Literasi Mapegawuu.com

Literasi Mapegawuu.com Mapegawuu.com Akan meliput berita secara literasi, sebagaimana media pada umumnya.

Lelaki yang hidup sederhana mungkin tidak memberimu ratusan ribu, atau jutaan, tapi ketika dia punya uang 10 ribu dia ma...
03/11/2024

Lelaki yang hidup sederhana mungkin tidak memberimu ratusan ribu, atau jutaan, tapi ketika dia punya uang 10 ribu dia masih bisa membelikanmu makanan dengan sedikit uang yang dia punya. Dan ketika kamu ingin sesuatu dia tak pernah bilang "aku ga punya uang" tapi dia bilang "nanti kalo aku ada uang kita beli ya sayang"

Percayalah, masih ada banyak lelaki tulus didunia ini, namun terkadang mereka kalah dengan keadaan, bahkan terpaksa menyerah sebelum memulai. Bukan karena putus asa, tetapi karena ekonomi dan cinta harus seimbang.

Jadi, jika ada lelaki yang rela melepaskan wanitanya bukan karena dia tidak serius, tapi justru karena dia tulus makanya dia memilih melepaskan, karena dia tidak ingin wanita yang dia cintai tak bahagia bersamanya.

Ketahuilah, cara berpikir lelaki tulus itu beda dari lelaki yang penuh kebohongan. Karena lelaki tulus pasti tahu batas kemampuannya, jika dia yakin maka dia perjuangkan, tapi jika merasa tak mampu, maka tidak ada cara lain selain melepaskan.

Jika kau ingin tahu sebagian tanda dari lelaki tulus itu seperti apa, maka bacalah ini:

1. Dia terlahir sederhana.
2. Dia tumbuh bersama keluarga tak utuh.
3. Dia bisa menghibur orang lain.
4. Dia lebih s**a menyendiri.
5. Dia selalu melakukan segala hal sendirian.
6. Dia tak punya support sistem dari keluarga
ataupun teman.
____________________________________

WiGo Ta
Literasi Mapegawuu.com

18/09/2024

Jangan mengandalkan diri dari raut wajahnya dan jangan lagi mengandalkan diri dari kelebihannya
Serta juga jangan mengandalkan diri dari pemenuhan kebutuhan hartanya,
Sebab mengandalkan itu hanyalah sebuah kendaraan yang mengantarkan diri dialam maut.🥀🙇

Saverius Adii
!60ta
Literasi Mapegawuu.com

DARI MANA SUMBER PENDANAAN PEGIAT LITERASI DALAM MENGGERAKKAN KEGIATAN-KEGIATAN LITERASI DI MASYARAKAT?TIDAK sedikit ora...
20/06/2024

DARI MANA SUMBER PENDANAAN PEGIAT LITERASI DALAM MENGGERAKKAN KEGIATAN-KEGIATAN LITERASI DI MASYARAKAT?

TIDAK sedikit orang bertanya “dari mana sumber pendanaan seorang pegiat literasi dalam mengggerakkan kegiatan-kegiatan literasi yang dilakukannya di masyarakat?"

Banyak jawaban dari pegiat-pegiat literasi merespons pertanyaan itu, mulai dari yang logis sampai yang tidak masuk akal. Yang kadang tidak masuk akal tetapi menguatkan semangat dan optimisme, semisal, “pasti ada-ada saja jalannya”.

Terkadang, jalan itu buntu, atau bersimpang, mendaki dan menurun, atau juga penuh duri, onak, dan lubang. Namun, salutnya, mereka terus berjalan, dengan berbagai tujuan, khususnya mendampingi masyarakat binaan, dengan berbagai program-program literasi yang asyik dan menyenangkan.

Pegiat literasi memainkan peran vital dalam meningkatkan kemampuan literasi masyarakat. Mereka bisa berada di kalangan pemerintah, akademisi, maupun di kalangan masyarakat umum non-ASN.

Pegiat literasi dari kalangan masyarakat umum seringkali menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan dana untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Sudah pasti, gerakan mereka tidak berbasis anggaran. Walau begitu, bagi pegiat literasi yang “tahan banting”, mereka punya prinsip, baik ada dana atau tidak ada dana, program-program literasi tidak boleh berhenti. Gerakan mereka terus berjalan, baik di ranah onsite maupun online, khususnya di kantong-kantong literasi yang mereka bina.

Bagi pegiat-pegiat literasi yang kreatif, banyak sumber-sumber pendanaan untuk menguatkan program-program literasi di komunitas-komunitas mereka. Sebagian besar pegiat literasi seorang penulis. Keuntungan dari penjualan buku mereka sisihkan sebagai sumber pendanaan. Penjualan buku-buku mereka tidak hanya mendukung keberlanjutan finansial pribadi, tetapi juga mendanai kegiatan literasi yang mereka selenggarakan setiap saat.

Selain menjual buku-bukunya secara langsung, maupun menerima royalti dari penerbit, penulis juga dapat

MENUNGGUMenepi...seperti senja jatuh di kaki langitlambat-lambat hilang tanpa pesantidak kabarkan pulang pada deretan tu...
29/05/2024

MENUNGGU

Menepi...
seperti senja jatuh di kaki langit
lambat-lambat hilang tanpa pesan
tidak kabarkan pulang
pada deretan tunggu di dermaga waktu

Sekujur tubuh...
menahan peluru kenangan
bertubi-tubi menikam tajam
tembusi selembar ingatan
carik dan berlubang

Lalu...
aku bagai angin
terbiar melayang
terkadang hangat dan dingin
dipeluk sepi yang sering
hanya bisa singgah di bukit
menjenguk rindu
menitip sedih di muka sore

Dan pulang...
sesat di ranting kering
mengayun putik-putik layu
luruh ke masa lalu
berharap bertemu lagi denganmu
meski kita telah kehilangan cumbu

Pun rindu...
masih menetap
menjalani hari-hariku
mengintip kisah kemarin
mendengar hening
dari suara angin yang menepuk dan lelah

Sementara aku...
menunggu Tuhan menggantikan hati
untuk air mata ini berhenti
dan luka mati
seperti semula kita tak pernah saling mencintai...

Teletubes, 11-01-22
Puisi Kaki Abu

Takkan lekas hilang,Luka yang telah kau goreskan dalam hati dari Cintamu yang mencaduiku Dimasaa kuliah, sebab Engkau te...
28/05/2024

Takkan lekas hilang,
Luka yang telah kau goreskan dalam hati dari Cintamu yang mencaduiku Dimasaa kuliah, sebab Engkau telah Tiada dimata dunia.

😥

Carilah seseorang yang mau selalu ngobrol denganmu. Entah penting atau tidak penting. Secapek apapun dia, masih mau mend...
28/05/2024

Carilah seseorang yang mau selalu ngobrol denganmu. Entah penting atau tidak penting. Secapek apapun dia, masih mau mendengarkan dan merespon ceritamu.

Karena sejatinya hubungan akan selalu diisi dengan ngobrol. Jadi temukan partner yang enak untuk komunikasi dan selalu menghargai pendapatmu. Agar bisa saling memaknai dan menjunjung bersama dalam hubungannya.

