25/02/2022
Copas dr sebelah 😭😭😭😭😭
*K A K A K B E R A D I K*
*SEMOGA KITA SEMUA BISA MENGAMBIL HIKMAHNYA*
*Drrttt ... drrttt ... drrrtttt ....*
*Ponselku berdering.* *Gegas aku meraih benda pipih kesayanganku yang tak lagi bisa berdering sempurna tersebut di atas televisi.*
*Kak Nilam memanggil.*
*Kuusap layar yang telah buram sesaat , sebelum mengangkat panggilan dari kakak tertuaku.*
*" Assalamu'alaimum, Kak , " sapaku terlebih dahulu.*
*" Walaikumsallam , Lisa. Besok , aku sama Ferdi mau ke sana. Kangen sama rumah lama , " sahut Kak Nilam langsung memberi kabar yang membuat aku termangu.*
*Setelah kepergian ibu 3 tahun silam , ini kali pertama kakak dan adikku yang kehidupannya telah sukses di kota menyambangiku kembali.*
*Dulu memilih menetap di kampung demi menjaga ibu yang telah sepuh. Sampai akhirnya aku menikah dengan Mas Waris yang berasal dari satu kampung.*
*" Lisa ? Kamu masih di situ, kan ? "*
*" Eh , i - iya Kak. Iya. Besok , aku akan masakin makanan yang pasti Kak Nilam dan Ferdi s**a , " sahutku berusaha ceria.*
*"Makasih ya , Lis!"*
*Setelah bertukar salam , aku meletakkan ponsel kembali di atas televisi. Hatiku dilanda resah. Beras untuk makan kami berempat hanya tersisa untuk besok saja. Bila Kak Nilam dan Ferdi datang sekeluarga , itu artinya akan bertambah dua kali lipat.*
*Mas Waris hanya seorang pekerja serabutan. Sudah seminggu ia belum bekerja. Kadang ajakan kerja ada , tapi jarak tempuh jauh , sedangkan kendaraan yang kami miliki hanya sebuah sepeda tua. Bila sudah begini , untuk biaya hidup kami , aku tak segan menyusuri sungai kecil dan rawa - rawa.*
*Mengais rejeki dengan memetik kangkungN dan genjer yang tumbuh di tepi sungai dan rawa untuk diikat , lalu kutawarkan pada warga kampung adalah yang lumrah bagiku. Tak banyak memang hasilnya , tapi cukup sekedar untuk membeli beras.*
*"Mas , besok Kak Nilam dan Ferdi mau datang , " ucapku pada Mas Waris yang sedang membolak -balik tanah pekarangan yang sempit dengan cangkul untuk menanam cabai dan tomat.*
*Mas Waris menatapku sesaat , lalu meletakkan cangkul. Seolah mengerti kerisauanku , dia berkata, " aku akan periksa ' Bubu ' di sungai.*
*Aku mengangguk dan menatap punggung pejuang nafkahku itu hingga kejauhan. Untuk lauk, kami memang selalu mengandalkan hasil perangkap ikan bernama ' bubu ' yang dipasang di sungai.*
*Pandanganku kini beralih pada dua ekor ayam jantan kesayangan Widan -anak bungsuku yang berusia 6 tahun. Bergegas aku ke kamarnya.*
*" Nak , besok Indah sama Faris mau datang. Boleh enggak , ayamnya ibu tukar sama beras dulu ? Nanti kalau ada uang, ibu beli ayam yang baru ? " kuusap lembut kepala anakku sambil bertanya.*
*Wildan menatapku sebentar , lalu mengangguk. Mendengar sepupunya yang sebaya akan datang saja , dia sudah sangat senang.*
*"Terima kasih , Nak ," kucium penuh haru pucuk kepala anakku.*
*Tanpa pikir panjang aku langsung menangkap dua ekor ayam jago tersebut, lalu membawa ke warung sembako terdekat.*
*Setelah tawar menawar sebentar , akhirnya aku berhasil membawa pulang beras sebanyak 5 kg, bawang merah , bawang putih , minyak goreng , telur , gula , teh dan kopi secukupnya. Tak lupa kubeli beberapa bungkus jajan untuk menyambut keponakanku besok.*
*Keesokan harinya , Kak Nilam dan Ferdi benar - benar datang dengan mengendarai mobil masing - masing. Aku tersenyum bahagia dengan pencapaian dua saudaraku tersebut. Istri Ferdi seorang wanita karir , dan suami Kak Nilam seorang pengusaha sukses.*
*Wajar jika dulu mereka berdua langsung menyerahkan begitu saja , rumah peninggalan orang tua kami beserta seluruh isinya padaku dan Mas Waris.*
