Mba Luck4d

Mba Luck4d hidup itu selalu penuh dengan pertaruhan ,
yang mau support boleh cek link iklan di bio ku ya :) makasih
(1)

29/10/2024

"Selamat tidur, sayangku. Semoga mimpi indah menghampirimu malam ini, dan semoga aku ada dalam mimpimu. Sampai jumpa besok pagi dengan senyum terindahmu."

09/09/2024

hello sayang

Pelukan Hangat di Rumah Kos  💋Perkenalkan nama saya Melinda, statusku sekarang adalah istri dari seorang lelaki yang ber...
04/09/2024

Pelukan Hangat di Rumah Kos 💋

Perkenalkan nama saya Melinda, statusku sekarang adalah istri dari seorang lelaki yang bernama Gessa. Kurang lebih baru 11 bulan ini hubungan kami terjalin. Yang namanya orang berumah tangga untuk mendapatkan momongan itu adalah suatu impian, namun sampai saat ini kami belum juga mendapatkan momongan.

Sampai mencoba obat-obatan herbal. Kalau hasil dari diagnosa dokter sih kami berdua sama-sama subur, tapi yasudahlah mungkin belum saatnya. Atau mungkin selama dulu kami berpacaran, kami sering, mer*kok, mengkonsumsi alk*hol di di tempat Cl*bing. Memang sih dulu kami sering lakukan setiap satnight ( malam minggu).

Hal itu sering kami lakukan selama masa pacaran. Pekerjaan suamiku adalah seorang sales disalah satu perusahaan swasta yang lumayan terkenal di negri kita ini. Hampir setiap hari suamiku pergi ke luar kota, bahkan terkadang sampai 1 minggu di luar kota.

Karena suamiku merasa kasihan kepadaku, maka dia mempunyai inisiatif untuk menyekat rumahku dan membuka tempat kos agar aku tidak merasa kesepian apabila suamiku dinas keluar kota. Semula empat kamar tersebut kami kos-kan untuk cewek-cewek, ada yang mahasiswa ada p**a yang karyawati.

Aku sangat senang ada teman untuk ngobrol-ngobrol. Setiap suamiku p**ang dari luar kota, pasti dibawakan oleh-oleh agar mereka tetap senang tinggal di rumah kami. Tetapi lama-kelamaan aku merasa makin tambah bising, setiap hari ada yang apel sampai larut malam, apalagi malam minggu, aduh bising sekali bahkan aku semakin iri pada mereka untuk kumpul bersama-sama satu keluarga.

Begitu suamiku datang dari luar kota, aku menceritakan hal-hal yang tiap hari kualami, akhirnya kita putuskan untuk membubarkan tempat kos tersebut dengan alasan rumah mau kita jual. Akhirnya mereka pun pada pamitan pindah kos.

Bulan berikutnya kita sepakat untuk ganti warna dengan cara kontrak satu kamar langsung satu tahun khusus karyawan-karyawan dengan syarat satu kamar untuk satu orang jadi tidak terlalu pusing untuk memikirkan ramai atau pun p**ang malam.

Apalagi lokasi rumah kami di pinggir jalan jadi tetangga-tetangga pada cuek. Satu kamar diisi seorang Mike berbadan gede, putih dan cakep. Untuk ukuran harga kamar kami langsung dikontan dua tahun dan ditambah biaya perawatan karena dia juga sering p**ang malam.

Suatu hari suamiku datang dari luar kota, dia p**ang membawa sebotol minuman luar dan obat penambah rangs*ngan untuk suami istri. Tak lama suamiku-pun bertanya,
“ Kok tumben kosan sepi, emang pada ke mana nih ?? ”

“ Ouh.. ini nih Mas, anak-anak kos pada p**ang soalnya inikan hari libur nasional. Tapi Mike nggak p**ang, soalnya perusahaannya ada sedikit lembur untuk mengejar target bulan ini ” , balasku mesra pada suamiku.
Tak lama kemudian, suamiku-pun mengambil minumannya sembari mengobrol, di ruang tamu,

“ Gimana kalau sekali-kali kita reuni kayak jaman pacaran kita dulu, ” , kata suamiku,
“ Aku juga membawa obat kuat dan perangs*ng untuk pasangan suami istri, ntar kita coba ya… ”
Sambil sedikit senyum, kujawab,
“ Kangen ya… emang cuman kamu yang kangen… ”