Tak boleh jatuh cinta karena perawakan atau tergiur material. Kenyamanan batin akan terjamin apabila selalu mendahului komunikasi karena cinta yang saling memiliki yang bukan landaskan perawakan atau material.

Apabila kau jatuh cinta karena perawakan atau material, kau tak akan akan dapatkan pikiran yang seutuhnya dan hati yang sebulatnya dalam kehidupan hubungan kalian.

Bahagiamu mendamaikan hatiku yang telah kau goreskan itu

Maaf 🙏
🌹🙋🏾‍♂️

"""""""""""""""""""""""Uang tidak bisa membeli cinta. Sebuah hubungan adalah menemukan seseorang yang menghargaimu, yang...
14/05/2024

"""""""""""""""""""""""

Uang tidak bisa membeli cinta. Sebuah hubungan adalah menemukan seseorang yang menghargaimu, yang peduli padamu, yang mengerti dirimu, yang bangga memiliki dirimu, yang mencintai apa adanya, yang setia padamu, dan yang tau cara menenangkanmu🖤🙏

*Wigota*
Fer Ab
Literasi Mapegawuu.com

Tiada warisan Abadi yang harus kuperjuangkanKecuali Tanah dan Generasinya"Fa_leo Peranakan Agadide 😍🥀💛🙏
30/04/2024

Tiada warisan Abadi yang harus kuperjuangkan
Kecuali Tanah dan Generasinya"

Fa_leo
Peranakan Agadide 😍🥀💛🙏

"Pada hakekatnya kembali pada habitatnya"Surgaku Rimbah manigei 🥀Nay  FerLiterasi Mapegawuu.com
22/04/2024

"Pada hakekatnya kembali pada habitatnya"

Surgaku
Rimbah manigei 🥀

Nay Fer
Literasi Mapegawuu.com

KAGUM Adalah engkau yang kupujaMeski jauh ragamu beradaTapi senyum yang terlukisDalam sudut waktu terbayangPetir terasa ...
22/04/2024

KAGUM

Adalah engkau yang kupuja
Meski jauh ragamu berada
Tapi senyum yang terlukis
Dalam sudut waktu terbayang

Petir terasa guntur dimata
Tergoncang hati mengoyak
Mengangumi akan sosokmu
Pada potretmu di wajahku

Ingin ku dekap tubuhmu
Dalam sayap-sayap cintaku
Agar setiap kepakan nafas
Kita terkekap pada satu rasa

Aleks giyai
Papua, 01/03/23

Cintailah dia yang mencintaimu dari harapan dan cintanya yg begitu meyakinkan hasyrat bersamanya.Nay  FerLiterasi Mapega...
07/04/2024

Cintailah dia yang mencintaimu dari harapan dan cintanya yg begitu meyakinkan hasyrat bersamanya.

Nay Fer
Literasi Mapegawuu.com

17/03/2024

Tuhan, Jang Pisahkan Kami Dua

Demiii, Tuhan, saya cinta dia. Saya sudah sayang dia dengan hati. Buktinya, saya datang sama-sama dengan dia sama Tuhan. Kalau bisa, jangan pisahkan saya dengan dia.

***

Kulit tak kuat menahan gempuran dingin malam itu. Malam bersejarah bagi kami berdua. Saya dan Shella. Shella yang sangat ku cintai. Dia memeluk saya dari belakang.

Ketika motor Vixioan putih itu sudah dalam perjalanan ke Nabire. Pergi ke Nabire, itu sudah komitmen kami berdua. Itu jalan terbaik bagi kami berdua agar cinta suci yang selama ini di pelihara itu tetap tumbuh subur. Entah dimana dan kapanpun.

Demi memupuk cinta yang sudah tumbuh dari lubuk hati yang paling dalam. Cinta yang sudah kami pupuk dengan kasih dan sayang sejak pertemuan pertama kami dulu.

Shella, itu namanya. Perempaun asal Kebo – Paniai Timur yang sangat saya cintai. Pilihan sudah saya jatuhkan kepadanya tanpa dipaksa oleh siapapun selain hati saya. Hati saya menerimanya dengan ikhlas. Shella, wanita berkulit hitam manis. Badannya tidak terlalu tinggi. Juga tidak terlalu pendek. Jika dia senyum, sangat manis. Menggairahkan. S**a berdebat. Itulah malaikat hati ku. Dia wanita idamanku.

Sejak enam tahun yang lalu, kami dua ketemu. Disana, di pasar Enarotali. Pasar yang dibangun puluhan tahun yang lalu itu. Pasar yang kadang digenangi jika banjir itu menjadi tempat pertemuan kami. Pasar yang sudah pernah terbakar beberapa kali itu menjadi tempat yang kami akan kenang selalu.

Saat itu, kami hanya ketemu sekedar saja. Cinta tumbuh dalam pandangan pertama. Dia datang bak malaikat. Akhir Juli. Saat sekolah saya libur panjang. Saya masih duduk SMA kelas I di Nabire. Saya putuskan untuk kembali ke rumah saya. Honai tercinta di Bibida. Honai; tempat dimana saya dibesarkan. Honai yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Disana menyimpan beribu kasih sayang dari bapa dan mama.

Dalam liburan itu, saya bersama kakak Marsel pergi ke Enarotali. Marsel, kakak sepupu samping rumah saya.

Itu awal pertemuan kami. perkenalan selesai. Cinta berlanjut di Nabire. Semenjak ketemu di Nabire, lapangan Kodim. Saat itu, ada pertandingan bola kaki. Sejak itu, cinta kami semakin dalam. Dari sekedar SMS atau telpon sekarang sudah biasa jalan.

Dia juga SMA kelas I tapi kami beda sekolah. Saat SMA, kami sangat jarang bertemu. Kami hanya jalin hubungan lewat SMS dan telpon. Kami berdua putuskan untuk sama-sama selesaikan SMA. Itu wajib.

Dua tahun berlalu. Dan, sekarang sudah dekat ujan akhir di SMA. Kami berdua saling kuatkan. Kami berdua dan berjuang agar kami berdua sama-sama harus dinyatakan. LULUS. Kata itu yang kami berdua mau dengar.

“Kalau setelah SMA, nanti ko lanjut kuliah dimana?” tanya saya suatu saat
“Sa mau jadi suster,”
“Bukan suster biara too,”
“Hahahahaha, kenapa kalau saya jadi suster biara,”
“Ah, ko tra kasihan sa kah?”
“Sayang, nanti sa masuk di Akademi Keperawatan (Akper) Nabire. Biar sa jadi suster. Kalau ko sakit, tra perlu ke rumah sakit lagi. Nanti sa rawat dari rumah saja,”
“Hahahahahahaha. Itu yang pas,” balas ku penuh semangat.

Akhir Juni, kami berdua dinyatakan LULUS dari SMA kami masing-masing. Saya memilih masuk di USWIM Nabire. Ilmu Pemerintahan, itu jurusan yang pilih. Saya mau jadi DPR di Paniai. Komitmen saya saat mau daftarkan diri di universitas ini.