*Walau terbersit rasa minder , namun aku tetap menyambut kedua saudaraku yang datang tepat di jam makan siang tersebut dengan senyum Blebar. Aku langsung mengajak mereka bersantap dengan menu yang sangat sederhana.*
*Ikan gabus dan telur bumbu bali , tumis kangkung , kulupan jantung pisang , dan ikan puyu bakar dilengapi cacapan mangga muda rupanya menggugah selera kedua saudaraku. Beruntung , keponakan dan ipar - iparku dari kota juga menyukai makanan ala desa yang kusuguhkan.*
*"Berasa makan masakan ibu, " gumam Ferdi setelah makan.*
*Aku dan Kak Nilam tersenyum. Dulu menu yang kusuguhkan memang akrab dengan mereka berdua saat kami masih tinggal bersama.*
*Usai makan siang , Kak Nilam dan Ferdi berjalan - jalan sambil mengenang masa kecil mereka dengan tetangga sekitar. Anak-anak kami pun bercengkrama hingga sore hari.*
*Malam hari , kami melanjutkan obrolan dengan bernostalgia mengenang saat - saat kedua orang tua kami masih lengkap. Sesekali Ferdi dan Kak Nilam bertanya tentang kegiatan Mas Waris.*
***
*Keesokan paginya , Kak Nilam dan Ferdi sudah siap - siap ke kembali ke kota. Malu-malu aku menyuguhkan sarapan nasi goreng putih seadanya dan telur dadar sebelum mereka pulang.*
*Tapi Kak Nilam dan Ferdi begitu senang menikmati makanan, yang selalu mereka kaitkan dengan masakan ibu. Ya , dulu itu memang menu sarapan andalan kami sebelum berangkat sekolah.*
*Ah , aku begitu terharu. Kak Nilam dan Ferdi , membuat aku yang tak punya apa - apa ini merasa begitu dihargai. Sayangnya , tak ada apa - apa yang bisa kuberikan pada mereka sebagai oleh-oleh layaknya orang yang baru saja pulang kampung.*
*Saat hendak pulang, Susan - anak Kak Nilam merengek ingin membawa satu -satunya boneka kesayangan Dila anak pertamaku. Dila langsung merelakan bonekanya dibawa oleh Susan. Aku senang, karena masih ada yang bisa kuberikan pada keponakanku yang tak kurang apapun itu.*
*Aku melepas kepergian kedua saudaraku dengan air mata berlinang. Sungguh , aku masih rindu. Dulu , dengan selisih usia masing-masing 2 tahun , tak ada hari yang terlewatkan tanpa pertengkaran antara kami bertiga. Tapi itulah cara kami bertiga berbagi kasih sayang.*
*Aku berbalik membawa kesedihanku ke rumah. Dila dan Wildan pun banyak diam. Aku merasa bersalah , karena mengorbankan ayam kesayangan Wildan, dan boneka Dila. Aku janji , akan mengganti secepatnya bila ada rejeki nanti.*
*Beberapa saat kemudian , pintu rumah di ketuk. Pak Zainal , pemilik warung langgananku datang menyerahkan sebuah kardus besar , lalu menurunkan dua karung beras dengan bobot masing - masing 20 kg, dari sepeda motornya.*
*"Buat siapa ini, Pak ? " tanyaku heran.*
*"Ya buat Mbak Lisa, toh. Kemaren kakaknya Mbak jalan - jalan ke warung , dan beli ini semua katanya titip buat Lisa. Tapi pesannya kalau mereka sudah pulang baru boleh saya antar. "*
*Hanya ucapan terima kasih Nyang mampu kuucapkan setelah mendengar jawaban dari Pak Zainal.*
*Selanjutnya , air mata jatuh tanpa bisa kukendalikan melihat isi kardus. Sembako lengkap , cukup bahkan lebih bagiku yang terbiasa irit untuk hidup sebulan ke depan.*
*Aku menelpon dan mengucapkan terima kasih pada adik dan kakakku bergantian, sambil terisak.*
*Dua hari kemudian, sebuah mobil Pick Up berwarna hitam singgah di depan rumah , dan tiga orang dengan cekatan menurunkan sebuah sepeda motor bekas tapi masih sangat layak pakai , dan sebuah kardus.*
*Aku tercengang saat pengantar barang mengatakan titipan dari Ferdi dan Kak Nilam.*