Lalu kamipun bercanda sambil nonton film p**n*,
“ Nih minum dulu obatnya biar nanti seru… ” kata suamiku.
Kemudian tak lama kuminum dua butir, sedangkan suamiku minum empat butir,

“ Lho kok empat sih… nanti over lho ” , kataku manja.
“ Ahhhh… … biar cepat reaksinya ” , balas suamiku sambil tertawa kecil.
Satu jam berlangsung ngobrol-ngobrol santai di ruang tamu sambil nonton film p**n*, kurasakan obat tadi langsung bereaksi.

Aku cuma mengenakan baju putih tanpa Br* dan Cel*na d*lam. Kita berdua duduk di sofa sambil kaki kita diletakkan di atas meja. Kulihat suamiku mulai terangs*ng, dia mulai memegang lututku lalu mer*ba naik ke p*haku yang mulus, putih dan s*ksi.

B*ah d*daku yang masih montok dengan put*ngnya yang masih kecil dan merah diraihnya dan dir*masnya dengan mesra, sambil menc*umiku dengan lembut, perlahan-lahan suamiku membuka kancing bajuku satu persatu dan beberapa detik kemudian terbukalah semua pelapis tubuhku.

Kemudian kur*ba b*tang pen*s suamiku lalu kumainkan dengan lidah, kukul*m semuanya, semakin t*gang dan besar. Dia pun lalu menj*lat klit*risku dengan gemas, mengg*git-g*git kecil hingga aku tambah terangs*ng dan penuh ga*rah, mungkin reaksi obat yang kuminum tadi. Liang v*ginaku mulai basah, dan sudah tidak kuat aku menahannya.

“ Ahhhh… … Mas masukin yuk… cepat Mas… udah pingin nih… ” sambil mencari posisi yang tepat aku memasukkan b*tang pen*snya pelan-pelan dan,
“ Bless… ” , b*tang pen*s suamiku masuk seakan membongkar l*ang surgaku.
“ Ahhhh… … terus Mas… aku kangen sekali… ” ,

Dengan penuh ga*rah entah kenapa tiba-tiba aku seperti orang kesurupan, seperti kuda liar, mutar sana mutar sini. Begitu p**a suamiku semakin cepat gesekannya. Kakiku diangkatnya ke atas dan dik*ngk*ngkan lebar-lebar. Perasaanku aneh sekali, aku seakan-akan ingin sekali dip*rk*sa beberapa orang.

Seakan-akan semua l*bang yang aku punya ingin sekali dimasuki b*tang pen*s orang lain. Seperti orang g*la, goyang sana, goyang sini sambil membayangkan macam-macam. Ini berlangsung lama sekali dan kita bertahan seakan-akan tidak bisa keluar air sp*rma. Sampai perih tapi asik sekali. Sampai akhirnya aku keluar terlebih dahulu,

“ Ahhhh… … Mas aku keluar ya… udah nggak tahan nih… aduh… aduh… aduh… keluar tiga kali Mas ” , desahku mesra.
“ Aku juga ya… ntar kamu agak pelan goyangnya… Ahhhh… … aduh… keluar nih… ” Sp*rma kental yang hangat banyak sekali masuk ke dalam l*ang kenikmatanku.

Sekarang kami-pun berada dalam posisi terbalik, aku yang di atas tapi masih bersatu dalam dekapan. Kucabut l*ang v*ginaku dari b*tang pen*s suamiku terus kuoles-oleskan di mulut suamiku, dan suamiku meny*dot semua sp*rma yang ada di l*ang v*ginaku sampai tetes terakhir.

Kemudian kita saling berpelukan dan lemas, tanpa disadari suamiku tidur tengkurap di karpet ruang tamu tanpa busana apapun, aku pun juga terlelap di atas sofa panjang dengan kaki telentang, bahkan film p**n* pun lupa dimatikan tapi semuanya terkunci sepertinya aman.