Shella sudah diterima sebagai mahasiswi di Akper Nabire. Jika tidak ada halangan, cita-citanya sebagai suster perawat akan terwujud tiga tahun mendatang. Dia akan menyandang gelar Diploma III keperawatan. Dia memilih tinggal di asrama. Saya juga setuju.

Saya akan menjadi seorang sarjana ilmu pemerintahan. Empat tahun harus selesai. Itu komitmen pada diri saya. Juga kepada Shella. Termasuk kepada orang tua.

***

Dua tahun sudah berlalu. Sejak kami masuk kuliah, kami sudah sering jumpa. Tak tanggung-tanggung, saya berani mengajak dia jalan. Kami dua sudah sangat sering jalan bersama jika saat liburan.

Jika akhir pekan, kami berdua sering menghabiskan waktu bersama di berbagai tempat. Di Nabire, soal tempat wisata sangat banyak. Walau masih alami, banyak tempat yang sangat indah. Seperti, Sepanjang bibir pantai teluk Cendrawasih, Topo, Kilo 38, Wanggar, Yaro, Lagari. Bahkan, masih sangat banyak tempat yang sangat indah.

Berbagai tempat itu kami sudah pernah datangi. Kami dua tinggalkan banyak kenangan. Banyak kisah sudah kami catatkan dalam album kenangan kami.

Suatu saat, kami berdua memutuskan untuk pergi ke Topo. Saat itu, musim buah rambutan. Kami belanja buah rambutan di sana dan lanjutkan perjalanan ke puncak Gamei. Dari puncak Gamei, mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah.

Di puncak Gamei ini, pernah ada cerita. Ceritanya, ada orang barat piara ular.

Indahnya alam Papua ada di sana. Hawanya sangat sejuk. Indah rasanya jika kita berduaan bersama orang yang sangat kita cintai. Kami berdua benar-benar menikmati indahnya alam disini.

Nun jauh di sana terlihat barisan bukit yang membiru.

“Alam sangat indah. Tapi sayang, alam ini dirusaki oleh mereka yang mendulang emas secara liar dan illegal logging yang sudah masuk dalam tong pu hutan ini,” ujar Shella pancing saya untuk bicara.

“Benar, sayang. D**g tu tra kasihan tong pu alam ini ka apa e... sampe, d**g kas habis tong pu hutan sampe sekarang su mau habis,” timpal saya sambil menikmati buah rambutan.

“Kenapa, pemerintah d**g tra peduli deng tong pu hutan ni? D**g tra sayang generasi yang akan datang ka apa?” protes Shella.

Ia menatap saya dengan tajam. Dari sorot matanya saya menangkap bahwa kali ini ia bicara dengan tegas. Ia seakan protes dihadapan pemerintah.

“Pemerintah ka, dinas kehutanan ka, polisi hutan ka, harus jaga tong pu hutan ini baik. Kalau tidak tu, tong pu anak cucu kedepan akan terima dampaknya,” lanjutnya dengan tegas.

Kali ini ia berdiri. Berdiri menghadap bagian kilo 100. Ia memandang dengan seksama. Ada banyak pertanyaan disana. Dialam pikirannya. Entah apa yang ia pikirkan.

“Bicara anak cucu tapi, tong dua belum punya anak saja sudah bicara anak cucu. Jangan saya-saya,” kata saya sambil tertawa.

Dengar saya bicara, dia balik lihat saya dan tertawa. Memang jika Shella tertawa, dia terlihat manis. Kedua p**i hitam manisnya terlihat menawan. Belum lagi, pas**an putih berdiri gagah.

“Sabar too. Kita harus selesaikan kuliah dulu. Tinggal satu tahun lagi,” katanya dengan senyum lebar
Kami dua lanjutkan aktivitas. Saya habiskan sisa rambutan yang ada. Shella bermain seorang diri dengan kamera. Ia jepret sana sini dengan kamera Sonny pocket miliknya. Kamera yang sudah membantu kami berdua.

“Sayang, ko masih ingat kah tidak, minggu lalu saat tong dua ke Wami itu tanta Penina bilang kalau puluhan hektar hutan habis dibabat PT Nabire Baru tu,” kata Shella usai minum Aqua. Ia menatap saya.

“Yoo. Saya ingat. Itu kenapa?” tanya saya sambil makan rambutan yang terakhir.

“Itu berarti, banyak sekali hutan yang rusak. Coba lihat saja sepanjang jalan dari Topo ke Nabire, sebelah kiri kanan itu ada banyak kayu yang d**g diparkir. Menurut ko, kayu-kayu itu dari mana? Ya, kalau bukan dari hutan dari mana lagi?”

“Kenapa, pemerintah bebaskan orang-orang itu tebang kayu secara sembarangan kah? Kenapa trada Perda? Atau memang ada Perda tapi pemerintah tra mau jalankan Perda itu? Atau su ada Perda tapi penebang hutan liar itu yang tra mau patuhi?” berbagai pertanyaan itu ia lontarkan. Ia menod**g pertanyaan itu kepada saya.

Saya diam.

“Sayang, sa ingat lagi. Waktu itu, tong dua ke pantai Cemara. Ada pelabuhan di sana. Pelabuhan itu dijaga Polisi. D**g drop kayu-kayu itu banyak skali. Kayunya panjang-panjang dan besar. Ko ingat itu kah tra?”

“Iyo, itu kenapa?” saya tanya.

“Sayang, ko tu bagemana? Ko tidur kah? Dari tadi saya bicara. Ko lihat, banyak kayu yang orang babat sembarang sampe hutan su mau habis. Pelabuhan di pantai Cemara banyak orang yang tra tau. Mungkin pemerintah su tau tapi d**g sengaja kas diam. Su tau too,” cerita sambil berdehem.

“Su tau apanya,” saya balik tanya.

“Pasti pemerintah tau tapi d**g diam. Apalagi Polisi. Aeee, itu jang bicara lagi. Pasti d**g su baku amankan.”

Ia sudah tidak mau lanjutkan lagi. Ia menggeleng kepala sambil meneguk air Aqua yang ia pegang sedari tadi. Sedang, saya masih duduk disini. Dibawah rindangnya pohon besar. Saya mencoba memahami apa yang diprotes Shella.

Shella, memang soal berdebat, dia jago. Dia tidak akan mengalah. Dia akan pertahankan apa yang ia rasanya. Berdebat dengan dia tiada ujungnya. Dia akan memilih diam ketika dia merasa dirinya salah.

Suatu saat, ia pernah cerita soal hutan. Dirinya merasa prihatin dengan hutan yang ada Paniai. Warga Paniai sudah tidak peduli dengan hutan di sana. Soal hutan, bukan di Paniai saja. Baginya, soal hutan, seluruh warga Papua punya kewajiban untuk menjaga.

Di Kaimana, misalnya. Ada perusahaan yang sudah masuk dan banyak sekali kayu yang dibabat disana. Kayu-kayu yang bagus itu dibawa keluar pakai kapal. Pemilik hak ulayat di berbagai tempat di Papua, ditipu dengan berbagai alasan. Dibayar juga tapi hanya dengan Rp. 100 ribu tau Rp. 200 ribu per kayu. Ini sangat menyakitkan.

