05/04/2024
Tim Penasihat Hukum H, Y, S, dan J, tersangka dugaan pengerusakan dan penganiayaan Kantor KONI Aceh Timur, 13 Maret 2024 lalu menilai. Peristiwa tersebut hanya dinamika kisruh internal organisasi, yang kemudian dikriminalisasi.
Penegasan itu disampaikan Teuku Kamaruzzaman, S.H (ketua tim), Fadjri, S.H, Hermanto, S.H dan Murtadha, S.H (anggota), melalui siaran pers, Kamis siang.
“Kami menyanyangkan atas penetapan status sebagai tersangka terhadap kisruh internal pada KONI Aceh Timur oleh Kepolisian Daerah Aceh,” kata Teuku Kamaruzzaman, S.H atau akrab disapa Ampon ini.
Diakuinya, tanggal 13 Maret 2024 lalu, memang terjadi sedikit insiden keributan di Kantor Sekretariat KONI Aceh Timur, saat pelaksanaan rapat persiapan Musyawarah Olahraga Kabupaten (MUSORKAB). Lalu, adanya laporan polisi dengan dugaan pengerusakan dan penganiayaan.
Akibatnya, 8 orang terduga pelaku diamankan jajaran Polres Aceh Timur. Mereka adalah, unsur Pengurus Harian KONI Aceh Timur dan Pengurus Cabang Olahraga (CABOR) Aceh Timur.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, sebanyak empat orang diizinkan pulang dan 4 lainnya ditetapkan sebagai tersangka.
Awal mula kasus ini terjadi papar Ampon Man, dikarenakan adanya selisih pendapat antar pengurus KONI, terkait mekanisme pelaksanaan rapat persiapan Musyawarah Olahraga Kabupaten (MUSORKAB) KONI Aceh Timur yang, diduga tidak sesuai dengan AD/ART dan kesepakatan-kesepakatan bersama yang telah diputuskan sebelumnya.
“Kami sebagai penasihat hukum menilai insiden tersebut merupakan hal biasa yang sering terjadi dalam rapat-rapat internal suatu organisasi. Terkait peristiwa tersebut, seharusnya menjadi ranah teknis dari KONI Aceh untuk menindaklanjuti dengan mengevaluasi pelaksanaan rapat persiapan Musyawarah Olahraga Kabupaten (MUSORKAB) KONI Aceh Timur,” kata Ampon Man.
Karena itu dia meminta KONI Aceh untuk menilai, apakah rapat yang dipimpin mantan Ketua KONI Aceh Timur Firman Dandy dan berujung pada kekisruhan ini, sudah sesuai dengan AD/ART organisasi.
“Atau sebaliknya dan apakah ada pihak yang memaksakan mekanisme musyawarah supaya sesuai keinginannya secara personal dan tidak mengikuti prosedur pengambilan keputusan secara sah dan benar dalam sebuah organisasi,” sebut Ampon Man.
Karena itu pihaknya khawatir akan muncul spekulasi-spekulasi lain di masyarakat dalam melihat kasus ini, khususnya terkait upaya penegakan hukum yang berlebihan dan terkesan terlalu dipaksakan.
“Ini patut kami sampaikan karena sebelumnya perkara ini ditangani Polres Aceh Timur dan sekarang diambil alih Polda Aceh. Serta dugaan-dugaan masyarakat bahwa penegakan hukum ini mempunyai keterkaitan dengan agenda Pilkada Aceh Timur yang akan segera dimulai,” ungkap Ampon Man.
Masih kata Ampon Man. Dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat menyebutkan, ada 18 perkara yang dapat diselesaikan ditingkat desa/gampong dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021, tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ).
Di sisi lain kedelapan para pelaku yang diamankan, 4 diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, yang merupakan Pengurus Harian KONI Aceh Timur dan Pengurus Cabang Olah Raga (Cabor) Aceh Timur.
“Dan terlihat dalam video yang entah bagaimana tersebar secara cepat, luas dan massif seakan terskenario, tidak terjadi saling memukul kecuali saling dorong dan pelemparan kursi yang sebahagian mengenai kaca kantor. Terlihat juga setelah kejadian itu pun rapat kembali dapat dilanjutkan di tempat kejadian yang sama seakan tidak pernah terjadi apa apa,” ujar Ampon.
“Selaku penasihat hukum kedelapan orang tersebut, kami menilai kasus ini sebagai dinamika kisruh internal organisasi, tapi kemudian dikriminalisasi, saat KONI Aceh diharapkan akan berjalan dengan baik serta sukses dalam menjalankan agenda nasional yaitu PON ke XXI di Aceh dan Sumut,” tutup Ampon Man.