Ketika subuh aku terbangun dan kaget, posisiku b*gil tanpa sehelai benang pun tetapi aku telah pindah di kamar dalam, tetapi suamiku masih di ruang tamu. Akhirnya perlahan-lahan kupakai celana pendek dan kubangunkan suamiku. Akhirnya kami mandi berdua di kamar mandi dalam.

Jam delapan pagi saya buatkan sarapan dan makan pagi bersama, ngobrol sebentar tentang permainan s*ks yang telah kami lakukan tadi malam. Tapi aku tidak bertanya tentang kepindahan posisi tidurku di dalam kamar, tapi aku masih bertanya-tanya kenapa kok aku bisa pindah ke dalam sendirian.

Sesudah itu suamiku mengajakku mengulangi permaina s*ks seperti semalam, mungkin pengaruh obatnya belum juga hilang. Aku pun disuruhnya minum lagi tapi aku cuma mau minum satu kapsul saja. Belum juga terasa obat yang kuminum, tiba-tiba teman suamiku datang menghampiri karena ada tugas mendadak ke luar kota yang tidak bisa ditunda.

Yah, dengan terpaksa suamiku pergi lagi dengan sebuah pesan kalau obatnya sudah bereaksi kamu harus tidur, dan aku pun menjawabnya dengan ramah dan dengan perasaan sayang. Maka pergilah suamiku dengan perasaan puas setelah berc*nta semalaman.

Dengan daster putih aku kembali membenahi ruang makan, dapur dan kamar-kamar kos aku bersihkan. Tapi kaget sekali waktu membersihkan kamar terakhir kos-ku yang bersebelahan dengan kamar tidurku, ternyata si Mike itu tidur p**as tanpa busana sedikit pun sehingga kelihatan sekali b*tang pen*s si Mike yang sebesar tanganku.

Tapi aku harus mengambil sprei dan sarung bantal yang tergeletak kotor yang akan kucuci. Dengan sangat perlahan aku mengambil cucian di dekat si Mike sambil melihat b*tang pen*s yang belum pernah kulihat secara dekat. Ternyata benar seperti di film-film p**n* bahwa b*tang pen*s Mike memang besar dan panjang.

Sambil menelan ludah karena sangatlah keheranan, aku mengambil cucian itu. Tiba-tiba si Mike itu bangun dan terkejut seketika ketika melihat aku ada di kamarnya. Langsung aku seakan-akan tidak tahu harus berkata apa.
“ Maaf tuan saya mau mengambil cucian yang kotor ” , kataku dengan sedikit gugup.

“ Suamimu sudah berangkat lagi? ” jawabnya dengan pelan dan pasti. Dengan pertanyaan seperti itu aku sangat kaget. Dan kujawab, “ Kenapa? ”,
Sambil mengambil bantal yang ditutupkan di bagian vitalnya, si Mike itu berkata,
“ Sebelumnya aku minta maaf karena tadi malam aku sangat lancang.

Aku datang jam dua malam, aku lihat suamimu tidur tel*nj*ng di karpet ruang tamu, dan kamu pun tidur tel*nj*ng di sofa ruang tamu, dengan sangat penuh n*fsu aku telah melihat l*ang v*ginamu yang kecil dan merah muda. Maka kemudian aku langsung memindahkan kamu ke kamar, tapi tiba-tiba timbul ga*rahku untuk mencoba kamu.

Mula-mula aku hanya menj*lati l*ang v*ginamu yang penuh sp*rma kering dengan bau khas sp*rma lelaki. Akhirnya b*tang pen*sku terasa t*gang sekali dan n*fsuku memuncak, maka dengan beraninya aku meniduri kamu. ” Dengan rasa kaget aku mau marah tapi memang posisi yang salah memang diriku sendiri, dan kini terjawablah sudah pertanyaan dalam benakku kenapa aku bisa pindah ke ruang kamar tidurku dan kenapa l*ang v*ginaku terasa agak sakit

“ Terus saya… kamu apain ” , tanyaku dengan sedikit penasaran
“ Kutidurin kamu dengan penuh n*fsu, sampai sp*rma yang keluar pertama kutumpahkan di perut kamu, dan kutancapkan lagi b*tanganku ke l*ang v*ginamu sampai kira-kira setengah jam keluar lagi dan kukeluarkan di dalam l*ang v*ginamu ” , jawab si Mike.