Saya teringat kembali. Beberapa waktu lalu, forum kerja (FOKER) LSM sudah berulang kali keluarkan berbagai larangan untuk tidak menebang kayu di Papua secara sembarangan. Banyak poster yang bertuliskan ‘Save Hutan dan Manusia Papua’ juga beredar dimana-mana.

“Sayang, di Topo sudah mau hujan. Ayo, kita pulang,” ajaknya pulang.

Waktu sudah pukul 15.30 WIT. Kami berdua kembali ke Nabire. Motor Vixion berwarna hitam putih milikku sudah di turunan gunung Gamei. Tiba di Kilo 38, hujan sudah memalang. Hujan besar mengguyur Topo. Kami berdua memilih berteduh di warung makan. Kami pesan teh hangat hanya untuk sekedar hangatkan tubuh.

Hampir sejam kami disini. Hujan sudah redah, kami bergegas pulang. Kembali ke Nabire. Ke kos hijau.

***

Sudah lima tahun sudah kami jalin hubungan cinta kami. Kami berdua takkan dipisahkan oleh siapa pun. Juga dengan cara apapun. Tuhan, saya sudah cinta Shella. Dia itu sebagian dari diri saya. Separuh jiwaku ada padanya. Jangan pisahkan kami. Kami sudah komitmen. Kami berdua tak kan dipisahkan oleh siapa pun. Juga maut. Dalam maut, kami berdua akan bersama. Saya yakin, Tuhan sudah tahu lebih dari segalanya tentang kami berdua.

Itu tulisan tangan saya sudah tempelkan di kamar kos saya. Tahun lalu, saya ambil kos di Girimulyo. Beberapa foto berdua, saya pajang disana. Tentunya, ada wajah bapa dan mama diantara fotonya kami.

Memasuki tahun kelima, badai itu datang. Cinta kami diuji. Bahwa, orang tuanya tidak berikan restu. Orang tuanya sudah jodohkan dia dengan orang lain. Shella, orang yang paling kucintai akan menjadi milik orang lain.

“Sayang, sa pu orang tua marah saya. Mereka tra setuju sa deng ko. Tapi, jujur saja, tidak ada orang lain di dalam sa pu hati selain Paskalis Yatipai,” katanya sambil mencucurkan air mata.

Dia memelukku. Sangat erat. Pelukan ini tidak seperti biasanya. Dia memeluk ku seakan tak ingin pergi. Bahkan kepada kedua orang tuanya. Air matanya membasahi kedua p**inya. Dia tersedu di dalam pelukanku.

“Sayang, sa su terlanjur sayang ko. Saya tra bisa. Saya tra bisa tanpa ko. Demi,” ucapnya lirih dalam linangan deraian air mata.

Saya ikut terbawa. Tanpa sadar, kedua bola mata saya sudah tumpahkan air mata yang sedari tadi siap mau keluar. Malam itu, kami berdua menyebrang ke pulau mimpi bersama dalam perahu pelukan.

Bayang-bayang akan kehilangan Shella muncul tiap hari. Saya tak mau kehilangan dia. Saya tidak mau dia jatuh didalam pelukan orang. Saya sudah cinta dia. Semahal berapapun harga maskawin, saya akan bayar. Dia harus menjadi istri saya.

“Adik Paskal, hari Sabtu besok kita bicara di Kalibobo. Kami mau pisahkan ko dengan sa pu ade Shella. Ko jangan ganggu dia lagi,” teriak kakak Andi di kampus.

“OK. Saya akan datang,” jawab ku singkat.

Mendengar kata-kata itu, telinga saya panas. Terik sang raja siang yang bakar kulitku ikut memanaskan. Hati mulai tak karuan. Hari itu saya lebih memilih pulang ke kos dari pada harus masuk kuliah.

Ternyata, hal itu juga sudah dengar Shella. Tiba-tiba dia datang ke kos saat saya sedang masak di dapur. Tanpa bicara banyak dia memeluk ku. Air matanya kembali ia jatuhkan. Ia bersumpah serapah bahwa dia sangat mencintai ku.

Dan, hari Sabtu jam 16.00 WIT. Kami sudah di Kalibobo. Di rumahnya kepala suku. Kedua orang tuanya sudah ada. Sanak saudara dari Shella juga sudah. Saya bersama beberapa orang dari keluarga saya.

Pembicaraan dimulai. Orang tuanya dan sebagian dari sanak saudaranya tidak restui. Mereka mau kami berdua harus pisah. Jangan ada cinta diantara saya dan Shella. Mereka minta bayar denda.

Ah... Kenapa minta bayar denda? Kenapa tidak minta saja maskawin? Kenapa perasaan cinta yang muncul dari hati kami ini harus dibatasi dengan alasan yang tidak masuk akal?

Hari itu kami dipisahkan. Kami dilarang untuk kami bertemu lagi. Jika bertemu lagi, saya akan dikenakan denda uang dengan harga yang mahal. HP milik Shella dihancurkan saudara laki-lakinya. Dan, kami pisah.

Tiba di kos. Air mata mulai banjir. Kamar hijau ku hanya membisu. Puluhan buku yang berjejer pun ikut diam. Saya biarkan air mata mengalir. Lantunan musik terdengar keras didalam speaker hijau yang dibelikan Shella pada ulang tahun ku tahun lalu. Lagu-lagu itu menjadi teman saya pada saat ini.

Shella? Ko dimana? Kenapa ko tra datang? Saya sangat rindu ko. Sungguh! Saya ingin peluk. Shella, ko su tra sayang saya lagi kah? Kalbu merintih. Tak rela. Tuhan, kenapa Shella memilih pergi? Kenapa?

Ah... Biar sudah.

Folder lagu country Rio Diamond, Michael Learn To Rock, Lucky Dube, Black Sweet dan Black Brothers datang silih berganti. Suara-suara manis itu datang menemani.

Beberapa hari kemudian, dia muncul. Shella ku datang. Marshella Gobay, pujaan hati ku. Datang ke kost hijau. Kos kebanggaan ku. Badannya agak kekurusan. Saya yakin, dia tidak makan baik beberapa hari. Juga tidak mengurus dirinya.

“Ko kenapa datang? Saya tra mau masalah lagi. Ko ikut saja ko pu orang tua,” cegat saya sebelum dia masuk ke rumah.

“Sayang, dalam alam maut pun kita akan pergi bersama,” katanya singkat. Kembali ia menitikan air mata.

Walau sudah dipisahkan, kami berdua kembali bersama. Cinta kami kuat sekuat tembok raksasa Cina. Sekuat gunung Deiyai. Sekuat ombak di pantai Holtekamp Jayapura.

Dalam satu tahun itu, kami dipertemukan dua kali di rumahnya kepala suku. Dan, kami dipisahkan. Tapi, maaf. Cinta kami kuat. Kekuatan cinta kami tak akan pernah dipatahkan dengan cara apapun.

Kuliahnya sempat terganggu. Begitupun juga saya. Tapi, kami berdua saling menguatkan dan yakinkan. Kuliah harus harus selesai. Itu komitmen.

