang rakyat itu dipakai efisien dan efektif nggak? Elu hajar habis2an bangun infrastruktur, trilyunan, tapi cuma mubazir, buat apa?
Yang hepi cuma kontraktornya doang.
Dan buat netizen, yang duuuh, setiap saat siap menjilati pemerintah. Serius deh, kamu baru tahu rasanya kesal, jika kamu bayar pajak buanyak. Masalahnya, kamu jangan2 SPT 2019 saja tidak lapor. Yang ada menikmati uang negara, digaji negara, bahkan pajakmu itu jangan2 juga ditanggung negara di slip gaji, dll bukan malah nyetor pajak ke negara.
*Tere Liye, penulis novel "Negeri Para Bedebah"
**foto dari website Tirto / Andrey Gromico
****kami bantu buat yg tdk paham apa sih dulu yg diributkan Tere Liye soal bandara ini, repos tulisan lama:
*Jalan-jalan
Kalau kalian s**a memperhatikan, s**a jalan-jalan, maka kalian mungkin bisa menjawab pertanyaan ini: apakah ada di dekat rumah kalian, terminal bus/angkot yang terbengkalai? Itu terminal di bangun jauh dari kota, jauh dari mana2, lantas ada ruko2nya, dll. Gede, luas. Tapi sepi.
Nah, di Sumatera, Kalimantan, banyak terminal model ini. Cuma jadi prasasti. Di pulau2 lain juga ada. Silahkan search saja di internet. Banyak beritanya. Niat awalnya mau jadi 'hub', nanti angdes dr berbagai trayek, berhenti di situ, kemudian angkot bawa penumpang ke kota. Juga jadi pemberhentian bus2 jarak jauh. Sentra bisnis berkembang. Dll. Tapi itu teorinya. Hasilnya? Itu terminal kagak guna. Cuma dilewatin doang. Sopir bus juga tdk masuk, hanya lempar gumpalan uang. Cau!
Ssst, ada puluhan banyaknya terminal2 hantu begini. Dibangun dengan dana puluhan, ratusan milyar. Uang rakyat semua.
Saat saya SMA, 20 tahun lalu, mulai sering kemana2, sy juga sudah bingung lihatnya. Itu terminal kenapa ditaruh jauh sekali? Memangnya penumpang goblok gitu? Malah nambah biaya, buang waktu. Mereka maunya langsung masuk ke dalam kota. Bukan malah disuruh mampir kemana2 dulu. Wah, kata mereka, ini dibangun karena berpikir jauh ke depan. Saya tambah bingung. Baiklah. 20 tahun ke depan telah berlalu. Hari ini, itu terminal tetap nggak guna. Padahal sudah 20 tahun lebih. Mungkin maksudnya lihat 200 tahun ke depan.
Inilah penyakit pembangunan infrastruktur di negeri ini.
Kalau negara kita itu kaya, tidak masalah. Silahkan coba-coba, silahkan ber-eksperimen. Tapi duuh Gusti. Utang sudah mau 6.000 trilyun kok ngaku kaya. Kita harus serius sekali berhitung. Apakah itu bangunan akan berguna tidak? Apakah demand-nya memang ada atau tidak? Atau jangan2 pokoknya dibangun saja. Maksa.
Nah, ciri maksa paling gampang adalah: semua pengin langsung besar. Megah. Contoh terminal ini misalnya, kenapa nggak dulu bangun skala kecil. Cukup 2-3 milyar, beres. Lantas lihat apakah itu penumpang betulan mau mampir di sana. Apakah lokasinya berkembang? Jika demand-nya tumbuh, maka mulailah dikembangkan. Gitu loh. Itu logika simpel banget toh? Bukan belum apa2, sudah langsung gelontorkan puluhan milyar. Itu bukan duit pejabat yang tanda-tangan. Itu duit rakyat. Juga utang.
Berhentilah bersilat lidah soal masa depan. Semua orang juga tahu, pembangunan infrastuktur itu memang buat masa depan. Tapi ada yang memikirkan secara komprehensif masa depan rakyat. Ada yang cuma mikirin masa depan dirinya saja. Periodenya saja. Kontraktornya saja. Dll saja. Pokoknya biar saat sy menjabat, sy bisa bilang, sy sudah membangun. Bodo amat kalau cuma jadi bangunan hantu.
Kita itu, bangun rumah sendiri saja s**a kecil-kecilan dulu loh. Pertama, karena uang kita terbatas. Kedua, biar perencanaannya lebih matang. Kecuali yg tajir gila. Monggo silahkan langsung bangun istana. Megah. Tapi kalau cuma modal utang bank. Tidak usahlah belagu. Apalagi kalau besok2 yg bayar anak cucu.
Belajarlah dari terminal2 hantu ini. Berserakan di Indonesia. Juga dari stadion2, gedung2 berhantu. Juga pasar2 kosong. Kita tidak perlu menambahinya dengan pelabuhan, bandara, dll.
Dan terakhir: dimana2, pembangunan itu untuk memudahkan akses, kehidupan rakyat. Jarak tempuh berkurang, biaya berkurang. Bukan malah sebaliknya, tambah lama, tambah mahal. Utk kemudian mengotot: demi masa depan, tapi, tapi, tapi.
Atau jangan2, mereka kurang jalan-jalan, jadi tidak tahu realita lapangannya.
*Tere Liye, penulis novel "Negeri Para Bedebah"