“ Upzzz… bahaya nih, ntar kalo hamil gimana nih ” , tanyaku cemas.
“ Ya… nggak pa-pa d**g ” , jawab si Mike sambil menggandengku, mendekapku dan menc*umku.
Kemudian dipeluknya tubuhku dalam pangkuannya sehingga sangat terasa b*tang pen*snya yang besar menempel di l*ang v*ginaku.

“ Ahhhh… … jangan d**g… aku masih capek semalaman ” , kataku tapi tetap saja dia meneruskan niatnya, aku ditidurkan di pinggir kasurnya dan diangkat kakiku hingga terlihat l*ang v*ginaku yang mungil, dan dia pun mulai manj*lati l*ang v*ginaku dengan penuh ga*rah. Aku pun sudah mulai bern*fsu karena pengaruh obat yang telah aku minum sewaktu ada suamiku.

“ Auh… Mike… good… teruskan Mike… auh ” .
Satu buah jari terasa dimasukkan dan diputar-putar, keluar masuk, goyang kanan goyang kiri, terus jadi dua jari yang masuk, ditarik, didorong di l*ang v*ginaku. Akhirnya basah juga aku, karena masih penasaran Mike memasukkan tiga jari ke l*ang v*ginaku sedangkan jari-jari tangan kirinya membantu membuka bibir surgaku.

Dengan n*fsunya jari ke empatnya dimasukkan p**a, aku mengeliat enak. Diputar-putar hingga bibir v*ginaku menjadi lebar dan licin. N*fsuku memuncak sewaktu jari terakhir dimasukkan p**a.
“ Aduh… sakit Mike… jangan Mike… ntar sobek… Mike… jangan Mike ” , d*sahku sambil meng*liat dan menolak perbuatannya,

Sebenarnya aku berusaha berdiri tapi tidak bisa karena tangan kirinya memegangi kaki kiriku. Dan akhirnya, Zlebb… masuk semua satu telapak tangan kanan Mike ke dalam l*ang v*ginaku, aku menjerit keras tapi Mike tidak memperdulikan jeritanku, tangan kirinya mer*mas pay*dar*ku yang montok hingga rasa sakitnya hilang.

Akhirnya si Mike itu tambah mengg*la, didorong, tarik, digoyang kanan kiri dengan jari-jarinya menggelitik daging-daging di dalamnya, dia memutar posisi jadi enam sembilan, dia menyumbat mulutku dengan b*tang pen*snya hingga aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini sangat kuharapkan.

“ Aaahh… Mike punyamu terlalu panjang hingga masuk di tenggorokanku… pelan-pelan aja ” , ucapku tapi dia masih bern*fsu. Tangannya masih memainkan l*ang v*ginaku, jari-jarinya mengelitik di dalamnya hingga rasanya geli, enak dan agak sakit karena bulu-bulu tangannya menggesek-gesek bib*r v*ginaku yang lembut. Ini berlangsung lama sampai akhirnya aku keluar.

“ Mike… aku nggak tahan… aahhh… ouhhh… aku keluar Mike auuhhh… keluar lagi Mike… ” d*sahku nikmat menahan org*sme yang kurasakan.
“ Aku juga mau keluar… auh… ” balasnya sambil mend*sah.

Kemudian tangannya ditarik dari dalam l*ang v*ginaku dan dia memutar berdiri di tepi kasur dan menarik kepalaku untuk meng*lum pen*snya yang besar. Dengan sangat kaget dan merasa takut, kulihat di depan pintu kamar ternyata suamiku datang lagi, sepertinya suamiku tidak jadi pergi dan melihat peristiwa itu.

Aku-pun tidak bisa berbuat apa-apa, sudah telanjur basah, aku takut kalau aku berhenti lalu si Mike tahu dan akhirnya bertengkar. Tetapi aku pura-pura tidak ada sesuatu hal pun, si Mike tetap kukul*m sambil melirik suamiku, takut kalau dia marah.