Dan, kami telah selesaikan kuliah kami masing-masing. Saya sudah sandang gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan. Sementara, beberapa bulan lalu Shella telah wisuda dan gelar Diploma Keperawatan sudah disandangnya.

Akhirnya, kami dipanggil ke rumah orang tuanya di Enarotali.

“Sayang, sa pu orang tua d**g su bicara banyak. Katanya, mereka su mau jodohkan sa dengan laki-laki lain. Jadi, begini. Sebentar, sa akan ikuti apapun yang orang tua d**g akan bicara. Nanti sa akan hancurkan HP. Termasuk kartu ini. Tapi, jam 07.00 malam tepat, saya akan tunggu ko di rumah sakit Madi dengan Merry. Saya dan Merry tong dua su bicara. Biar malam, tong dua harus turun ke Nabire,” suara manis di sebarang sana berurai panjang rencananya. Dia menelpon ku pagi-pagi.

“Paskal, saya tra mau. Kali ini ko harus dengar saya. Pleeeeaasse! Kita harus pergi ke Nabire. Apapun yang terjadi, kita harus pergi. Kita harus pergi,” suaranya mulai merendah. Saya tahu dia menangis.

“OK. Jam tujuh malam pas nanti saya jemput. Salam buat Merry,” kata ku.

Sorenya, kami dipertemukan yang kelima kali. Kedua orang tua saya dan semua sanak saudara saya sudah ada. Saya merasa kuat. Ada semua saudara saya. Orang tua dan semua sanak saudara dari Shella juga sudah ada.

Pembicaraan masalahnya dimulai. Hampir dua jam. Dan, kami dipisahkan. Itu keputusan. HP saya dihancurkan bapa saya. Begitu juga HPnya Shella. Saya tertawa saja dalam hati. Saya yakin Shella juga ikut tertawa.

“Shella punya suami sudah ada. Minggu depan sudah mau ambil maskawin jadi jangan ganggu saya punya anak lagi,” kata bapak Shella sangat tegas dengan nada marah

Usai masalah, kami pisah. Bapa, mama dan semua keluarga memilih kembali ke kampung Bibida. Saya sampaikan kepada orang tua saya, besok pagi saya harus kembali ke Nabire. Saya diberikan sejumlah uang dari kedua orang tua.

Saya ke kampung Kopo bersama teman saya, Sam. Saya mulai cerita rencana saya dan Shella kepada Sam. Sam setuju. Sam memaksa mamanya untuk masak makanan cepat.

Usai makan malam, Sam minta ijin sama mamanya untuk pergi ke luar beberapa menit. Kami dua keluar. Langsung pergi ke rumah sakit Madi. Benar, Shella dan Merry ada disana. Tanpa menunggu waktu yang lama, Shella sudah naik diatas motor. Motor Vixion putih hitam sudah siap mengantar kami.

Seperti biasa, kemana pun kami pergi, pasti motor Vixion hitam putih itulah teman sejati saya. Dia sangat mengerti. Walau dia akan diam seribu bahasa. Apapun keadaan saya, dia tahu.

“Sam dan Merry, trimakasih banyak. Kam dua su mau bantu tong dua. Tolong doakan tong dua e... jang sampe ada apa-apa di jalan,” kata saya.

“Hati-hati di jalan. Pasti Tuhan menyertai,” kata Merry.

“Ah, tong dua ada apa-apa juga trapapa. Yang penting, kalo mo mati, tong dua harus mati sama-sama,” tambah Shella.

Dan, motor Vixion hitam putih sudah ada di tanjakan Madi. Dalam kecepatan yang sangat tinggi, melawan malam yang pekat. Dalam waktu yang singkat, sudah ada di jembatan kali Yawei. Saya hentikan motor. Saya mencium Shella. Dia balas dengan lembut.

Kembali kami lanjutkan perjalanan. Kami dipisahkan. Tapi, dua hati kembali bertemu. Dan sekarang sudah bersama. Bersama akan pergi. Shella memeluk ku erat dari belakang. Lampu-lampu di Wagete terlihat samar. Kami hanya bisa lihat dari kampung Okomo.

Saya melawan gempuran angin malam. Kulit ku dicabik dingin. Malam ini sudah tenang. Sangat syahdu. Gelapnya malam mengantar kami berdua. Tak lama, kami sudah ada di Iyaadimi. Kembali saya parkirkan motor dan saya balik peluk Shella. Ku kecup bibirnya. Dia balas dengan sangat lembut. Gunung Deiyai melihat aksi kami dan dia tersenyum seakan dia mengerti apa yang kami sedang alami.

Setiba di Moanemani, hampir semua kios sudah tutup. Malam itu Lembah Hijau Kamuu sangat tenang. Senandung Jelata malam terdengar merdu. Mereka mengiri perjalanan kami. Pepohonan di Degeidimi bergoyang melambai. Saya tidak mengerti tapi deduanan sangat kompak melambai pada kami berdua.

Tiba di jembatan Kilo 171. Kecepatan masih tinggi. Motor melaju cepat. “Paskal, demi, saya cinta ko skali,” kata Shella lembut.

“Sayang, saya juga cinta ko. Kalau tidak, tidak mungkin saya bawa ko sini,” jawab saya.

Saya keasyikan bicara. Motor melaju sangat cepat dan saya kehilangan kendali.

Dan...

“Tuhan, saya bawa datang dia. Saya sudah cinta dia. Kami dipisahkan orang tuanya. Tapi, kami sedang lari ke Nabire,” kata saya kepada Tuhan.

“Benar Tuhan. Kami tidak salah. Kenapa, kami dipisahkan? Sekarang, kami dua ada turun ke Nabire,” sambung Shella.

Tuhan diam.

“Tuhan, saya sangat mencintai Shella.”

“Benar, saya juga sangat mencintai Paskal.”

“Tuhan, kalau bisa, jangan pisahkan kami dua.”

Tuhan masih diam.

Dan, dari sini kami dua lihat, besoknya orang bawa jasad kami bawa ke tempat pemakaman. Kami dua bahagia disini bersama dalam cinta kami.

Kamar 03
Asrama Serviam Kamuu, Waena Jayapra
Awal Maret 2016
Philemon Keiya

TERNYATA BENAR ~Ternyata benar'Mencintai hati yang telah terisi..Hanya akan menyakiti diri sendiri..Meski demikian ku ta...
17/03/2024

TERNYATA BENAR ~

Ternyata benar'
Mencintai hati yang telah terisi..
Hanya akan menyakiti diri sendiri..
Meski demikian ku tak perduli..
Karena memang takdirku hanya untuk tersakiti..
Sementara nan ku hanya ingin tuk tetap membuatnya dapat tertawa berseri..
Biarlah - biar ia melakukan hal apapun yang ia ingini..
Karena memang tugasku hanyalah menghayati betapa pedihnya kehidupan sebagai rona pelangi..
Nan hanya di butuhkan di saat hujan membasahi..

