06/06/2024
Siapa generasi 70-80an yg gak kenal kertas surat fenomenal ini?
Wanginya bikin lelembut insecure🤣🤣
Btw, sama seperti remaja lainnya, adalah aku punya secuil kisah yg melibatkan kertas surat ini.
Dulu, ada temenku yg ayah ibunya divorced, nah temenku dalam seminggu beberapa kali ke toko ayahnya, minta duit jajan dan sering banget aku nemenin dia.
Karena sering banget mondar mandir ke sana, adalah seseorang yg jatuh cinta padaku. Tokonya sebelahan dgn toko ayah temenku. Dia sering di toko bantuin ortunya, jadi pas aku ke sana nemenin temen, ya otomatis kami ketemu.
Dan mulailah kertas surat fenomenal ini terlinat dalam urusan kami,
Surat dari dia tentu saja diawali dengan "Bandung dulu baru Jakarta, senyum dulu baru dibaca". Aku bacanya blas datar, gak ada senyum2nya. Saking pantun ini udah basi banget.
Surat ditutup dengan pantun lagi tentu saja, 4x4=16, sempat tak sempat harap dibalas.
Nah, ada kalimat di surat itu yg masih kuingat,
Begini lebih kurang kalimatnya "kakanda tak bisa hidup tanpa adinda, semoga adinda memahami apa yg kakanda rasakan ini,"
Oiya, jaman itu memang biasa ya di surat nulisnya 'kakanda adinda, ananda ibunda'
Aku pernah nulisin surat nenekku buat pamanku yg dirantau, itu nenekku mendiktekan dan aku yg menuliskan, ngomongnya juga "menemui ananda di rantau orang. Ibunda sampaikan kalau ibunda sehat wal afiat, begitu p**a ananda hendaknya...."
(Ya Allah, aku jadi kangen nenekku, nenek yg lembut dan baik hati. Alfatihah buat nenekku, aamiin.)
Oke, kembali ke si anaconda, eh ke si kakanda.
Kubalaslah suratnya pakai kertas biasa, lembar buku paling tengah kurobek, bukannya aku gak punya kertas surat harvest, punya banyak malahan, aneka gambar aku koleksi, tapi aku merasa rugi memakainya untuk seseorang yang tak akan kuterima.😀🤣😁
"Lebih baik kita jadi kakak adik saja, mari kita konsentrasi pada pendidikan dan masa depan saja," begitu balasanku, bijak bestari.
Oh tentu d**g ada pantunnya p**a "burung irian burung cenderawasih, cukup sekian dan terimakasih "
Entahlah kenapa generasi 70-80an selalu menolak dgn pakai kalimat itu ya? Jadi kakak adek saja,
Mungkin kalau udah jadi adeknya, terus orangtuanya meningsoy, berharap ikut dapat harta warisan?🤣🤣
Ih sungguh visioner sekali kita ya, berpikir step a head, selangkah lebih maju 😁
Oiya, surat yg walau hanya pakai kertas buku biasa, aku lipat memakai rasa seni, menjadi berbentuk baju kemeja.
Pasti kalian tau kan bentuknya?
Rupa-rupanya, si kakanda nggak bisa menjadikan aku sebagai adeknya. Mungkin repot pindah KK 🤣🤣
Dia balas lagi, kalimat yg sama dia ulang lagi "harap adinda mengerti, sungguh tak mampu kakanda hidup tanpa adinda,".
Et dah, dia ini anak STM. Terkenal sangar kan ya anak STM itu (dibanding anak SMA atau anak SMEA), tapi walaupun tampang rock ternyata hatinya dangdut. Mendayu-dayu.
Tapi, kala itu aku adalah garis keras memikirkan masa depan yg cerah, 'no time for love' kutulis dibelakang sampul buku 😋😋
Singkat kata singkat cerita, aku pindah kos. Oiya, aku itu sekolah di kota, sebenarnya nggak terlalu jauh dr rumahku, tapi kala itu transportasi kan susah, jadi aku mulai ngekos dari smp kelas 2.
Sejak pindah kos, maka aku tak lagi nemenin temenku ke tempat ayahnya minta uang jajan.
Kisah surat cinta ini terbengkalai. Aku tetap hidup. Entah gimana nasib si kakanda yg konon katanya gak bisa hidup tanpa aku itu 🫢🫢
Waktu bergulir, bulan berjalan tahun berganti,
Berpuluh tahun kemudian. Aku mudik.
Iseng aku mampir ke toko emas. Liat2.
Eh, seseorang menyapaku. Besar badannya. Tapi ramah senyumnya.
Walau berat badannya udah berubah, aku masih ingat dialah si kakanda yg tak bisa hidup tanpa aku dulu itu. Lhaa ternyata puluhan tahun gak ketemu, dia masih hidup kok.
Ajaib juga dia masih ingat aku. Kami ngobrol sebentar, dia nanyain kabar temenku (yg dulu sering kutemani), dia cerita kalau ayah temenku udah lama pindah (jadi mereka gak tetangga lagi).
"Sama siapa?" Tanyanya karena melihat aku sendirian.
"Sama suami dan anak-anak, tuh di luar," tunjukku.
"Oh, udah berapa orang anak?" Tanyanya lagi.
"Alhamdulilah, 4, cowok semua."
"Alhamdulilah, " jawabnya
"Tapi kalah sama aku, anakku lima," dia tertawa, " itu yg nomor 3," lanjutnya sambil menunjuk seorang gadis pra remaja yg lagi memilih-milih cincin.
Lalu aku pamit duluan.
Hatiku berhitung, jika anak nomor 3 saja udah mau remaja, berarti dia udah lama juga nikahnya ya. Jauh lebih duluan dari aku nikah kayaknya.
Lalu aku inget kalimat di surat cintanya yg ia ulang-ulang dulu "kakanda tak bisa hidup tanpa adinda, semoga adinda bisa memahami perasaan kakanda ini,"
Aihhh... gak bisa hidup tanpaku katanya, tapi anaknya lima dan sekarang dia gendut p**a terlihat bahagia
😁😁😁😁🤣🤣🤣