Tapi ternyata malah suamiku melepas celana dan mendekati kami berdua yang sudah tengang sekali, mungkin sudah menyaksikan kejadian ini sejak tadi. Dan akhirnya si Mike kaget sekali, wajahnya pucat dan kelihatan grogi, lalu melepas alat vit*lnya dari mulutku dan agak mudur sedikit. Tapi suamiku berkata,

“ Terusin aja nggak pa-pa kok, aku sayang sama istriku kalau istriku s**a begini, ya terpaksa aku juga s**a, ayo kita main bareng ” .
Akhirnya semua pada tersenyum merdeka, dan tanpa rasa takut sedikit pun akhirnya si Mike disuruh tidur telentang, aku tidur di atas tubuh si Mike, dan suamiku memasukkan alat vit*lnya di an*sku, yang sama sekali belum pernah kulakukan.

Dengan penuh n*fsu suamiku langsung memasukkan b*tang pen*snya ke dalam an*sku. Karena kesulitan akhirnya dia menarik sedikit tubuhku hingga b*tang pen*s si Mike yang sudah masuk ke l*ang v*ginaku terlepas, suamiku buru-buru memasukkan b*tang pen*snya ke l*ang v*ginaku yang sudah basah, di goyang beberapa kali akhirnya ikut basah, dan dicopot lagi dan dimasukkan ke an*sku dan, Zleebbb… , b*tang pen*s suamiku menembus mulus an*sku.

“ Aduh… pelan-palan Mas… ” , ucapku.
Kira-kira hampir setengah jam posisi seperti ini berlangsung dan akhirnya suamiku keluar duluan, d*b*rku terasa hangat kena cairan sp*rma suamiku, dia menggerang keenakan sambil tergeletak melihatku masih menempel ketat di atas tubuh si Mike.

Akhirnya si Mike pun pindah atas dan memompaku lebih cepat dan aku pun meng*rang keenakan dan sedikit sakit karena mentok, kupegang b*tang pen*s si Mike yang keluar masuk l*ang v*ginaku, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke l*ang sengg*maku. Suamiku pun ikut tercengang melihat b*tang pen*s si Mike yang besar, merah dan panjang. Aku pun terus meng*rang keasyikan,

“ Ouhhh… ahhhh… terus Mike… uuuuh… keluarin ya Mike… ”
Akhirnya si Mike pun mendapatkan kl*maksnya dan,
“ Ahhh… Ouhhh… aku keluar nih… ahhh…” ucapnya sambil menarik b*tang pen*snya dari l*ang v*ginaku.

Kemudian dimasukkanlah ke mulutku dan tersembur-lah lahar panas kental, lalu kutelan sedikit demi sedikit sp*rma asin Mike. Suamiku pun ikut menc*umku dengan sedikit menj*lat sp*rma orang asing itu. Kedua lelaki itu akhirnya tersenyum kecil lalu pergi mandi dan tidur siang dengan puas.

Sesudah itu aku menceritakan peristiwa awalnya dan minta maaf, sekaligus minta ijin bila suatu saat aku ingin sekali bers*tubuh dengan si Mike boleh atau tidak.
“ Kalau kamu mau dan senang, ya nggak apa-apa asal kamu jangan sampai disakiti olehnya ” .
Sejak saat itupun bila aku ditinggal suamiku, aku tidak pernah merasa kesepian. Dan selalu dikerjain oleh si Mike.

Satu Pria di Antara Mereka: Kisah Kosan Kami 💋Cerita ini bermula pada saat aku duduk dibangku kuliah semester III di sal...
31/08/2024

Satu Pria di Antara Mereka: Kisah Kosan Kami 💋

Cerita ini bermula pada saat aku duduk dibangku kuliah semester III di salah satu PTS di Yogyakarta. Pada waktu itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia tidak tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah, akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 2 tahun saja.

Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima. Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Mulanya aku bilang sama kakak perempuanku,
“Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di tempat lain”,

Tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku. Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Yuni namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 40 tahun tapi belum juga menikah.

Ibu Yuni bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..”
“Itu apanya Bu?” tanyaku.
Memang dalam kesehari-harianku, ibu Yuni tahu karena aku sering juga curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal.

Aku mulai cerita,
“Tahu nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku.
“Oh.. gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Yuni.

Begitu dekatnya aku sama Ibu Yuni sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Yuni. Waktu itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos dari kuliah.

Siang itu tepat jam 11:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.