~ Nbx 18/3/24 ~
Nay Fer
Literasi Mapegawuu.com

https://www.facebook.com/share/8KgmBjjdqBUn7t1i/?mibextid=xfxF2i
19/01/2024

https://www.facebook.com/share/8KgmBjjdqBUn7t1i/?mibextid=xfxF2i

MEMBAWA CINTA KE PAPUA

(Mr. Nomen Douw)
_
Wanita Sunda Melayu, kelahiran tanah Jakarta, namanya Mitta. Ia harus ke Papua bertemu dengan cintanya. Mitta belajar tentang ilmu sosial selamah lima tahun dikampus dan Ia banyak membaca buku umum seperti bapanya seorang jurnalistik senior di korang Tempo. Mitta berkeinginan menulis tentang Papua setelah Ia menyelesaikan pendidikan S1 di kampus ternama di Kota Metropolitan Jakarta, Universitas Nasional [UNAS].

Setiap saat Ia memburu perkembangan ekonomi politik yang terjadi di Papua melalui media online. Sakin tertariknya terhadap dunia Papua, Mitta berteman dekat dengan Yosep, hanya Dia orang asli Papua di angkatan mereka kuliah di kampus Unas. Yosep anak asli Papua asal Kampung Puay Sentani yang menempu Pendidikan bersama Mitta, Yosep s**a membaca buku.

Satu Minggu terakhir sebelum Mitta pergi ke Papua, dirumah, Mitta harus berdebat dengan mamanya, mamanya melarang Mitta berangkat ke Papua:

“Mama satu minggu lagi saya akan berangkat ke Papua,” Kata Mitta sambil melepas sepatu masuk kerumah.

“Untuk apa ke Papua, disana daerah kongflik,” Larang mamanya.

“Saya mau bertemu Cinta,” Balas Mitta

“Mitta, kamu gila?,” Marah mamanya melarang Mitta.

“Cukup mama, hidup besok adalah hidup saya,” Ucap Mitta kepada mamanya dan masuk kamar.

“Ini mama, dengar Mitta,” Balas mamanya mengejar Mitta ke kamar.

“Cukup mama, satu Minggu Lagi, Bye...!!,” Balas Mitta sambil menutup pintu kamar dan diam.

Mitta lahir 22 Oktober 1993, lahir di ibu kota Indonesia, Jakarta. Bapaknya telah almarhum pada sepuluh tahun yang lalu. Seluruh hidup bapaknya habis didunia kertas dan pena, hidupnya berakhir dengan jurnalistik tempo yang dikenal terbaik. Mita Ingin menjadi bapaknya.

Mama Mitta seorang pengusaha yang cukup sukses di wilayah Jakarta, memiliki rumah yang bagus dan memiliki mobil dan motor lebih dari satu, tapi mamanya telah menikah dengan pria keturunan tionghoa di Jakarta, seorang pengusaha kelas satu diwilayah ibu kota Indonesia, mereka miliki beberapa ruko dan hotel berbintang lima di Jakarta. Tapi lain bagi Mitta, pikiran Mitta biasa saja, Ia ingin hidup sederhana seperti kata-kata bapaknya sebelum meninggal.

Hari sabtu malam Mitta sudah siap rapi, beberapa buku bacaan sudah dalam tas, baju tidak banyak, secukupnya. Ia akan tinggalkan rumah bersama mamanya demi cinta yang perna hadir walaupun hanya singkat dalam waktu yang tidak diduga:

“Mama, sudah satu minggu lewat dan saya harus berangkat,” Jelas Mitta tanpa ragu kepada mamanya.

“Mitta kamu mau cari apa di Papua, bahaya disana,” Jelas mamanya menahan Mitta tidak ke Papua.

“Sudahlah mama, saya ingin hidup disana,” Balas Mitta kepada mamanya.

“Oke, nanti pulang cepat kalau ada apapa, bentar nanti cek, mama nanti krim uang jalan,” Balas mamanya biarkan Mitta ke Papua.

“oke mama, makasih, da...da...mama.” Balas Mitta pamit dari rumah naik mobil.

Mitta sudah kenal sama Yosep selamah lima tahun, anak Papua yang s**a buku sosial juga, Yosep satu jurusan dengan Mitta di kampus Unas. Selamah mereka kuliah, mereka sering diskusi di cafe tentang ilmu sosial dan pengetahuan umum. Setelah mereka berpisah dua tahun lebih dari Jakarta. Yosep sudah lama di Papua menikah dengan perempuan Papua namum berpisah karena maut yang datang tak dipangil, rupanya mereka akan bertemu di Papua dan itu janji di malam terakhir sebelum paginya Yosep akan berangkat dari kos warna biru nomor 05:

Telfon masuk di hpnya Yosep, “Halo Mitta,”.

“Saya sudah dalam pesawat tujuan Jayapura”, Jelas Mitta kepada Yosep.

“Serius ini?,” Kaget Yosep.

“Yosep, ia Ini serius, besok pagi jemput saya,” Balas Mitta, singkat.

“Ya..Mitta, sama siapa?,” Tanya Yosep lagi.
“Sendiri,” balas Mitta.

“Kenapa kamu datang?, nanti tinggal dimana?,” Tanya lagi Yosep.

“Sudah jemput saya besok pagi, ini janji kita Yosep, igat kan?”, Singkat Mitta.

“Ia baik,” Yosep.

Pagi jam 09:23 Waktu di Sentani Papua, cuaca sungguh baik menyambut Mitta injak tanah Papua. Yosep sudah berdiri di pintu keluar di gedung Bandar Udara Sentani, Jayapura, Papua. Penampilan Yosep berubah selamah dua tahun lebih di Papua, Dia jarang merapikan rambut dan jenggot selayaknya di Jakarta waktu kuliah. Yosep kebanyakan tinggal di kampung, jarang ke kota dan Yosep s**a kesunyian di kampung Puay Sentani Timur, Jayapura, Papua. Kampung yang menempel dibibir Danau Sentani.

Mata Yosep melihat Mitta keluar memegang coper dan gend**g tas yang sering Mitta pakai dulu semasa kuliah di Jakarta,“Hey..Mitta,” tiga kali Yosep memanggil, hampir Mitta lupa pada Yosep:

“Hai, Yosep”, Balas Mitta melihat Yosep, Mitta Memeluk.

"Kamu sudah berubah Yosep, " Ucap Mitta melempar senyuman pertama.

"Ia, begitulah," Balas Yosep membalas tersyenyum.

Yosep membantu pegang coper”, Ayo kita jalan”, ajak Yosep ke Mitta.

“Ayo, Mobilmu dimana?”, Tanya Mitta.

Kaget Yosep, “Ya..Mitta, saya tidak punya mobil, saya hanya punya motor Jupiter lama”, balas Yosep.

“Okey, Ayo, " Balas Mitta dengan semangat.

Motor yang sedikit lambat, tidak seperti beberapa motor yang kuat di kota Jayapura. Sampai di parkiran Motor:

Yosep menunjukkan motornya,” Lihat Mitta, ini motor saya, kamu harus pake Mobil nanti saya sesuaikan dengan motor”

“Yosep, kamu pikir apa?, lima tahun kita bersama dikampus Unas di Jakarta, Kamu kan sudah tau saya, kan saya s**a hal-hal yang sederhana begini, apapun kita bersama disini” Jelas Mitta kepada Yosep.