*Sebuah kardus dengan tulisan untuk Dila dan Wildan langsung di serbu oleh kedua anakku.*
*Aku sendiri langsung meraih ponsel ingin menelpon kedua saudaraku. Tapi, terlebih dahulu pesan dari mereka berdua masuk.*
*[ Istriku beli motor baru , daripada yang satu tidak terpakai mungkin bisa digunakan oleh Kak Waris kerja , atau ngantar kakak kemana-mana ] pesan dari Ferdi.*
*Ah , adik kecilku itu , dia hanya tak mau mengakui terang-terangan bahwa kasihan padaku , kakak yang dulu sering membuatnya menangis karena kalah saat rebutan jajan , walau akhirnya tetap lebih banyak untuk Ferdi.*
*Dengan tangan gemetar kubalas pesannya. Aku lupa niatku tadi menelpon.*
*[ Tapi ini mahal , Fer. Apa istrimu enggak keberatan ?]*
*[ Enggak Kak. Itu engga ada apa - apanya dibanding waktu dan tenaga yang Kakak habiskan , dua tahun mengurus ibu sakit seorang diri dulu] balasan dari Ferdi yang membuatku luruh dalam tangis haru. Mas Waris pun ikut menitikkan air mata di sebelahku.*
*Aku menoleh pada kedua anakku di samping Kardus tersebut berisi 3 boneka baru , dan beberapa lembar baju untuk mereka berdua. Kubuka pesan dari Kak Nilam.*
*[Kemaren Susan sama Rudi jalan - jalan ke Mall. Banyak barang diskonan, jadi beli sekalian buat Dila dan Wildan. Dan anting itu, aku sudah bosan sama modelnya. Kayaknya cocok di telingamu]*
*Aku tertegun. Anting ? Kurogoh bagian bawah di dalam kardus , dan benar ada sebuah kotak kecil. Tanganku gemetar membuka kotak tersebut. Ini anting Kak Nilam yang dia pakai saat kesini kemaren. Aku segera menelponnya.*
*" Kak , apa - apaan ini. Ini anting mahal. Yang kerja Kak Rahman bukan Kakak. Ini berlebihan. Nanti kukembalikan aja," tolakku benar - benar sungkan pada suaminya walau aku tahu , harga benda tersebut mungkin hanya senilai uang jajan anak Kak Nilam sebulan.*
*" Kalau kamu mau kembalikan , berarti kamu enggak anggap aku kakakmu ?*
*Bukankah Kakak memang harus berbagi dengan adiknya ?*
*Kamu lupa , dulu aku sering mengambil jatah uang sakumu dan membuat ibu marah ?*
*Kata ibu , kakak itu harusnya memberi adiknya , bukan mengambil ! " ucap Kak Nilam sambil tertawa kecil kembali mengingat masa kecil kami.*
*Aku tak kuasa menahan air mata. Setelah mengucapkan terima kasih, aku langsung menutup sambungan telpon dan menumpahkan tangis bahagia sambil memeluk kedua anakku.*
*Terngiang kembali ucapan ibu sewaktu kami bertiga sering bertengkar dulu.*
*" Terus saja betengkar , nanti kalau kalian sudah punya keluarga masing-masing dan saling berjauhan , baru kalian tahu apa artinya saudara. "*
*Dan kini aku tahu, bahwa saudara kandung itu lebih berharga daripada harta dan tahta.*
*Kakak beradik ....*
*Dilahirkan dari rahim yang sama.*
*Dibesarkan dengan makanan yang sama.*
*Tinggal di dalam rumah yang sama.*
*Namun di atas nasib dan takdir yang berbeda.*
*Saudara yang hidup dalam kekurangan belum tentu ujian untuk hidupnya sendiri.*
*Bisa jadi kekurangannya juga ujian bagi saudaranya yang lebih mapan.*
*Ujian untuk melihat, apakah yang mapan akan membentang jarak lalu melambaikan tangan dan menjauh, atau SEBALIKNYA memangkas jarak lalu mengulurkan tangan, hingga keduanya bisa berdiri sejajar.*
* ..*
*Baru sempat baca nih🙏 Harus menyiapkan tissue untuk menyapu air mata😭😭. Sangat menginspirasi sekali .* *Sebagai pesan pengingat untuk diri sendiri.*
*Semoga semakin sering menjalin silaturahmi dg saudara sendiri.*
*Walau dengan jarak yang jauh diseberang pulau walau hanya deringan telepon yang memanggil hati menjadi senang.*
*Masyaallah.*
*Alhamdulillah luar biasa inspirasi ini*🤲
*TERIMA KASIH* 👍👍
*WASSALAMMUALAIKUM WR WB.*