“Eh Ibu Yuni, nggak ngajar Bu?” tanyaku.
“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.
“Habis sakit Bu”, kataku.
“Sakit apa sakit?” goda Ibu Yuni.

“Ah.. Ibu Yuni bisa aja”, kataku.
“Sudah makan belum?” tanyanya.
“Belum Bu”, kataku.
“Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.

Dengan cekatan Ibu Yuni memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak berbau s*ks. Kukira Ibu Yuni nggak s**a yang namanya cerita s*ks, eh tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih h*t lagi.

Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya.
“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.

“Enak aja, emangnya n*fsu itu ngenal usia gitu”, katanya.
“Oh kalau gitu Ibu Yuni masih punya keinginan d**g untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku.
“So pasti d**g”, katanya.

“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk. “Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya. Ibu Yuni agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya.

Dengan sedikit agak gugup Ibu Yuni kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.
“Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Yuni”, kataku.
“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.

Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan b*b*rku ke dahinya. Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Yuni terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut.

Juga kuk*cup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Yuni”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun.Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan b*b*rku mendekati b*b*rnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan b*b*r itu.

Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bern*fsu kukecup lagi b*b*rnya. Dengan sedikit terbuka b*b*rnya menyambut dengan lembut. Kukecup b*b*r bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku.

Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutel*suri rongga mulutnya dengan sedikit kuk*lum lidahnya. Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan n*fsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.

“Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Yuni aja ya!
Kubisikkan Ibu Yuni, “Yuni kita ke kamarku aja yuk!”.
Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku.

Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya. Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kuj*lati dengan telaten.

Pertama-tama belahan gunung kembarnya. “Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Yuni tidak sabar lagi, **-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutel*suri,

Karena saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, ku*lus dengan lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai ter*ngs*ng. Kusikapkan celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan cel*na d*lamnya, hu.. cantiknya gundukan yang mengembang.

Dengan lembut kuel*s-el*s gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Yuni juga sudah kepengin membuka celanaku dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus cel*na d*lamku.

“Oh.. besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengel*s zak*rku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi **. Kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menc*umi dari pus*rnya terus turun ke bawah,

Kul*mat kew*nitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam l*bang kem*luannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Ian”, Yuni menger*ng. “Aku juga enak Yuni”, kataku. Dengan lembut di l*mat habis kepala kem*luanku, di j*lati dengan lembut,

“Assh.. oh.. ah.. Yuni terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding l*bang kem*luannya, “Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi **, sudah kepengin mencoba yang namanya bers*tubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut b*b*rnya.

Sudah terasa kepala kem*luanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke l*bang kew*nitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku, “Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih per*wan”, katanya. “Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci.

Dengan sekali dorong lagi sudah terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Yuni, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi b*tang kem*luanku dari dalam, terus kumaju mundurkan.

Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit
Yuni.. “Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar Ian”, katanya.
“Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku.

Tiba-tiba menegang sudah l*bang kem*luannya menjepit b*tang kem*luanku dan terasa kepala b*tang kem*luanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan.. “Crot.. crot.. cret..” banyak juga air man*ku muncrat di dalam l*bang kem*luannya.

“Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia c*um b*b*rku,
“Kamu menyesal Ian?” tanyanya.
“Ah nggak, kitakan sama-sama mau.”

Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Yuni hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai. sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Yuni menjadi pacar gelapku.

Menanti Bersama: Momen yang Tak Terduga dengan Kakak Pacarku 💋Siang itu, ponselku berbunyi, dan suara merdu dari seberan...
30/08/2024

Menanti Bersama: Momen yang Tak Terduga dengan Kakak Pacarku 💋

Siang itu, ponselku berbunyi, dan suara merdu dari seberang sana memanggil.
“Di, kamu ke rumahku duluan deh sana, saya masih meeting. Dari pada kamu kena macet di jalan, mendingan jalan sekarang gih sana.”

“Oke deh, saya menuju rumah kamu sekarang. Kamu meeting sampai jam berapa?”
“Yah, sore sudah p**ang deh, tunggu aja di rumah.”
Meluncurlah aku dengan motor Honda ke sebuah rumah di salah satu kompleks di Jakarta.