Ajak Yosep,”Ayo, kita berangkat”

Coper coklat berdiri memanjang di depan, Yosep menyetir motor, kota Jayapura cerah, melaju pelang, Yosep dan Mitta. Yosep masih bigung dan merasah aneh, Mitta akan kemana dan urusan apa ke Papua, Ia lupa kalau malam terakkir mereka tidur di kos adalah malam yang sangat special untuk Mitta, Yosep hanya biasa saja:

“Mitta, saya antar kamu kemana?, saya harus pergi ke kampung saya, bapa saya sakit di kampung”, Tanya Yosep setelah bertanya-tanya dalam hati.

Singkat Mitta, “Saya ikut kamu Yosep”

Yosep bertanya,” kamu ke Papua urusan apa?”

“Yosep, kamu dengar, saya ini temanmu, saya hanya lagi belajar jatuh cinta dengan orang Papua, Emanya tidak boleh saya jatuh cinta sama orang Papua”, Tegas Mitta.

Yosep kaget dan berbisik dalam hati, ternyata Mitta cari cinta di Papua tapi tidak, bagi Mitta Yosep adalah cintanya, Ia ke Papu demi Yosep setelah melihat story Yosep, Ia lajang setelah Istri dua anak itu meninggal karena musibah longsor di Kaki gunung Siklop Sentani. Aduh saya s**a Mitta dari dulu waktu di Jakarta, tapi saya punya anak satu, Istri saya sudah meninggal terkena musibah longsor. Rumah saya jauh dari sederhana, gubuk dengan papan tripleks dan sebagian daun seng bekas.

Balas Yosep,”Okey tapi rumah saya tidak layang Mitta, kamu bisa munta-munta disana”

Balas Mitta, “Dimana pun layak bagi kamu Yosep, itulah saya bisa tinggal disana”,

“Mitta kamu tinggal di Hotel saja?,” Minta Yosep.

“Tidak Yosep, kita kerumahmu saja,” Minta Mitta tetap ke rumahnya Yosep.

Rumah Yosep di Kampung Puay Sentani Timur, kampung yang menempel di danau Sentani, tempat Yosep lahir dan besar disana. Yosep perna memiliki Istri namun meninggal tertimbung longsor pada 16 Maret 2019 sementara Istrinya pergi bermalam dikeluarga bersama anak keduanya yang masih balita, meninggal bersama balita dibelukan mamanya.

Yosep tinggal bersama bapaknya yang telah lansia berumur 79tahun dan anak pertama Yosep yang sudah empat tahun:

“Rumah agak jauh dan sunyi dari kota,” Jelas Yosep.

“Saya s**a Yosep, ramai salah satu alasan saya tinggalkan Jakarta,” Balas Mitta.

Setelah satu jam diatas motor menuju kampung, Yosep dan Mitta sampailah dirumah, di kampung Puay yang sunyi dibibir Danau Sentani.
Bapa Yosep sedang duduk makan pinang depan teras rumah:

”Siang anak,” balas bapa Yosep setelah Yosep dan Mitta beri salam dari pintu masuk mata jalan.

“Lihat Mitta, inilah gubuk kami yang tidak layak, seharusnya kamu harus nginap tempat yang lebih baik,”. Jelas Yosep sambil menunjukkan kondisi rumah.

“Yosep, cukup kamu bicara begitu, saya sudah bilang tadi, ini yang saya s**a,” Tegas Mitta kepada Yosep lagi.

Yosep terdiam dan menggajak Mitta memandanggi danau yang teduh dan cantik dibalik rumah. Mitta kagum dengan wajah danau sentani:

“Cantik sekali danau Sentani, " Mitta merasah jiwanya terobati.

“Ia, inilah danau sentani, " Singkat Yosep.

“Yosep anak mu yang ditinggalkan Ibunya dimana?,” Tanya Mitta setelah duduk.

Yosep kaget dan berkata dalam pikiranya, Mitta tahu darimana tentang ini semua, Yosep ingin menyembunyikan semua itu tapi tidak, Mitta sudah tahu:

"Kok, Mitta tau?,” Tanya heran, Yosep.

“Ia tahulah, jejakmu berlebihan di facebook,” Balas Mitta.

Nampaknya Mitta sudah ikuti Yosep di platform media facebook:

“O...ia begitulah,” Balas Yosep memandanggi danau, sedih.

“Kamu tunggu disini saya siapkan papeda kita makan”, Yosep berdiri dan masuk kerumah, dapurnya.

Bapaknya sudah menanti untuk bertanya di dapur:

“Yosep, Itu perempuan apa yang kamu bawah datang, suruh Dia pulang bapa tidak punya Uang Yosep,” Tanya bapaknya dengan tegas.

“Bapa itu saya punya teman kuliah dulu di Jakarta,” Jelas Yosep.

“O.....ia pikir ko punya maitua baru jadi bapa bilang,” Balas bapaknya.

“Kalau maitua kenapa jadi bapa?,” Tanya Yosep gegas menyiapkan papeda untuk makanan siang.

“Yosep, ko igat, jangan sentu Dia, bapa tidak punya Uang dan tidak mau malu depan banyak orang,” Jelas bapaknya kepada Yosep.

“Bapa Dia itu anaknya orang kaya di Jakarta, mamanya pengusaha besar di Jakarta dan bapa keduanya orang China, pengusaha sukses juga,” jelas Yosep.

“Makanya itu, pasti mereka tidak setuju sama kau Yosep,kamu hanya anak kampung dan tidak punya apapa, rumah hanya di kampung, dapat uang lima ribu saja tidak mampu sehari, Yosep Igat, kita ini keluarga yang miskin,” Bapa Yosep berkata keras dalam sedih. Yosep terdiam:

“Bapa mantu sudah cukup, saya s**a kehidupan yang sederhana seperti ini walaupun bapa dan mama saya orang kaya di Jakarta. Ayahku seorang yang hidup sederhana seperti kalian tapi mama saya tidak, bapa saya sudah meninggal waktu saya kecil, mama saya menika lagi dengan pria china yang kaya raya, Ayah saya mendidik saya harus mencintai yang sederhana dan saya s**a s**a Yosep sejak kami kuliah di Jakarta dan saya sudah mencintai Yosep bapa,” Jelas Mitta membela diskusi serius antara Yosep dan bapaknya di dapur, Ia mendegar dibalik pintu dan Mitta tersentu dan Ia harus menjelaskan perasahanya ke bapanya dengan bercucur linang air mata. Yosep dan bapaknya terpaku diam. Dengan sedih yang mendalam, Mitta memeluk Yosep:

“Yosep, saya punya Uang di rekening, mama selalu krim setiap minggu, saya punya banyak uang direkening hari ini. Tapi tidak Yosep, perasahaan saya tidak mampu saya amputasi dengan uang, sudah lama saya s**a kamu dan puncaknya dimalam itu, itulah alasan utama saya harus bertemu kamu dan tinggal disini bersama,” Jelas Mitta sambil memegang tanggan Yosep.