Vina memang kariernya sedang naik daun, dan dia banyak melakukan meeting akhir-akhir ini. aku sih sudah punya posisi lumayan di kantor. Hanya saja, kemacetan di kota ini begitu parah, jadi lebih baik beli motor saja dari pada beli mobil. Vina pun tak keberatan mengarungi pelosok-pelosok kota dengan motor bersamaku.

Kebetulan, pekerjaanku di sebuah biro iklan membuat aku bisa p**ang di tengah hari, tapi bisa juga sampai menginap di kantor jika ada proyek yang harus digarap habis-habisan. Vina, pacarku, mendapat fasilitas antar jemput dari kantornya. Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu.

Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Marta, kakak Vina, untuk membuka pintu.
“Loh, enggak kerja?” tanyaku.

“Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor,” jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.
“Nyokap ke mana?” tanyaku lagi.

“Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan,” kata Marta, “Kamu mau duduk di mana Dodi?
Di dalam nonton tv juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga.
Bentar yah, saya ambilin minum.”

Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya. Aku memang akrab dengan kakak Vina ini, umurnya hanya sekitar dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton tv bersama Marta, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong.

Setelah beberapa lama menunggu Vina di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa. Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada p*ha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Marta ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning.

Marta memang sedang menonton tv di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila. Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali ** yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton tv.

Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku. Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat p*ha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.
“Ta, ada koran enggak yah,” kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.
“Lihat aja di bawah meja,” katanya sambil lalu.

Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat p*ha dan postur tubuhnya dari dekat. Ah, putih mulus semua. Buah d*da yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah d*danya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.

“Aku ingin d*da itu,” kataku membatin. Aku membayangkan Marta dalam keadaan tel*nj*ng. Ah, ‘adikku’ bergerak melawan arah gravitasi.
“Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Vina lho!,” Marta menghardik.

Dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya. Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Marta akan mengatakan ini semua ke Vina.
“Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!”

“Astaga, Marta, kamu.. kamu salah sangka,” kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Marta makin naik pitam.
“Saya bilangin kamu ke Vina, pasti saya bilangin!” katanya setengah berteriak.

Tiba-tiba saja Marta berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dil*c*hkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir.
“Marta, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa,” aku sedikit memohon.

“Ta, tolong d**g, jangan bilang Vina, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu,” kataku mengiba sambil mendekatinya.
Marta malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.

“Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!,” katanya garang.
Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik.

“Duh, Ta, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran,” kataku.
Namun, situasi telah berubah, Marta malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong d*daku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku.

Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya. Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.
“Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!,” kata Marta.

Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya. Merasa terancam, Marta malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan.

Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi. Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu.

Marta terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya.

Terc*um aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik b*b*rku meng*cup pipinya dengan lembut.
Tak ayal, sepersekian detik itu p**a Marta meronta-ronta. Marta berteriak, “Lepasin! Lepasin!” dengan paraunya. Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga.

Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku. Marta berusaha naik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, “Hmmm!” saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak l*ar, ingin menggapai wajahku.

Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memp*rk*sa Marta. Dan, Marta sepertinya pantas untuk dip*rk*sa. Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan.

Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki. Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.

Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Marta untuk naik, benar-benar membuatku dilanda n*fsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memp*rk*sanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya.

Dasar otak keparat, diserang n*fsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya. Tanpa diduga Marta, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Marta bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.

Kaki Marta yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta cel*na d*lam pinknya. Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pant*tnya saat aku meloncat mundur.

Celana pendek dan cel*na d*lam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Marta.
Astaga! Berhasil! Marta jadi setengah b*gil. Satu dua detik Marta pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini. Kugunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan cel*na d*lamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh.

Marta sadar, dia hendak naik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya. Posisi kaki Marta jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercel*na, aku bisa melihat v*ginanya dengan kel*nt*t yang cukup jelas.

J*mb*tnya hanya menutupi bagian atas v*gina. Marta ternyata rajin merawat alat gen*talnya. Pekikan Marta berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,
“Marta, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya p*rk*sa?”

Marta tiba-tiba melemas. Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Marta cuma berujar sambil mengisak,
“Dodi, please… Jangan diapa-apain saya. Ampun, Di. saya enggak akan bilang Vina. Beneran.”

Namun, keadaan sudah kepalang basah, sy*hw*tku pun sudah di ujung tanduk rasanya. Aku menjawabnya dengan berusaha menc*um b*b*rnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangk*ngannya. Marta tak bisa mengelak.

Ketika tanganku menyentuh halus permukaan v*ginanya, saat itulah titik balik segalanya. Marta seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mend*sah.
Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di v*ginanya.

Aku permainkan kel*nt*tnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Marta berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mend*sah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam v*ginanya. Kuk*c*kkan perlahan v*ginanya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk menc*mbu lehernya.

“Jangan Dod,” pintanya, namun dia tetap mend*sah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa menc*mb*i lehernya. Dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kuk*c*k v*ginanya dan menc*mb*i lehernya, aku membuka resleting celanaku.

“Adik”-ku ini memang sudah men*gang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan p*nisku ke v*ginanya. Marta sebetulnya masih dalam pergulatan batin.

Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan n*fsunya saat v*ginanya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mend*sah-d*sah tak karuan. Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun v*ginanya malah makin basah.

Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangs*ngan. Pen*sku mengarah ke v*ginanya yang telah becek, saat kepala p*nis bersentuhan dengan v*gina, Marta masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala p*nisku pun masuk perlahan. V*gina Marta seperti berkontraksi.

Marta tersadar, “Jangan…” teriaknya atau terdengar seperti rint*han. Rasa hangat langsung menyusupi kepala p*nisku. Kutekan sedikit lebih keras, Marta sedikit menjerit, setengah p*nisku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh p*nisku telah ada di dalam v*ginanya.

Marta hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung. Kugoyangkan perlahan pinggulku, p*nisku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa v*gina Marta mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi.

Tanganku mulai bergerilya ke arah buah d*danya. Marta masih mengenakan kaos rumah. Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik ** dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus.

Pay*dara Marta begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kur*mas perlahan, seirama dengan genj*tan p*nisku di v*ginanya. Marta hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.

Aku buka kaos Marta, kemudian **-nya, Marta menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Marta putih menguning langsat dengan pay*dara yang kencang dan lingkaran di sekitar pent*lnya berwarna merah jambu Pent*l itu sendiri berwarna merah kecokelatan.

Tak menunggu lama, kubuka kemejaku. Aktivitas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan p*nisku merasai seluruh relung v*gina Marta. Sambil aku bergoyang, aku meng*lum pent*l di pay*daranya dengan lembut.

Kumainkan pent*l pay*dara sebelah kanannya dengan l*dahku, namun seluruh permukaan b*b*rku membentuk huruf O dan melekat di pay*daranya. Ini semua membuat Marta mend*sah lepas, tak tertahan lagi. Aku mulai mengencangkan goyanganku. Marta mulai makin sering men*gang, dan mengeluarkan r*nt*han, “Ah… ah…”

Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Marta yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku.”Aaahhh,” leng*han panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Marta. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku.

Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan p*nisku berdenyut makin keras dan sering. Bibir Marta yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun k*lumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Marta membalasnya dengan l*matan juga.

Kami saling berp*gut mesra sambil bergoyang. Tangan kananku tetap berada di pay*daranya, mer*mas-r*mas, dan sesekali mempermainkan put*ngnya. V*gina Marta kali ini cukup terasa mencengkeram p*nisku, sementara denyut di p*nisku pun semakin hebat.

“Uhhh,” aku meng*jang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, p*nisku menghujam keras ke dalam v*ginanya, mengiringi muncr*tnya sp*rmaku ke dalam l*ang rah*mnya. Tepat saat itu juga Marta memelukku erat sekali, meng*jang, dan menjerit, “Aahhh”. Kemudian pelukannya melemas.

Dia mengalami ej*k*lasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ej*k*lasiku. Marta terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memp*rk*sanya. Marta awalnya tak terima, namun sisi sens*tif yang membangkitkan lib*d*nya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di v*ginanya.

Ternyata, dia sudah pernah berc*nta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang meny*tub*hinya. Grrreeekkk. Suara pagar dibuka. Vina datang! Astaga! aku dan Marta masih b*gil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan.

Address

Batam

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Mba Luck4d posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Videos

Share