Yosep diam terkunci, tidak menduka hal ini, tapi Dia ingat waktu masa kuliah selalu bersama Mitta semenjak semester satu, Ia Ingat perna bersama Mitta, tidur di kosnya sebelum Yosep pulang jedah satu minggu ke Papua. Yosep menjadi orang pertama yang menyentu tubuh Mitta. Mitta sulit melupakan Yosep selain Ia sakit hati waktu Yosep mempostin photo bersama istrinya di facebook:

“Bapa, besok kita renovasi rumah dan kita lengkapi semua,” Jelas Mitta kepada bapanya Yosep.

“Makasih anak, tapi kamu tidak pura-pura mencintai Yosep?,” Tanya bapaknya Yosep.

“Tidak bapa, Yosep cinta pertama saya, Dia mengganjari saya hal-hal yang berbedah dan tidak lama lagi kita menikah,” Balas Mitta sambil melihat Yosep, Yosep tersyum.

Anak Yosep namanya Lena pulang dari sekolah, Ia menyapa selayaknya anak sekolah pulang kerumah:

“Bapa sudah pulang,” Pangil Lena memeluk Yosep, bapaknya.

“Itu siapa bapa?,” Tanya Lena kecil setelah wajah mengarah ke Mitta.

“Mari peluk mama,” Sambut Mitta kepada Lena kecil.

Lena kecil langsung memeluk Mitta, Lena sudah lama rindu seorang mama seperti mamanya yang telah lama pergi karena musibah bersama adik kecil Lena. Dalam pelukanya Lena, Mitta berkata, kita akan hidup bersama Lena, saya mama kamu, hidup dalam natural alam bersama kesederhanaan hidup kita disini. Inilah keluarga yang saling mencintai kebahagiaan dan masa sulit nantinya.

Satu bulan lamanya mereka hidup di kampung Puay seperti satu keluarga yang telah kembali bertemu. Mitta sudah renovasi rumah serta melengkapi isinya. Mitta juga membeli motor untuk akses ke kota.

Sore matahari mulai tenggelam di pundak perbukitan Papua diseberang danau Sentani, diatas kota Sentani. Yosep dan Mitta duduk di pinggiran danau sentani:

“Yosep, saya sudah hamil lima bulan, saatnya saya harus beritahu orang tua saya di Jakarta,” Kata Mitta memandanggi wajah berjengot, Yosep.

“Ayo, telfon sekarang,” Balas Yosep memeluk Mitta.

Telfon masuk ke handphone mamanya, trik...trik...trikk.

“Mitta ayo pulang, sudah lama kamu di Papua, bahaya lho, " Jelas mamanya.

“Mama, Mitta minta maaf, saya sepertinya mencintai Papua dari Jakarta dan mama tahu, saya ke Papua mencari Cinta Sejahtiku,” Jelas Mitta kepada mamanya.

Mamanya kaget,”Apa, Mitta mencari cinta Sejatinya?,”

“Ia mama, saya ke Papua bukan karena Ilmu saya sebagai seorang sarjana antropologi tapi, saya ke Papua mencari Cintaku waktu kami kuliah, Dia Pria hitam yang sederhana, saya cinta lebih dari segalanya,” Balas Mitta kepada mamanya.

Mamanya sedikit aneh dan bertanya, “Jadi, Cintamu laki-laki Papua,”

“Ia mama benar, saya mencintainya”, Balas Mitta sambil memandanggi Yosep dari dalam pelukanya.

Mamanya terdiam dan Mitta berkata lagi:

”Mama pasti tidak bisa lupakan bapa yang sudah meninggal tinggalkan saya karena Dia pria pertama bagi mama,”

“Ia Mitta benar,” Balas mamanya dengan lembut.

“Mitta juga demikian, dan itulah saya ke Papua demi cintaku,” Jelas Mitta kepada mamanya.

“Saya minta maaf mama, saya sudah hamil lima bulan dan ini cucu dari mama, Dia akan memanggil nene,”, Jelas Mita.

Mamanya kembali heran dan bertanya,” kamu hamil?,”

“Ia mama,” Balas Mitta.

“Mana Bapanya yang kamu cinta itu,” Tanya mamanya.

Minta memberikan handphone kepada Yosep:

”Hallo mama, saya minta maaf,” Kata Yosep.

“Kamu pria hebat, kita akan berjumpa,” Singkat mamanya Mitta kepada Yosep dan mamanya langsung matikan hanphone.

Mitta menelpon lagi ke mamanya:

” Hallo Mitta,” Balas mamanya.

“Mama marah saya dan Yosep?, Ini bukti cinta kita mama,” Jelas Mitta kepada mamanya.

“Mitta, mama akan ke Papua,” Singkat mamanya.

“Ia mama, kami dua harus menikah secepatnya,” Balas Mitta.

“Mama akan urus semua dan jaga bayi kecil kita,” Jelas mamanya sambil Ia memimpin rapat di kantor perusahaanya di Jakarta.

“Makasih mamaku,” Singkat Mitta.

“Ia,” Tutup mamanya.

Dua minggu kemudian, mamanya tiba di Papua, Ia memanggil Mitta ke penginapan, di hotel Green Abe. Mitta bersama Yosep berangkat ke Abe. Mamanya salam Yosep tak berkata apapun, Mama Mitta perintakan untuk menikah dua hari kedepan karena mamanya harus kembali Jakarta secepatnya.

Hari Rabu pagi, semua teman Yosep dan warga di kampung menghadiri acara pernikahaan antara Yosep dan Mitta di kampung Puay, sangat meriah. Mitta menggubah hidup Yosep lebih baik bersama kadar cinta yang Ia miliki.

Beberapa kampung disekitar kampunya bersama telah merayakan. Besoknya mama Mitta akan kembali ke Jakarta, Ia meninggalkan 40milyar untuk Mitta dan Yosep:

“Mitta, nanti buat usaha dan hidupkan beberapa kaluarga untuk kemajuan ekonomi micro di daerah sini,” Kata mamanya kepada Mitta dan Yosep.

“Nanti telfon jika perlu,” Kata mamanya sambil Ia naik mobil kembali ke penginapan.

Cinta Mitta mengubah beberapa kampung di sekitar kampunya Yosep, jalan-jalan dibagun menggunakan Uang pribadi dari Mitta dan Yosep, beberapa kios dibinah oleh Yayasan Ekonomi yang Mittal dan Yosep bangun untuk warga kampung dari beberapa kampung yang bisa muda dijangkau. Anak mereka lahir, anak laki-laki, nenenya memberi nama PABUTA artinya PAPUA BUTUH CINTA. Nenenya berharap dengan kekayaan mamanya yang akan jatuh ke tanggan Mitta dapat menggubah Papua dari hati dan pikiran.

“Hey,..PABUTA, pemimpin masa depan Papua yang lahir dari rahim perempuan melayu,” Gemas nenenya dirumah sakit Dok dua Hollandia Jayapura Papua.

_
https://mrnomen5.wordpress.com/2020/11/27/membawa-cinta-ke-papua/MEMBAWA CINTA KE PAPUA
_
https://mrnomen5.wordpress.com/2020/11/27/membawa-cinta-ke-papua/


Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Literasi Mapegawuu.com posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Business

Send a message to Literasi Mapegawuu.com:

Share